DUA

12 2 0
                                    

~~•Happy Reading•~~

Suara seseorang bersenandung terdengar memasuki rumah yang didominasi warna putih itu. Di dalamnya ada beberapa anggota keluarga yang sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

Raya meletakkan tasnya di kursi dan langsung mengambil gelas. Tenggorokannya terasa kering karena cuaca yang lumayan panas.

“Sudah pulang?”

Raya melihat seorang lelaki yang sedang bersandar di pintu dapur. Joey Vaganian Wijaya, seorang manusia yang menjabat sebagai kakak lelakinya.

“Basa-basi yang terlalu basi,” sindir Raya. Ia mengambil tasnya hendak menuju kamar.

“Tunggu.” Joey menghentikan Raya. Ia menatap penuh selidik adik satu-satunya itu. “Pasti ada sesuatu ya. Biasanya kalau Kakak bawa sarung tinju langsung direbut, tapi sekarang, dilirik aja enggak.”

“Ah, itu. Ya, ada sesuatu yang menarik,” jawab Raya seadanya.

“Menarik? Bukannya menurut kamu sekolahan itu biasa aja,” sahut seseorang bernama Tarendra Atfal Wijaya. Lelaki tampan tapi dingin itu adalah kakak dari Joey dan Raya.

“Awalnya iya, tapi sekarang jadi seru,” ucap Raya. Rendra menatap adik bungsunya itu.

“Ya, sesuai perkiraan Kakak.”

Mendengar ucapan Raya, Rendra pun mengajaknya tos. Ia pun kembali ke kamarnya dengan segelas ice americano di tangannya.

Di antara para kakaknya, sosok Rendra-lah yang menjadi panutan Raya. Ia tipikal orang yang cuek dan santai. Dia juga tak suka sekolah. Namun jangan salah, dia dijuluki genius oleh orang di sekitarnya. Pemikiran Rendra juga simple dan tak berbasa-basi. Dia menganut paham “Hidup sudah ribet, jadi jangan ditambah ribet”.

“Minggir. Kakak bau,” ucap Raya menepis tangan Joey.

“Jadi, kamu bakalan stay di sana, kan?” teriak Joey menatap Raya di ujung tangga.

“Kata siapa,” jawab Raya. Sebelum menutup pintu kamar, ia menatap balik Joey. “Gak usah teriak-teriak. Ini bukan hutan.”

“Nyuruh jangan teriak-teriak, tapi dirinya sendiri barusan teriak. Maksudnya apa coba,” gerutu Joey. Ia pun ikut masuk ke kamarnya.

===

“Raya.”

“Iya, Kak,” jawab Raya sambil menatap Kakak tertuanya itu.

Dias Arizukal Wijaya. Lelaki tampan berusia 30 tahun itu kini menjabat sebagai CEO di perusahaan mendiang ayahnya. Jika ada orang yang baru mengenalnya, pasti akan beranggapan kalau Dias masih berusia dua puluhan. Parasnya yang baby face membuat ia terlihat awet muda.

“Ada masalah di sekolah?” tanya Dias.

“Hmm,” jawab Raya singkat. Mulutnya sibuk melahap ice cream. “Aku mau pindah, Kak,” sambungnya.

“Sembarangan,” tukas Dias. “Mau pindah ke mana kamu? Dan apa alasan kamu untuk pindah?” tanyanya.

“Lebih baik pindah sekolah duluan sebelum dikeluarkan,” sahut Wira dari arah belakang.

“Tumben di rumah, biasanya di perpustakaan terus,” ucap Raya. Ia merasa heran saja kakak ketiganya itu jam segini sudah ada di rumah.

“Lagi malas aja,” jawab Wira.

Raya, Joey, dan Dias sontak menoleh. Bahkan Rendra yang cuek pun ikut terheran-heran dengan saudara kembarnya itu.

“Kak Wira? Malas ke perpustakaan?” Raya beranjak dari duduknya dan langsung mengecek kondisi Wira. “Gak panas, kok.”

KlandestinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang