~~•Happy Reading•~~
Suara orang mengetuk pintu menghentikan sejenak kegiatan belajar di kelas Raya. Nampak Bu Sarah berdiri di ambang pintu. "Permisi, saya ada perlu sebentar dengan Raya," ucapnya kepada Pak Setno.
Raya merapikan mejanya, kemudian berjalan mengikuti Bu Sarah. Sesuai dugaannya, sidang akan dimulai. Apalagi kalau bukan membahas masalah kemarin.
Di ruang sidang sudah ada Pak Irwan selaku kepala sekolah dan beberapa guru. Daniel, Nathan, Rio, dan Candra juga sudah ada di sini bersama orang tuanya.
"Raya, Kakak kamu belum datang?" tanya Bu Sarah.
"Mungkin masih di jalan, Bu," jawab Raya.
"Jadi dia yang bikin anak kita babak belur."
Raya tak menanggapi saat mamanya Daniel, Nathan, dan Rio mulai membicarakan dirinya. Ia memilih untuk tetap fokus dengan ponselnya. Berbeda dengan mereka, mamanya Candra berjalan menghampiri Raya. Ia mengucapkan banyak terima kasih karena Raya telah membantu Candra. Ia juga meminta maaf karena Raya harus menghadapi masalah seperti ini.
"Iya, tidak apa-apa kok, Tan," jawab Raya. "Candra, kan, juga teman saya, jadi sudah sewajarnya kalau saya membantu dia."
"Ini Kak Rendra ke mana, sih? Kok belum datang," gerutu Raya. Ia tersenyum saat bertatapan dengan Candra.
Sempat terbersit rasa iri di hati Raya saat melihat kedekatan Candra dengan mamanya. Ia iri karena tak pernah merasakan hal itu. Namun di sisi lain ia juga bersyukur karena masih mempunyai anggota keluarga seperti para kakaknya.
"Oh, jadi dia yatim piatu. Pantas aja kelakuannya kayak preman, orang gak ada yang ngatur."
Raya menatap tajam Tante Soraya. Siapa pun boleh mengusik dan menghina dirinya, tapi tidak dengan keluarganya. "Tante tolong dijaga, ya, kalau bicara. Tante gak berhak bicara seperti itu tentang orang tua saya," ucapnya.
"Tapi memang kenyataannya begitu, kan. Kamu jadi anak yang kurang ajar," balas Tante Soraya.
"Saya peringatkan sekali lagi, jaga omongan Tante. Perlu Tante ketahui, sejak kecil saya diajarkan untuk menghormati orang yang lebih tua. Ingat, menghormati Tan, bukan takut," ujar Raya penuh penekanan. "Jadi jangan menantang saya untuk berbuat hal yang bahkan Tante gak bisa bayangin."
"Raya," panggil Rendra. Ia melihat wajah adiknya yang sedang menahan amarah. "Kalau memang mau berbicara, silahkan bicarakan dengan saya," sambungnya.
"Mungkin Bapak sama Ibu bisa kembali ke tempat duduk masing-masing," ucap Bu Sarah. Ia melihat situasi semakin memanas di ruangan ini. "Karena semuanya sudah hadir, untuk permasalahan ini mari kita bicarakan baik-baik dan secara kekeluargaan."
Semuanya pun kembali ke tempat masing-masing. Rendra nampak terus menggenggam tangan Raya untuk membuatnya tenang.
"Baik. Langsung saja, coba salah satu ceritakan bagaimana kronologi kejadiannya," ucap Pak Irwan.
"Raya yang mulai duluan, Pak. Dia tiba-tiba mukul saya, padahal saya tidak salah apa-apa," ucap Daniel.
"Tidak bersalah? Lo ngehajar Candra habis-habisan." Raya meradang saat mendengar ucapan Daniel.
"Raya tenang dulu," ucap Bu Sarah.
"Candra, coba ceritakan apa yang sebenarnya terjadi," ujar Pak Irwan.
Candra yang awalnya menunduk, perlahan menatap Daniel dan Raya secara bergantian.
"Candra, Bapak tanya sama kamu. Apa benar kamu dipukuli sama Daniel?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Klandestin
General FictionRahasia. Kau tahu rahasia? Apakah kau ingin kuberi tahu sebuah fakta tentang diksi ini? Faktanya adalah setiap manusia di dunia ini punya yang namanya rahasia. Aku yakin semuanya pasti tahu, tapi masih banyak yang tidak menyadari hal ini. Kemari...