Saat-saat Penentuan

27 2 0
                                    

“Apa yang terjadi?” tanya  kepala sekolah, “Kenapa Lia ingin mengusir wartawan itu?!”

Salah seorang siswa yang duduk disamping kepala sekolah menjawab, “Si Rio itu adalah mantan pacar Mega Pak. Dengar-dengar alasan Mega pengin pindah ke Solo juga karena Rio.”

“Hah? Begitu?” kepala sekolah manggut-manggut kesal, “Kalau begitu wartawan itu harus diusir dari sini!”

Mega bersiap untuk melakukan servis. Dia kembali memejamkan mata berusaha untuk berkonsentrasi. Sedapat mungkin dia ingin mengenyahkan bayangan Rio dari benaknya.

Lia juga sudah bersiap dengan masih menyimpan perasaan kesal. Nafasnya pun belum stabil.

Kok segera dipukul oleh Mega. Kok melesat semakin jauh dan jauh melewati net! Kok segera dikembalikan oleh Tim Sleman, dan permainan pun segera berlanjut sengit.

Tanpa menunggu lama lagi, Lia segera mengeluarkan smash. Kali ini cukup keras, tajam dan emosional. Namun itu berhasil! Satu angka tercetak untuk SMU 19!

Supporter kembali riuh memberikan semangat kepada Mega dan Lia.
Kepala sekolah mendekati Rio dengan tergesa.

Ia menarik tangan Rio dan menyeretnya keluar GOR. Rio merasa heran dan kebingungan, “Ada apa Pak?”

“Kamu keluar dari sini!”

“Ta, tapi saya wartawan sekolah!”

“Saya tidak peduli!”

Kepala sekolah berhasil menarik Rio keluar GOR dan berkata pada penjaga pintu untuk tidak mengizinkan Rio masuk. Kepala sekolah akan melakukan apapun demi kemenangan tim, termasuk mengusir salah satu muridnya sendiri. Rio hanya bisa menyimpan kekesalannya dalam hati di luar pintu GOR.

Rio duduk di lantai dengan gusar. Ia berpikir bagaimana caranya untuk masuk kembali kedalam GOR. Ia pun berkeliling untuk mencari celah masuk.

Setelah beberapa lama berjalan, ia melihat pintu khusus panitia. Dilihatnya beberapa panitia keluar masuk dari pintu itu.

Rio segera memasuki GOR dari pintu itu. Ia memperlihatkan tanda wartawan sekolah pada penjaga. Tak ada yang menahannya masuk karena kepala sekolah hanya berpesan untuk menahan Rio kepada para penjaga pintu utama.

Di dalam lapangan, tekanan-tekanan dari Lia dan Mega ternyata cukup ampuh untuk mempertahankan permainan. Satu smash dari Lia lagi-lagi mencetak angka. Tinggal butuh 5 angka lagi, dan SMU 19 bisa menyusul. Penonton pun semakin geregetan.

Rio pun kembali hadir di sisi luar lapangan Mega. Ia kembali pada posisi tepat di depan Mega. Mega dan Lia pun kembali terbelalak dengan hadirnya Rio.

“Kenapa orang itu kembali?!” umpat Lia kesal.

“Sudah, biarkan saja!” jawab Mega.

Mega akan melakukan servis. Lagi-lagi ia memejamkan mata. Tim Sleman saling pandang. Mereka keheranan dengan sikap Mega yang berulang-kali memejamkan mata sebelum servis.

Mega memaksakan diri untuk fokus dan berusaha berhenti memikirkan Rio. Lia yang ada dibelakang Mega pun tak kalah cemas.

Apakah servis Mega kali ini akan berhasil lagi? Pertanyaan ini muncul setiap kali Mega akan melakukan servis.

Ini adalah match point. Jika servis kali ini gagal, maka Tim Sleman memenangkan set ini.

Kok segera dipukul oleh Mega. Benda putih yang terbuat dari bulu-bulu unggas itu segera melayang pelan di mata Mega, sangat pelan. Melaju sentimeter demi sentimeter.

Kok masih belum melewati net. Tim Sleman sudah bersiap untuk mengantisipasinya. Kok meluncur semakin dekat dengan net.

Mega tiba-tiba saja merasa takut, dia merasa kok itu meluncur kurang tinggi. Sepertinya akan membentur net. Dan benar! Kok itu pun membentur net bagian atas! Mega dan Lia serentak kaget.

Raket MemoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang