~~•Happy Reading•~~
"Menurut lo ini bakalan berhasil?" tanya Sena. Setelah melewati drama untuk membujuk Mya, akhirnya ia, sepupunya itu, Raya, dan Sena sekarang berada di salah satu pusat perbelanjaan. Ia kini sedang bersembunyi sembari memperhatikan Dias dan Mya dari kejauhan.
"Gue juga gak tahu," jawab Raya. "Gue malah khawatir sama Kak Dias. Dia itu tipe orang yang pendiam dan gak mudah akrab sama orang. Dia lebih tahan untuk diam daripada harus bicara sama orang baru," sambungnya.
Mata Raya dan Sena sama-sama terbelalak, lalu mereka saling berpandangan. Hal ini dikarenakan di seberang sana Dias dan Mya tengah berbincang-bincang, bahkan kini mereka masuk ke sebuah toko pakaian. Sungguh di luar dugaan mereka.
"Apa ini? Gue gak salah lihat, kan?" ucap Raya.
"Enggak, kok," jawab Sena. "Tapi bukannya malah bagus kalau mereka cepat akrab," imbuhnya.
"Iya, sih. Tapi di pikiran gue Kak Dias bakalan diam kayak mannequin," sahut Raya. Ia tersenyum senang, semoga saja semuanya berjalan lancar.
Raya dan Sena berjalan masuk ke toko tersebut, tapi mereka tetap menjaga jarak dengan Dias dan Mya. Samar-samar Raya dan Sena mendengar percakapan mereka.
"Kalau yang ini gimana?" tanya Mya. Ia memperlihatkan sebuah jaket kepada Dias. "Kira-kira dia bakalan suka gak, ya?"
"Bagus, kok. Sena pasti suka," jawab Dias. Ia juga ikut melihat-lihat pakaian yang ada di sana. "Kalian ngapain di situ?" tanyanya saat melihat Raya dan Sena yang duduk berjongkok di antara pakaian.
Raya dan Sena pun berjalan mendekat dengan tersenyum canggung. Mereka berusaha untuk bersikap biasa saja.
"Sena, sana coba jaket ini," ucap Mya mendorong Sena menuju ruang ganti. Senyumnya terlukis lebar saat melihat jaket tersebut sangat cocok untuk Sena.
Seusai membayar jaket Sena, mereka berempat lanjut ke tempat trampolin atas permintaan Raya. Di sana mereka nampak bersenang-senang.
Raya yang melihat Dias nampak menjaga Mya yang juga ikut bermain pun tersenyum senang. Ia belum pernah melihat Dias sebegitu perhatiannya terhadap perempuan selain dirinya. Ia hanya berharap semoga setelah ini semuanya mengarah ke sesuatu yang baik, pernikahan misalnya.
Setelah puas bermain, mereka pun pergi ke sebuah restoran untuk makan. Kemudian bergegas pulang karena memang hari sudah petang.
Setelah mengantarkan Mya dan Sena pulang, mobil yang ditumpanginya dan Dias mendadak hening. "Sebelumnya Kakak udah kenal sama Kak Mya?" tanya Raya membuka suara.
Dias mengangguk. "Mya waktu itu juga hadir di pernikahan Thomas, dan Kakak sempat ngobrol sama dia," terangnya.
Raya hanya melongo mendengar penuturan Dias. Ia kembali mengingat-ingat pernikahan sepupunya itu. Mengapa dirinya tidak bertemu dengan Kak Mya? Apa dia tidak cukup berkeliling di pernikahan tersebut?
Raya mengenyahkan rasa terkejutnya dan kembali pada topik pembicaraan. "Menurut Kakak, Kak Mya gimana?"
Dias terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. "Dia baik, pintar, dan meskipun bidang pekerjaan kita beda jauh, tapi gak ada rasa canggung di percakapan kita," tuturnya. "Ada banyak hal baik tentang Mya, tapi Kakak gak bisa sebutin karena bingung mau nyebutin yang mana."
Raya tersenyum jahil menatap Dias. "Berarti, Kak Mya cocok nih jadi calon istri Kakak," celetuknya.
"Gak usah ngomong sembarangan, deh," balas Dias. "Lagipula Kakak masih belum mau nikah," lanjutnya.
Raya menatap dalam Dias yang sedang menyetir. Meskipun samar, ia bisa melihat ada keragu-raguan di mata kakaknya itu. "Kak," panggilnya. "Apa mungkin Kakak menunda untuk menikah karena khawatir sama kita?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Klandestin
Ficção GeralRahasia. Kau tahu rahasia? Apakah kau ingin kuberi tahu sebuah fakta tentang diksi ini? Faktanya adalah setiap manusia di dunia ini punya yang namanya rahasia. Aku yakin semuanya pasti tahu, tapi masih banyak yang tidak menyadari hal ini. Kemari...