Menyusuri Solo

20 3 1
                                    

Sore ini Mega dan Puput lari bersama lagi. Mereka melewati rute yang berbeda dari kemarin. Cukup jauh, tapi tujuannya tetap sama, rumah Puput.

Saat perjalanan hampir sampai di rumah Puput, mereka berhenti berlari dan berjalan santai. Tiba-tiba datang segerombolan anak menaiki sepeda motor. Anak-anak itu seumuran dengan Puput dan Mega.

“Eh, lihat itu si Puput!” seru salah seorang cewek yang membonceng.

“Ha ha ha, si anak stress!” timpal yang lain, “Woii, Putput! Wah, kali ini ada teman yang mau kamu ajak stess ya? ha ha ha ha.”

Yang lain pun ikut tertawa, “Ha ha ha ha.”

“Kalau stress jangan ajak-ajak orang dong!” sambung salah satu cowok.

Puput hanya diam saja melalui mereka tanpa menoleh. Mega kebingungan dengan apa yang terjadi.

“Sana urus bapakmu, jangan lari-lari aja! Ntar stress-nya menular kemana-mana lagi!” sambung yang lain.

“Bener tuh, sudah ada satu yang ketularan! ha ha ha ha.”

“Ayo Mega, kita lari!” ajak Puput yang segera mengambil lari kecil.
Mega yang kebingungan pun lalu segera menyusul Puput. Mereka berlari menjauhi anak-anak iseng itu. Salah satu cewek berteriak, “Kalau stress nyemplung ke sungai aja! Ha ha.”

Gerombolan sepeda motor ugal-ugalan itupun segera melaju kencang.

“Siapa mereka? Nyebelin banget!” tanya Mega.

“Mereka teman-teman sekolahku, anak sekitar sini juga,” Puput berhenti berlari dan mulai berjalan lagi.

“Jahat banget sih! Kenapa kamu dibilang stress? Kayaknya mereka sendiri deh yang stress!”

“Ayo, kutunjukkan sesuatu!” ajak Puput.

Mereka berdua sampai di pekarangan rumah Puput. Rumah itu tidak berpagar, hanya terdapat hamparan ilalang di sekitarnya. Namun ilalang itu terkesan rapi karena Puput sering memotongnya. Puput masuk rumah terlebih dahulu, sementara Mega masih melepas sepatunya.

“Kamu tahu? Aku juga pernah melihat dinding-dinding rumah yang dipenuhi topeng seperti ini,” ungkap Mega.

“Oh ya? Di toko kerajinan pasti.”

“Bukan. Di rumah guruku, di Jogja.”

“Gurumu juga pengerajin topeng?”

“Bukan.” Mega sudah selesai melepas sepatunya dan segera memasuki pintu rumah Puput.

“Terus?” tanya Puput sambil berdiri menyamping di pintu, mempersilakan Mega masuk.

“Ceritanya agak panjang. Guruku itu memajang banyak topeng agar selalu mengingatkan dirinya untuk tidak memakai topeng dalam kehidupan.”

Puput terdiam menatap Mega.

“Ha ha, nggak usah dipikirin!” Mega tersenyum geli melihat Puput tampak serius mendengarkan ceritanya.

“Gurumu itu pasti tahu banyak tentang kehidupan,” komentar Puput.

“Ya begitulah.”

“Beda dengan di sini Mega. Gurumu memajang topeng karena arti tertentu. Tapi di sini kami memajang banyak topeng cuma karena tidak laku. Tidak ada artinya sama sekali.”

Mega terkejut mendengar itu, “Jangan bilang gitu. Mereka ini kan karya bapakmu.”

“Hasil karya yang tidak laku.” 

“Jangan gitu ah,” jawab Mega.

“Kamu lihat topeng-topeng di sini. Apa ada yang aneh?” tanya Puput.

Raket MemoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang