TUJUH BELAS

6 2 0
                                    

~~•Happy Reading•~~

"Sena."

Raya berlari menghampiri Sena yang ada di depan kelas. Ia lantas memeluk sahabatnya itu karena terlampau bahagia.

"Kenapa? Ada apa?" tanya Sena. Ia balas memeluk Raya yang memang tadi tiba-tiba melompat ke arahnya.

Raya pun memberitahukan tentang lamaran Dias dan Mya kepada Sena. Raut wajah Sena yang awalnya terkejut langsung berubah senang. Dirinya bahkan mengangkat tubuh sahabatnya itu, lalu memutarnya.

"Raya, lo kok ninggalin gue, sih?" protes Imel yang baru saja datang. Ia terbelalak saat tiba-tiba Raya membisikkan sesuatu kepadanya.

Raya, Sena, dan Imel sontak saling berpelukan dan berteriak bahagia. Syukurlah semua berbuah manis. Setelah merencanakan pertemuan yang sering kali berakhir tertunda, akhirnya Dias dan Mya terpantau akan naik ke pelaminan.

Meskipun menjadi pusat perhatian, nampaknya ketiganya enggan mengakhiri kebahagiaan ini. Mereka tetap saja berpelukan, hingga suara bel masuk menghentikannya.

"Bergembiralah selagi bisa, sebentar lagi semua senyuman itu bakalan berganti dengan tangisan," ucap seseorang dari kejauhan. Ia beranjak masuk ke kelasnya. Seringaiannya terbit saat sebuah email masuk ke ponselnya. "Akhirnya rencana gue bisa dimulai."

Seketika suasana halaman SMA Taruna Bangsa menjadi sepi. Semua siswa-siswi masuk ke kelasnya masing-masing. Para guru juga sudah mulai membuka kegiatan pembelajaran.

Nampak di koridor sekolah ada Pak Setno yang berjalan menuju mading, berniat menempelkan kertas yang dibawanya. Kertas tersebut berisikan nama siswa yang akan mengikuti study banding ke luar kota seminggu lagi.

Ketika istirahat tiba, beberapa siswa mulai mengerubungi papan mading. Mereka sontak heboh saat melihat kertas yang ditempel Pak Setno tadi. Ada yang senang, ada juga yang sedih. Study banding ini menjadi kesempatan langka karena hanya siswa-siswi terpilih saja yang bisa mengikutinya.

"Ray, nama lo ada di situ," ucap Imel menunjuk tulisan di baris kelima dari bawah. "Wah, beruntung banget lo bisa ikut study banding," imbuhnya.

Raya hanya diam sambil menatap dalam kertas di depannya. Luar kota. Itu berarti dirinya akan berada jauh dari para kakaknya. Meskipun belum pernah mengalaminya, ia tak mau ambil pusing akan hal itu. Hitung-hitung ia belajar mandiri.

"Kantin, yuk," ajak Sena. "Ray, lo terpilih untuk ikut study banding?" tanyanya saat ikut melihat mading. Raut wajahnya berubah seketika saat melihat Raya mengangguk.

"Berarti kita gak bakalan ketemu lagi, Ray?" rengek Sena. Entah kenapa ia tak mau berpisah dengan salah satu sahabatnya ini. Padahal kegiatan study banding tak berlangsung selamanya.

Raya tak menanggapi rengekan Sena. Ia memilih pergi ke kantin sambil menggandeng Imel. Sementara imel, dia malah sibuk meledek Sena yang tak dihiraukan olehnya.

Sebuah pesan masuk mengalihkan perhatian Raya. Ia sontak terbelalak saat melihat isinya. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Siapa orang ini? Bagaimana dia tahu tentang rahasia ini?

Raut wajah Raya yang berubah cemas membuat Sena penasaran. "Ada apa, Ray?" tanyanya.

"Ah, gak ada apa-apa kok," sangkal Raya cepat. Ia berusaha menetralkan rasa terkejutnya.

Sebenarnya Sena masih curiga, tapi melihat Raya yang enggan bercerita membuat dirinya menahan diri untuk bertanya kembali. Ia memilih untuk menyantap makanannya yang baru saja datang.

"Eh, apa ini? Situasi macam apa ini?" celetuk Imel. Ia menatap Sena dan Raya secara bergantian. "Kenapa suasananya jadi canggung begini?"

Raya dan Sena hanya memandang balik Imel. Mereka sama-sama tak berniat untuk menjawab. Entahlah, tiba-tiba saja suasana menjadi seperti ini.

KlandestinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang