DUA BELAS

4 2 0
                                    

~~•Happy Reading•~~

"Raya!"

Suara yang memanggil namanya membuat Raya semakin cepat berlari. Rintik hujan yang menerpanya tak dirinya hiraukan. Ia masih tak habis pikir dengan Candra. Mengapa ia bertingkah laku seperti ini? Apa maksud perkataannya tadi? Dan kenapa dia masih mengejar dirinya? Apa yang diinginkan Candra terhadapnya?

Perhatian Raya teralihkan saat mendengar klakson mobil. Ia pun langsung masuk saat melihat Dias di balik kemudi mobil tersebut. "Langsung pulang, Kak," pintanya.

Dias pun langsung tancap gas meski masih bingung akan situasi saat ini. Terlebih lagi melihat Raya yang diam dengan keringat yang mengucur di pelipisnya, membuat dirinya ikut terdiam.

Sesampainya di rumah, Dias langsung keluar dan membukakan pintu mobil untuk adiknya. Tak ada respon apa pun. Tatapan Raya tetap lurus ke depan tanpa mengeluarkan suara. "Raya," panggilnya sembari menggenggam tangan adiknya itu.

Perlahan Raya menatap netra Dias yang juga sedang melihatnya. "Kak, aku takut," lirihnya. Semenjak masuk ke mobil Dias, tangannya tak pernah berhenti bergetar.

"It's okay, di sini ada Kakak," balas Dias. Ia menuntun Raya untuk masuk rumah. Di ruang keluarga ada keempat adiknya yang menunggu mereka pulang.

"Bang, kenapa lama ...." Wira tak melanjutkan ucapannya ketika melihat Raya dengan tatapan kosongnya. "What happen?" tanyanya.

"Joey, tolong ambilkan minum untuk Raya," ucap Dias. Ia memberi kode kepada yang lainnya agar tak bertanya apa pun kepada Raya. Biarkan adik bungsunya itu agar lebih tenang.

"Sudah lebih baik?" tanya Rendra. "Apa yang sebenarnya terjadi?" tanyanya lagi setelah melihat Raya mengangguk.

"Dia berubah menjadi menakutkan. Dia terus berkata sesuatu yang aneh."

"Dia?" beo Joey.

"Raya harus lari, Kak. Dia bisa nyusul kapan aja. Raya harus lari," racau Raya.

Naka langsung memeluk Raya yang tubuhnya bergetar dan nampak kacau. Dia bersumpah akan memberi pelajaran kepada siapa pun yang membuat adiknya seperti ini. "Raya gue bawa ke kamar dulu," ucapnya. Ia pun menggendong Raya menuju kamarnya.

Sepeninggal Raya dan Naka, suasana menjadi hening. Mereka sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Waktu jemput Raya, abang lihat ada yang lagi ngejar-ngejar dia. Mungkin orang yang dimaksud Raya adalah orang itu," ujar Dias. "Abang gak bisa lihat dengan jelas wajahnya karena memang Raya langsung minta pulang."

"Raya pasti kenal sama orang itu," sahut Wira. "Tapi apa alasan dia mengejar Raya?"

"Apa mungkin dia juga ada hubungannya dengan kejadian malam itu?" terka Rendra.

"Sena bakalan datang ke sini. Nanti kita coba tanya dia, siapa tahu ada titik terangnya," ucap Joey. Tadi Sena sempat menghubunginya menanyakan keberadaan Raya.

"Kita harus lebih waspada, Bang. Kalau memang dia adalah orang yang sama dengan kejadian waktu itu, sudah seharusnya kita lapor polisi," ujar Wira.

Tak berselang lama terdengar suara motor Sena yang memasuki halaman rumah keluarga Wijaya. Dia langsung masuk menuju ruang tamu setelah mengetuk pintu.

"Raya mana, Bang?" tanya Sena. Karena terlalu khawatir dengan Raya, membuat dirinya lupa untuk menyapa orang-orang yang ada di hadapannya ini

"Ada di kamar," jawab Joey. "Duduk," sambungnya.

"Di sekolah apa ada orang yang gak suka sama Raya?" tanya Rendra frontal.

"Kenapa nanya gitu, Bang?" tanya balik Sena.

KlandestinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang