SEMBILAN

3 2 0
                                    

~~•Happy Reading•~~

Nampak Raya meletakkan kepalanya di atas tekukan kedua tangannya. Matanya terpejam berusaha mengurangi pusing yang dirasakannya.

"Lagi sakit, Ray?" tanya Elsa. Ia menghampiri Raya yang tak menanggapi pertanyaannya.

"Kalau sakit, mendingan di rumah aja. Minta orang tua lo buat ngurusin lo," ucap Elsa. "Ups, lo kan anak yatim piatu," sambungnya sambil menutup mulut.

Pandangan seisi kelas kini berpusat kepada Raya dan Elsa. Jujur mereka sedikit terkejut mengetahui fakta kalau orang tua Raya sudah meninggal.

"Ray, semalam gue sempat kepikiran tentang hal ini," ujar Elsa. "Mungkin gak, sih, orang tua lo meninggal karena mereka gak mau ngurusin anak kayak lo," imbuhnya.

"Stop, Elsa! Lo keterlaluan," bentak Imel.

"Why? Itu, kan, cuma pemikiran gue. Siapa tahu bener," balas Elsa sambil terkekeh. Tubuhnya sontak membeku saat sebuah benda melayang melewatinya.

Tak hanya Elsa, seisi kelas pun terkejut. Mereka sontak menoleh dan mendapati sebuah gunting tertancap di salah satu loker di belakang kelas.

"Didiemin kok malah ngelunjak," tukas Raya. Ia menatap Elsa tajam, kemudian berdiri di depannya. "Ini peringatan buat lo. Jangan pernah ngebahas apapun itu tentang keluarga gue. Mereka terlalu suci untuk disebut sama mulut murahan lo itu."

Raya maju selangkah lebih dekat. "Kalau sampai lo ngelakuin hal itu lagi, gue pastiin bakalan ada lukisan di sini," ucapnya sembari membelai wajah Elsa.

"Ken, izin keluar sebentar," pamit Raya. Ia pergi setelah mendapat anggukan dari Ken.

Baru beberapa langkah meninggalkan kelas, kepala Raya terasa pusing sekali. Ia berniat untuk memanggil Imel agar mengantarnya ke UKS. Namun semuanya urung saat pandangannya mulai gelap, tubuhnya pun ambruk.

"Raya!" teriak Imel. Ia yang keluar kelas berniat menyusul Raya, langsung terkejut saat melihat sahabatnya itu pingsan.

"Ray, bangun," ucap Imel sambil menepuk pipi Raya. Wajah Raya yang pucat membuat dirinya takut. "Ken, tolongin," pintanya saat melihat Ken juga keluar kelas. Mungkin dia mendengar teriakannya tadi.

Tanpa perlu disuruh dua kali, Ken langsung menggendong Raya menuju UKS. Sesampainya di sana, Raya langsung diperiksa. Beruntung Raya hanya kecapekan.

Tak berselang lama, Sena datang dengan napas terengah-engah. "Raya kenapa?" tanyanya.

"Napas dulu yang benar," saran Imel. Ia memandu Sena untuk mengatur napasnya. "Raya hanya kecapekan, kok. Dia cuma butuh istirahat. Jadi, gak perlu khawatir," lanjutnya.

"Syukurlah," ucap Sena. Setelah mendengar Raya pingsan, ia langsung berlari menuju UKS. Dirinya sangat khawatir dengan keadaan sahabatnya itu.

Suara lenguhan Raya mengalihkan perhatian Imel, Sena, dan Ken yang sedang berbincang-bincang.

"Masih pusing?" tanya Imel saat Raya mengubah posisinya menjadi duduk.

Raya mengangguk. "Kalian kenapa di sini?" tanyanya menatap Ken dan Sena.

"Ken yang bawa lo ke sini. Sedangkan Sena, dia khawatir karena dengar lo pingsan," jelas Imel.

"Terima kasih Ken," ucap Raya. "Gue gak papa. Jadi gak usah khawatir, oke," lanjutnya menatap Sena.

"Raya," panggil Bu Lala yang baru masuk ke UKS. "Bagaimana keadaan kamu?" tanyanya.

"Sudah lebih baik, Bu," jawab Raya.

KlandestinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang