ENAM BELAS

6 2 0
                                    

~~•Happy Reading•~~

Hari demi hari telah berlalu. Kehidupan sekolah Raya kini berjalan sesuai keinginannya. Tak ada lagi masalah yang berarti. Ia juga tak lagi menyaksikan aksi pem-bully-an di sekolah ini, bahkan Elsa pun tak pernah lagi mengganggunya. Memang sedikit aneh, tapi ia tak mau ambil pusing dan justru mensyukurinya.

"Raya pulang," ucap Raya. Ia langsung berjalan menuju kamarnya setelah menutup pintu. Langkahnya terhenti saat melihat seseorang di dapur. "Kak Mya?" lontarnya.

Seorang perempuan dengan rambut yang diikat itu pun menoleh. Ia lantas tersenyum saat melihat siapa yang menyebut namanya. "Baru pulang, Ray?" tanyanya.

Raya pun mengangguk antusias. "Kakak ngapain di sini? Kak Dias mana?" tanyanya balik. Ia mengambil segelas air putih yang diberikan Mya.

"Kayaknya masih nerima telpon, deh," jawab Mya seraya melihat ke luar. "Kamu ganti baju sana, Kakak sudah masak makanan kesukaan kamu," imbuhnya.

"Siap," ucap Raya. Ia bergegas ke kamar, lalu mandi dan berganti baju. Kemudian ia kembali ke dapur, berniat membantu Mya yang sedang memasak.

"Eh, kamu mau ngapain?" tanya Mya yang melihat Raya mengambil beberapa sayuran yang sudah disiapkannya tadi.

"Mau bantuin Kakak, biar cepat selesai," jawab Raya. Ia pun mulai memotong sayuran tanpa menghiraukan Mya yang sibuk melarangnya. "Kakak gak usah khawatir, aku bisa masak, kok," ujarnya.

"Beneran?" tanya Mya memastikan. "Tapi kata Dias kamu gak bisa masak," terangnya.

"Pasti Kak Dias bilang kalau cuma dia tukang masak di keluarga ini," terka Raya. Tawanya terdengar saat melihat Mya mengangguk. "Kakakku itu memang luar biasa sekali kalau masalah membanggakan diri. Aku salut banget sama rasa percaya dirinya. Raya harap Kak Mya terbiasa dengan hal itu," ujarnya.

Mya ikut tertawa mendengar penuturan adik dari kekasihnya itu. Kekasih? Ia kembali tertawa, tapi kali ini karena pemikirannya sendiri. Tak pernah terfikir dirinya akan menyebut Dias sebagai kekasih.

Saat pertama kali bertemu dengan Dias, Mya sama sekali tak menyangka jika di masa depan mereka akan bersama. Ia awalnya tak ada niatan sama sekali untuk menjalin hubungan dengan pria yang ditemuinya di pernikahan salah satu sahabatnya itu. Namun sekali lagi, takdir manusia tidak ada yang tahu.

"Kayaknya seru banget nih ngobrolnya. Lagi ngebahas apa?" tanya Dias. Ia baru saja selesai berbicara dengan sekretarisnya tentang rapat hari ini yang memang dirinya tunda. "Pasti topik pembicaraannya itu Kakak, ya?"

Mya dan Raya mengangguk, membuat Dias yang melihatnya sontak tercengang. Bagaimana tidak? Biasanya orang-orang akan mengelak jika ditanya seperti itu, tapi dua orang yang ada di hadapan Dias sungguh berbeda. Mereka dengan gamblang mengakui jika sedang membicarakan Dias.

"Oke, silahkan dilanjutkan," ucap Dias.

"Siap," balas Mya dan Raya kompak. Mereka tertawa saat melihat Dias memasang ekspresi cemberut. Sepertinya mereka puas dan senang sekali jika berhasil menjahili Dias.

Setelah makanan siap, semua keluarga wijaya dan Mya berkumpul di ruang makan. Mereka pun menyantap makanan dan sesekali memuji masakan Mya. Para kakak Raya tidak tahu jika makanan yang tersaji di hadapan mereka ini ada campur tangan Raya. Dias pun tak terpikirkan karena dia mengira jika sang adik hanya membantu seadanya saja.

Raya hanya tersenyum melihat semuanya makan dengan lahap. Ini kali pertama ia memasak untuk para kakaknya karena memang selama ini yang selalu berurusan dengan dapur adalah Dias dan Rendra. Alasan itulah yang membuat para kakaknya tak tahu jika dirinya juga bisa memasak.

KlandestinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang