ENAM

4 2 0
                                    

~~•Happy Reading•~~

Suasana di kediaman keluarga Wijaya nampak hening. Terlihat Joey sedang duduk menatap bulan purnama sendirian di kamarnya. Sedangkan di balik pintu, ada keempat kakaknya dan juga Raya.

"Seserius itu ya masalahnya?" bisik Naka. Jujur ia tak pernah melihat Joey duduk diam seperti itu. Hanya duduk, tidak memakan cemilan apapun.

"Kayaknya sih gitu," jawab Raya. Ia mengeluarkan ponselnya dan mengirim sebuah pesan kepada Sena.

"Mau ngapain?" tanya Rendra saat melihat isi pesan Raya untuk temannya.

"Nyari tahu apa yang sebenarnya terjadi," jawab Raya. Ia melangkah masuk menghampiri Joey dan diikuti yang lainnya.

"Sudah lebih tenang?" ucap Raya mengelus bahu Joey. Ia melihat Kakaknya itu mengangguk. "It's okay kalau emang belum siap untuk cerita. Kita bakalan nungguin, kok," lanjutnya.

"Dari tadi kayaknya lo belum makan," lontar Dias. "Gue pesenin makanan, mau?" imbuhnya.

Joey menggeleng. "Gak nafsu, Bang," jawabnya.

Dias dan yang lainnya langsung saling berpandangan. Tak pernah terpikir mereka akan mendengar kalimat ini keluar dari mulut Joey.

"Yakin?" tanya Wira.

Helaan napas berat terdengar. "Pizza, hamburger, ayam, taco, susu pisang, sama jus alpukat," tutur Joey dalam sekali tarikan napas. "Karena gue gak nafsu, gue pesan segitu aja."

"Kenapa ketawa?" protes Joey saat mendengar kekehan Raya.

"Kayaknya jiwanya Kakak sudah balik seperti semula," jawab Raya dan langsung disambut rengekan Joey.

Setelah makanan datang, Dias dan adik-adiknya langsung berkumpul di ruang tamu. Mereka makan dengan lahap, begitu pula dengan Joey yang katanya tak nafsu makan.

Sebuah panggilan masuk ke ponsel Raya. Ia langsung berdiri dan berjalan menjauh. "Gimana?" tanyanya.

"Segitu rahasianya ya sampai menjauh kayak gitu," celetuk Joey.

Dias dan Wira mengangguk. Sementara Rendra, ia menatap Raya curiga. "Apa itu telepon dari temannya?" batinnya. Ia sempat teringat dengan pesan yang dikirim Raya tadi.

***

"Mau ke mana, Ray?" tanya Dias. Ia sibuk memperhatikan Raya yang sudah rapi, di tangannya ada semangkuk kripik kesukaannya.

"Ketemu temen," jawab Raya. Ia berjalan menghampiri Dias. "Raya berangkat," pamitnya sambil mencium tangan Dias.

"Hati-hati," ucap Dias. Ia kini kembali fokus menonton acara tv. Untuk akhir pekan ini, ia hanya akan bermalas-malasan, mengistirahatkan badan dan pikiran.

Kini di rumah hanya ada Dias dan Joey. Wira sudah keluar sejak pagi. Ia pamit hendak ke suatu tempat dengan membawa tas kesayangannya yang isinya sudah bisa ditebak kalau itu adalah buku.

Sejujurnya Dias tak habis pikir dengan salah satu adiknya itu. Bagaimana dia masih rajin belajar bahkan di akhir pekan seperti ini. Ia sangat senang jika adik-adiknya rajin, tetapi sesuatu yang berlebihan juga tidak baik, kan.

"Bang, masak apa?" tanya Joey. Dengan nafas terengah-engah ia mengelap keringat yang ada di wajahnya.

"Lihat aja sendiri," jawab Dias. "Sudah selesai?" kini ia yang bertanya. Baru setengah jam Joey melakukan work out dan itu jelas sekali di luar kebiasaannya.

"Iya. Habis ini mau keluar," jelas Joey. Ia melangkah pergi hendak mandi.

"Galaumu sudah hilang?" goda Dias. Ia sontak tertawa saat mendengar suara pintu yang tertutup kasar dari kamar Joey.

KlandestinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang