Esok harinya, pelajaran Bahasa Inggris sedang berlangsung di kelas Mega. Sang Guru Bahasa Inggris adalah wali kelas Mega, namanya Bu Sri.
Jam pelajaran hampir selesai. Bu Sri berkata pada Mega, “Mega, nanti jam istirahat ke kantor kepala sekolah ya.”
Kontan teman-teman sekelas memandang ke arah Mega. Mereka pikir pasti Mega sedang terlibat masalah. Mega pun hanya menjawab tenang, “Iya Bu.”
Lia sedang berjalan melewati kelas Mega saat jam istirahat dimulai. Dia berpapasan dengan Mega yang hendak menuju kantor kepala sekolah.
Mereka terdiam dan saling tatap beberapa saat. Karena tak ada sepatah kata pun yang keluar, Mega pergi begitu saja meninggalkan Lia. Lia pun hanya diam saja menghela nafas melihat Mega pergi.
Bu Sri ternyata sudah berada di dalam kantor kepala sekolah. Mereka duduk di kursi sofa yang biasa digunakan untuk menjamu tamu-tamu sekolah.
“Duduk Mega, Bapak memanggil kamu untuk membicarakan perpindahan kamu,” kepala sekolah memulai pembicaraan.
Mega terdiam memandang kepala sekolah, lalu menatap Bu Sri sejenak.
“Begini Mega, sekolah tidak bisa mengizinkan kamu pindah untuk sekarang ini.”
“Kenapa Pak?” tanya Mega terkejut.
“Sekolah hanya bisa mengurus perpindahan kamu setelah kenaikan kelas nanti.”“Kenapa Pak? Kan nggak harus menunggu kenaikan kelas untuk pindah?”
“Iya. Tapi ini peraturan sekolah yang baru. Jadi Bapak harap kamu pindah setelah kenaikan kelas saja, ya?”
Mega terdiam dan kembali menatap ke arah Bu Sri. Bu Sri pun hanya terdiam membalas tatapan Mega.
“Lagi pula, kamu akan menghadapi kejuaraan propinsi, kan? Jadi Bapak tidak bisa menandatangani surat perpindahanmu itu sekarang. Surat itu Bapak simpan dulu, besok kalau kenaikan kelas, baru bapak tanda tangani.”
“Pak, tolong. Saya segera mau pindah ke Solo. Tidak bisa menunggu sampai kenaikan kelas.”
“Ya, ya. Bapak juga tahu kalau alasan perpindahan kamu karena keluargamu akan pindah ke Solo. Jadi begini Mega,” kepala sekolah mengambil nafas sejenak, “Bapak sudah membicarakannya dengan Bu Sri, dan Bu Sri pun juga sudah setuju. Sampai kenaikan kelas besok, kamu bisa tinggal di rumah Bu Sri. Bu Sri ini kan tinggal sendirian di rumahnya yang bagus itu.”
Mega menatap kepala sekolah dan Bu Sri tak mengerti. Kemana sebenarnya arah pembicaraan ini.
“Lagipula, kamu kan bisa belajar dengan dibimbing oleh Bu Sri kalau tinggal serumah dengannya. Bagaimana? Rumah Bu Sri juga tidak terlalu jauh kok. Bahkan kamu bisa berbarengan berangkat dan pulang sekolah naik mobil Bu Sri. Jadi kamu tidak perlu naik bus.”
Bu Sri tersenyum tanpa mengucapkan kata-kata. Wajah cantik Bu Sri tampak berseri-seri mengharapkan kesediaan Mega.
Bu Sri memang guru yang masih muda. Dia sangat cantik dan terlihat masih seperti seorang mahasiswi.
“Terima kasih Pak, tapi saya tidak bisa. Saya harus segera pindah Pak. Saya harus ikut keluarga ke Solo.”
Kepala sekolah terdiam memandang ke arah Bu Sri, lalu kembali ke Mega, “Begini Mega, jujur saja, sebenarnya Bapak itu, bukan hanya Bapak, tapi juga para guru ingin kamu ikut kejuaraan propinsi dahulu sebelum pindah.”
Mega mulai mengerti arah pembicaraan kepala sekolah.
“Yah, kamu kan tahu, itu adalah kejuaraan yang besar dan bergengsi. Kalau kalian menang kan bisa mengharumkan nama sekolah.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Raket Memori
Teen FictionMega dan Lia adalah pelajar SMA sekaligus pemain bulutangkis yang harus menghadapi peliknya pertandingan, cinta dan kehidupan