~~•Happy Reading•~~
Halaman belakang rumah Raya kini terlihat ramai sekali. Ada Imel, Sena dan tak lupa geng motornya. Mereka sama-sama sedang menjenguk Raya yang sakit.
Namun melihat kondisi tempat ini sekarang, rasanya bukan untuk menjenguk orang sakit, melainkan berpesta. Bagaimana tidak, ada beberapa meja dan kursi yang sudah tertata rapi di sana. Bahkan pemanggang pun sudah menyala sejak tadi.
"Nih, dimakan," ucap Raya sembari memberikan sepiring sosis yang dipanggang Sena tadi.
"Thanks, Ray."
Raya hanya tersenyum menatap Anhar dan Kevin. Di tangan keduanya ada sebatang rokok yang kini tinggal setengah. Memang di geng motor Sena, ada beberapa anggotanya yang merokok. Namun yang Raya suka di sini adalah mereka memilih menjauh pada saat merokok. Bahkan pada saat dirinya menghampiri Anhar dan Kevin, mereka dengan sengaja menyembunyikan rokoknya agar asapnya tidak mengenai dirinya.
"Kakak," panggil Raya saat melihat Dias, Rendra, dan Wira. Ia pun menghampiri ketiganya yang baru saja sampai. Para kakaknya itu nampak terperangah melihat kondisi halaman belakang rumahnya.
"Mereka teman-teman kamu, Ray?" tanya Dias.
Entah suara Dias yang terlalu keras atau memang telinga Sena yang terlalu peka, Raya bisa melihat sahabatnya itu berjalan ke arahnya. "Kak, kenalin ini Sena," ucapnya.
"Hai, Bang," sapa Sena. Ia menjabat tangan Dias, Rendra, dan Wira secara bergantian. Tak lupa ia juga memanggil teman-temannya yang lain untuk menyapa kakaknya Raya.
Setelah berkenalan, Sena dan yang lainnya pun kembali ke aktivitas masing-masing. Sementara itu, Raya membawa ketiga kakaknya menuju Imel yang nampak sibuk menyiapkan makanan.
"Kalau yang ini namanya Imel, Kak," ucap Raya. "Dia teman sebangku aku," imbuhnya.
"Hai, Kak," sapa Imel sembari tersenyum.
"Imel, ini Kak Dias, Kak Rendra, sama Kak Wira," tutur Raya memperkenalkan kakaknya satu per satu.
"Hai, Imel," ucap Dias, Rendra, dan Wira.
"Kakak ke dalam dulu, ya," pamit Dias dan dibalas anggukan oleh Raya. Ia pun berjalan pergi diikuti oleh Rendra dan Wira.
Setelah membersihkan diri, Dias, Rendra, dan Wira kembali bergabung dengan Raya dan teman-temannya. Tak lupa juga mereka mengajak Joey yang entah kenapa daritadi berada di kamarnya terus. Sementara Naka, anak itu baru saja sampai dan kini tengah mandi.
Rendra mengambil alih pemanggang dari Sena. Ia pun mulai memanggang daging yang dibelinya saat pulang tadi. Sementara itu, Wira dan Joey nampak tengah berbincang-bincang dengan Sena dan yang lainnya.
"Eh, lo bukannya yang nawarin tumpangan gara-gara mobil gue mogok waktu itu?" terka Joey. Ia sungguh merasa tak asing dengan wajah Sena.
Suara kekehan keluar dari mulut Sena. "Iya, Bang," jawabnya.
"Wah, dunia sempit banget ya ternyata," ucap Joey tak percaya.
"Yang luas, kan, cuma perut lo," sahut Wira. Ia nampak mencicipi sosis panggang yang tersaji di atas meja.
Joey hanya mencibir ucapan Wira. Secara tak sengaja pandangannya jatuh pada Imel. Ia lantas menggelengkan kepalanya saat teringat kejadian tadi siang.
"Raya kalau di sekolah gak macam-macam, kan?" tanya Dias. Ia sedang membantu Imel menata makanan di atas meja. Setelah cukup lama mengobrol, ia bisa menilai kalau Imel adalah anak yang baik dan supel.
"Enggak kok, Kak," jawab Imel. "Ah, sebenarnya kemarin sempat ada masalah," sambungnya ketika mengingat sesuatu.
"Masalah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Klandestin
General FictionRahasia. Kau tahu rahasia? Apakah kau ingin kuberi tahu sebuah fakta tentang diksi ini? Faktanya adalah setiap manusia di dunia ini punya yang namanya rahasia. Aku yakin semuanya pasti tahu, tapi masih banyak yang tidak menyadari hal ini. Kemari...