Awal Yang Baru

23 5 2
                                    

Mega sekeluarga tinggal di rumah nenek di Solo, Jawa Tengah. Si nenek hanya tinggal bersama seorang pembantu. Maka dari itu keluarga Mega ingin sekali pindah ke Solo untuk menemaninya.

Dulu keluarga Mega tinggal bersama nenek dan kakek di rumah ini sebelum akhirnya bapak Mega dipindah-tugaskan ke Jogja.

Sudah lama bapak Mega mengajukan permohonan untuk pindah ke Solo, namun baru sekarang kantor mengabulkannya.

Nenek Mega senang sekali dengan kehadiran Mega sekeluarga. Malam ini mereka makan malam bersama dengan suasana hangat.

Nenek terus saja tersenyum memandangi cucu-cucunya yang kini telah tumbuh menjadi gadis cantik, “Haah, akhirnya aku nggak sendirian di sini.” kata nenek disela-sela makan, “Aku pikir akan mati sendirian di sini.”

“Nenek jangan gitu ahh, sekarang kan kami sudah kembali,” jawab Ibu Mega.

“Iya, lagian nenek sekarang dapat dua pembantu baru, Nisa dan Mega.” sambung bapak.

Nenek tertawa terbahak-bahak, sementara Nisa dan Mega hanya tersenyum kecil.

“Pembantu apa? Sebentar lagi kan Nisa mau menikah, terus ikut suaminya.” jawab nenek, “Kenapa kalian ini? Kenapa cucu-cucuku jadi pendiam semua? Hah? Dulu cerewet sekali waktu kecil. Kok sekarang jadi diam semua? Kalian kenapa? Tidak suka ya, pindah ke sini?”

“Seneng kok Nek,” jawab Nisa.

“Seneng Nek,” jawab Mega menyusul.

“Terus kenapa diam saja dari tadi? Hah? Nggak suka dengan masakan nenek? Ini bukan nenek yang masak, si Mar itu yang masak,” nenek menunjuk kepada Mbok Mar, pembantu yang selama ini menemaninya, “Kalau nggak enak, besok kita pecat saja si Mar. Kan aku sudah dapat dua pembantu baru.”

“Nenek ini ngomong apa, sih?” sela Ibu.

“Lha abis, anak-anakmu ini kok diam saja dari tadi?”

“Mereka cuma capek mungkin,” jawab ibu menenangkan sambil memeluk Nisa yang duduk di sampingnya.

Nisa dan Mega kembali tersenyum kecil. Mereka sedang memikirkan sesuatu. Mungkin berusaha untuk melepaskan masa lalu. Untuk memulai sesuatu yang baru ternyata tidaklah semudah yang dibayangkan.

Selesai makan, Mega keluar ke halaman rumah untuk mencari udara segar. Dia memandangi sekeliling rumah.

Pada suatu masa, ia memang pernah hidup disini. Mega berdiri memandangi langit. Berusaha untuk mencari dirinya sendiri. Entah dirinya di masa lalu atau dirinya di masa depan.

*

Di sekolah, tim badminton semakin gencar berlatih. Pasangan Lia dan Lusi lagi-lagi berlatih mati-matian melawan Silvia dan Riri.

Meski kemampuan Lusi sudah sedikit meningkat, tapi tetap saja belum bisa menandingi Silvia dan Riri.

Selesai latihan, tim duduk beristirahat sambil membicarakan kejuaraan propinsi. Beberapa anak kelas 2 menyebut-nyebut tentang tim dari Bantul dan Sleman.

“Tim dari Bantul dan Sleman?” tanya Vita, pemain tunggal putri.

“Iya, mereka tim yang hebat dan ditakuti.” jelas Rendi.

“Aku pernah dengar, mereka tidak terkalahkan di setiap kejuaraan kabupaten.”

“Mereka punya pemain andalan. Aku dengar-dengar, mereka punya pelatih yang hebat-hebat.” tambah Fahrul – pemain dari kelas 3 yang sudah lama mengenal seluk-beluk berbagai tim badminton di Yogyakarta.

“Mereka hebat dimana?” tanya Lia, “Di ganda atau di tunggal? Di putra atau di putri?”

“Kalau dari Sleman sih, katanya hebat di tunggal putri dan tunggal putra. Terus ganda campurannya juga lumayan. Tapi untungnya di kejuaraan besok, tidak ada ganda campuran.” jawab Santos, “Kalau dari Bantul, rata-rata, mereka hebat di tim putri. Tunggal putri mereka hebat semua.”

Raket MemoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang