DELAPAN BELAS

3 2 0
                                    

~~•Happy Reading•~~

“Ken, lo pasti bisa.”

Sudah berkali-kali Ken berusaha meyakinkan dirinya sendiri. Ia kini berada di depan pintu rumah Raya. Setelah berkonsultasi tentang sesuatu dengan sang ayah, ia pun langsung tancap gas menuju rumah salah satu teman sekelasnya itu.

Suara bel yang berbunyi membuat detak jantung seorang Oriana Kendra Raditya semakin cepat. Tangannya nampak basah karena kegugupannya. “Oh,” ucapnya saat melihat bukan Raya yang membukakannya pintu. “Hai, Bang.”

Ken langsung menjabat tangan Joey yang menatapnya penuh tanda tanya. “Raya ada, Bang?” tanyanya.

“Gak ada. Dia pamit keluar sebentar tadi,” jawab Joey. “Ayo, masuk,” ajaknya. Ia pun menyuruh Ken untuk menunggu di ruang tamu sementara dirinya berlalu menghampiri Dias yang ada di kamar.

“Temennya Raya, kan?” ucap Wira yang baru saja keluar dari ruang gym. “Mau ngapain?” tanyanya.

“Ada perlu, Bang, sama Raya. Tapi karena Raya belum datang, saya mau ngomong sama Abang dan yang lainnya,” jawab Ken. Entah mendapat keberanian dari mana ia bisa berbicara seperti itu. Padahal 5 menit yang lalu rasanya ia ingin kencing di celana karena terlalu gugup.

“Tunggu sebentar,” ucap Wira. Ia berniat mandi terlebih dahulu sebelum berbincang dengan teman adik bungsunya itu.

Setelah semuanya berkumpul di ruang tamu, Ken langsung menegakkan punggungnya. Ia tatap satu per satu kakak Raya yang juga sedang menatapnya.

“Gak usah terlalu tegang gitu,” ujar Dias berusaha mencairkan suasana. “Raya tadi sudah gue suruh untuk pulang cepat,” tambahnya.

“Jadi, apa yang mau lo bicarain sama kita?” tanya Rendra. Ia tak ingin berlama-lama di sini karena dirinya memang sedang bekerja tadi. Kalau bukan karena paksaan Dias, ia malas untuk duduk tanpa melakukan apa-apa di sini.

“Saya ke sini mau mengutarakan perasaan saya. Tapi sebelum bertemu Raya, saya mau bilang tentang masalah ini duluan ke Abang,” terang Ken. Ia bisa melihat ekspresi para kakak Raya langsung berubah drastis. Dirinya tak mau ambil pusing karena ini sesuai dengan perkiraannya.

Beruntung tadi Ken sempat mendiskusikan masalah ini kepada ayahnya. Ia meminta saran karena hendak mengutarakan perasaannya kepada seorang gadis yang diam-diam dirinya cintai. Dan berkat wejangan dari sang ayah, ia bisa siap dan kuat dalam menghadapi sikap para kakak Raya akan niatannya.

“Lo sadar sama ucapan lo barusan?” ucap Naka. Ia bisa melihat Ken mengangguk mantap. “Apa alasan lo jatuh cinta sama Raya?”

“Kalau untuk itu, saya juga masih belum tahu apa alasannya. Tapi yang pasti, saya sangat jatuh cinta dan ingin sekali menjaga sekaligus menyayangi Raya,” ujar Ken.

“Perasaan kayak gitu juga dirasain sama seorang teman. Gak ada yang menjamin kalau itu perasaan cinta,” sahut Wira.

Ken mengangguk setuju. “Awalnya saya kira kalau itu hanya perasaan sebagai seorang teman. Tapi setelah melihat Raya yang selalu tertawa bersama Sena, hati saya sedikit tidak terima. Ada rasa cemburu di sana,” jelasnya.

“Kalau memang ini hanya perasaan sebagai seorang teman, sudah pasti saya juga merasakan hal yang sama kepada Imel. Tapi itu tidak berlaku terhadapnya.”

Para kakak Raya sedikit bingung ingin menanyakan apa. Jujur mereka memang tidak ada persiapan menghadapi situasi seperti ini. Mereka sedikit tidak rela jika ada orang yang memiliki perasaan lebih terhadap adik bungsunya itu, tapi juga tidak memungkinkan jika harus menghambat kebahagiaan Raya.

KlandestinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang