SEMBILAN BELAS

2 2 0
                                    

~~•Happy Reading •~~

Semilir angin malam menyapa Dias yang duduk di kursi halaman belakang. Ia tatap langit yang sedang dihiasi bulan dan bintang itu. “Ayah, Bunda,” lirihnya.

Mata Dias terasa memanas. Entahlah, tiba-tiba saja ia ingin menangis. Namun itu semua ia tahan dengan terus menengadah, berharap air matanya tak jatuh. “Malam ini, ada seseorang yang mengaku kalau dia jatuh cinta sama Raya, Bun.”

“Ternyata ada juga orang yang terjerat pesona anak gadis Bunda itu,” ucap Dias terkekeh pelan. “Dias harus apa, Bunda?”

Dias nampak menggigit bibirnya, berusaha menahan tangisnya yang hampir pecah. Saat ini perasaannya terasa campur aduk. Ia bahagia karena bertambah satu orang lagi yang siap menjaga dan membuat Raya bahagia. Namun dirinya juga takut jika kejadian Candra terulang kembali. Ia merasa bimbang, apakah dirinya perbolehkan seorang Oriana Kendra Raditya untuk masuk ke kehidupan adiknya atau tidak? Ia takut salah ambil keputusan.

“Bang,” panggil Wira seraya menepuk pelan bahu Dias. Ia bisa melihat jika kakak tertuanya itu hendak menangis.

“Ken kalian tinggal sendiri?” tanya Dias setelah menghela napas beberapa kali. Ia bisa melihat semua adik laki-lakinya menghampiri dirinya.

Naka dan kakaknya yang lain mengangguk. “Lagian Raya sudah mau pulang kok, Bang. Jadi, biarin aja,” ucapnya.

“Ya, gak sopan itu namanya. Masa tuan rumah ninggalin tamu sendirian,” sahut Dias. Ia tak habis pikir dengan kelakuan para adiknya ini. Ia memang orang pertama yang undur diri, tapi itu karena dirinya pikir yang lainnya akan tetap di sana.

“Kira-kira Raya juga suka gak ya sama tuh anak?” tanya Joey tiba-tiba. Wajahnya sejak tadi murung karena memikirkan hal ini. Ia tak melarang jika Raya memiliki hubungan dengan seorang lelaki, tapi dirinya hanya takut jika waktu yang dihabiskannya dengan Raya menjadi berkurang. Terdengar egois memang, tapi ia juga tak siap dengan hal ini.

Naka nampak mengangkat bahunya pertanda tak tahu. “Kalau masalah ini, Abang bener-bener gak bisa nebak,” jawabnya.

Yang lain sependapat dengan Naka. Hal ini karena Raya memang tidak pernah menceritakan tentang ketertarikannya kepada lelaki. Jika pun sedang membahas Sena, raut wajah gadis itu seolah-olah hanya menganggapnya sebagai sahabat, bukan lelaki.

“Karena semuanya tergantung Raya, kita cuma bisa lihat aja akhirnya kayak gimana,” ujar Dias. Meskipun tadi ia memberikan lampu hijau kepada Ken, bukan berarti dirinya merestui. Ia hanya tak ingin memaksakan pendapat pribadinya. Jika bisa memilih, ia tak ingin adik perempuannya itu dekat dengan lelaki dan justru fokus dengan pendidikannya.

Perbincangan mereka terhenti, semuanya kompak mendongak saat mendengar teriakan seorang perempuan dari lantai dua. Itu pasti Raya. Ditambah dengan suara benda pecah membuat mereka langsung berlari masuk ke rumah.

“Raya!” Dias mengedarkan pandangannya ke seisi kamar Raya. Namun, ia tak menemukan keberadaan adik bungsunya itu. Hingga sebuah suara dari arah lemari menarik perhatiannya.

“Ya ampun, Raya,” ucap Wira saat melihat Raya duduk meringkuk di dalam lemari. Ia bisa melihat tubuh adiknya itu gemetar dan berulang kali menutup telinganya.

“Hei, Raya. Ini Kakak.” Dias menggamit bahu Raya, berusaha mengarahkan adiknya yang tengah kacau itu untuk balik menatapnya.

Raya sontak mendorong Dias dan semakin meringkuk berusaha bersembunyi. “Pergi!” pekiknya. Ia tutup telinganya berusaha mengenyahkan suara-suara yang terdengar di pikirannya.

“Sadar, Raya!” ucap Dias dengan nada sedikit tinggi. “Ini kita, kakak kamu. Gak ada orang lain di sini,” lanjutnya. Ia bisa melihat Raya yang mulai mendengarkannya dan sedikit tenang.

KlandestinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang