DELAPAN

4 3 0
                                    

~~•Happy Reading•~~

Raya menutup pintu kamarnya dan berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Ia menatap cermin dan mendapati matanya sedikit bengkak akibat menangis siang tadi. Ia kemudian naik ke tempat tidur setelah menyambar sebuah buku yang ada di atas nakas. Malam ini dirinya berniat menuntaskan buku yang dipegangnya itu.

Raya melirik keluar sebentar sebelum mulai membaca. Ia bisa mendengar rintik hujan mulai turun. Air hujan yang beradu dengan atap rumahnya menciptakan suara yang menenangkan.

Suara petir yang menggelegar tiba-tiba membuat Raya terkejut. Ia kini meringkuk sambil menutupi telinganya. Ia memang menyukai hujan, tapi tidak dengan petir.

Kilat kembali menyambar dan dengan cepat Raya turun dari tempat tidur menuju pintu kamarnya. Setelah menutup pintu, tubuhnya meluruh. Ponsel di tangannya ia pegang erat-erat, jantungnya berdetak cepat.

Dari arah samping, nampak Wira berjalan mendekati Raya. Ia langsung memeluk tubuh adiknya yang ketakutan. Ia merutuki dirinya sendiri karena tidak cepat datang. Padahal dirinya tahu betul jika Raya takut petir.

Raya menarik lengan baju Wira, memberi tahu kakaknya untuk melihat ponselnya. Wira menatap ponsel dan Raya yang masih ketakutan secara bergantian. Ia menoleh ke belakang saat merasa ada orang datang.

"Bawa Raya ke kamar lo," titah Wira kepada Joey.

Meskipun sedikit bingung, Joey mengangguk setuju. Ia menggenggam tangan adiknya itu menuju kamarnya dan Naka. "Kakak ambilin minum dulu, ya," ucapnya setelah Raya duduk di tempat tidur Naka.

Raya mengangguk. Sesekali ia menoleh ke jendela. Tak berselang lama, Joey datang dengan Wira, diikuti Rendra dan Dias di belakangnya. Mereka menatap Raya yang sedang meminum air hangat pemberian Joey.

"Untuk malam ini kamu tidur di sini aja dulu," saran Rendra.

"Emangnya Kak Naka gak pulang?" tanya Raya.

"Biar nanti dia tidur di kamar kamu," jawab Dias.

Raya mengangguk. Ia memainkan jemarinya di pinggiran gelas. Tatapannya lurus ke dalam gelas tersebut.

"Gak usah takut, kita bakalan temenin kamu," ucap Dias sambil menggenggam tangan Raya.

Setelah Raya tertidur lelap, Dias dan yang lainnya turun menuju ruang tamu. Sebelum itu, Dias sekali lagi memeriksa jendela di kamar Joey dan juga Raya.

"Sebelumnya Raya gak pernah cerita kalau dia lagi diikuti orang?" tanya Dias memulai pembicaraan. Rahangnya mengeras saat teringat cerita Wira tadi.

Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian semuanya. Nampak Naka berdiri dengan sebuah tas dan payung di tangannya. "Barusan ada tamu, ya?" tanyanya.

Semua yang ada di ruang tamu sontak mengerutkan keningnya, tak mengerti maksud perkataan Naka.

"Maksudnya?" tanya balik Joey.

"Barusan gue lihat ada orang yang keluar dari arah rumah kita. Ya, gue kira barusan di rumah kedatangan tamu," jelas Naka. Ia mengambil botol minum dari tas lalu meneguknya, tanpa memperhatikan ekspresi orang di sekitarnya. "Kenapa? Ada yang salah?"

"Lo bilang barusan? Lo ngelihat orang itu baru aja? Bukannya tadi?" tanya Joey sambil menatap Naka menuntut jawabannya.

"Ya barusan lah. Orang gue baru pulang," jawab Naka.

Mendengar penuturan Naka membuat Rendra bergegas menaiki tangga menuju Raya. Ia melihat adiknya itu masih tertidur lelap. Namun bukan itu yang menjadi fokus utamanya, tapi selimut yang digunakan Raya. Ia ingat betul kalau selimut yang dipakai Raya adalah milik Naka. Tapi sekarang yang ada di hadapannya adalah selimut Raya sendiri.

KlandestinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang