SATU

17 3 0
                                    

~~•Happy Reading•~~


Lorong lantai dua SMA Bintara nampak sesak. Hampir semua siswa berkumpul mengelilingi seorang remaja yang terduduk di lantai. Candra, panggilan dari teman-temannya. Tak ada satu pun yang membantu Candra bangun. Mereka takut dengan tiga siswa yang berdiri berlawanan dengannya.

"Masih mau ngelawan gue, lo?" ucap salah satu di antaranya. Dilihat dari lagaknya, sepertinya ia ketua di geng tersebut.

Candra mendongak, memperlihatkan wajahnya yang babak belur karena dipukuli. Tangannya terkepal erat, matanya penuh amarah. Secara tiba-tiba Candra melayangkan tinjunya ke orang yang ada di hadapannya itu. Namun ia kalah cepat sehingga dengan mudah dirinya sudah menghadap ke dinding dengan tangan yang tertekuk ke punggung.

"Aish," teriak seseorang dari dalam kelas. Menghentikan sebuah tangan yang ingin menghajar Candra kembali.

Semua orang memberi jalan kepada orang yang berteriak tadi. Nampak seorang siswi dengan muka bantal sedang mengikat rambutnya. "Ganggu orang tidur tahu gak, sih," kesalnya.

Siswi tersebut berjalan mendekati Candra lalu menariknya ke belakang. Pandangannya lurus ke iris berwarna coklat yang juga sedang menatapnya. "Lagi ngapain lo? Tangan anak orang lo pelintir kayak gitu," lanjutnya.

"Raya ngapain, sih? Nanti kalau diapa-apain gimana?"

Bisik-bisik terdengar dari siswa lain yang sedang membicarakan aksi nekat siswi bernama lengkap Namarie Raya Wijaya itu.

"Siapa lo?"

Daniel Vahreza, begitulah orang tuanya memberi nama. Di sekolah ini dia terkenal memiliki wajah yang ya ... bisa dibilang tampan. Anak orang kaya, tapi rada bodoh, sih. Ditambah lagi sikap belagu dan sombongnya yang gak ketulungan.

"Ah, kita belum kenalan ya," jawab Raya. "Bagus deh. Malas juga sih kenal sama orang kayak lo."

Semuanya terkejut mendengar jawaban Raya. Melihat wajah putih Daniel yang perlahan memerah, membuat mereka cemas.

"Berani-beraninya. Lo tahu gak dia siapa?" ucap Rio, sahabat Daniel.

"Tahu," jawab Raya. "Sampah masyarakat, kan?"

Lagi-lagi jawaban Raya membuat semua orang yang ada di sana terbelalak.

"Wah ... benar-benar nih cewek," ucap Rio.

Nathan, sahabat Daniel yang satunya, memegang tangan Raya hendak memberinya pelajaran.

"Ngapain lo pegang-pegang tangan gue?" tanya Raya.

"Meskipun lo cewek, gue gak segan-segan buat ngelukain lo," jawab Nathan. Tatapan datarnya seolah-olah hendak menguliti Raya.

"Lepas atau gue buat lo menyesal karena sudah memegang tangan gue," balas Raya tak kalah sengit.

Nathan tak menghiraukan perkataan Raya. Ia pun berjalan sambil menarik gadis di hadapannya itu.

Raya memutar bola matanya malas dan langsung membalikkan keadaan dengan mendorong Nathan ke dinding. "Meskipun lo cowok, gue gak takut sama lo," bisiknya di telinga Nathan.

Rio yang hendak menolong Nathan langsung saja kena tendangan Raya di perutnya.

"Pasti bakalan asik nih bentar lagi," gumam Raya.

Para siswa mundur saat Raya dengan mudahnya menghajar Daniel, Nathan, dan Rio. Tak butuh waktu lama mereka bertiga sudah terkapar di lantai dengan wajah penuh lebam. Daniel mengulurkan tangannya hendak menarik rambut Raya. Bukannya Raya yang merintih kesakitan, tapi malah dirinya yang tersungkur ke lantai karena didorong.

KlandestinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang