Dan begitulah akhirnya. Kak Nisa berpacaran dengan Kak Ari. Mungkin sebentar lagi menikah. Butuh lima tahun bagi mereka untuk menemukan cinta. Dan butuh lima tahun bagiku untuk menemukan diri sendiri.
Kak Ari mengerjakan beberapa proyek musik dengan teman-temannya. Sepertinya mereka akan mendirikan event organizer dan production house sendiri.
Lia memutuskan sesuatu pada suatu siang. Ia mendatangi ruang KIR.
“Boleh aku bergabung dengan KIR?”
Semua terdiam menunggu respon dari Neni, sang ketua KIR.“Apa yang kamu tahu tentang karya ilmiah?” tanya Neni ketus.
“Ehm, tidak banyak. Hanya sedikit-sedikit saja. Tadinya aku nggak begitu tertarik, tapi rasanya aku mulai tertarik sekarang.”
“Kamu tidak perlu tahu banyak hal untuk jadi ilmuwan. Yang penting, kamu pengin tahu!” jawab Neni tersenyum, “Selamat datang di KIR!”
“Yeee!” anggota KIR bersorak kegirangan.
Lia tersenyum, sementara anggota KIR menyalami Lia satu persatu. Bahkan Neni memeluk Lia erat.
“Kita punya dua atlit di KIR!” seru salah seorang.
Lia kini menjadi bagian dari tim badminton dan tim KIR. Ia juga terlihat semakin akrab dengan Yogi.
Kurasa suatu saat nanti mereka akan berpacaran. Rio masih berpacaran dengan Selly. Itu tidak penting lagi bagiku. Sama sekali!
Aku mengajak Bu Sri ke Solo pada suatu Minggu. Tentu saja untuk menemui pengerajin topeng paling fantastis di dunia saat ini.
Puput menyambut kami di halaman rumah dan mengajak kami masuk. Bu Sri begitu terpana melihat isi rumah Puput. Ternyata bapak Puput sedang memajang sebuah topeng. Puput terkejut melihat topeng yang sedang dipajang. Ia berjalan mendekat tak percaya.
“Pak, to, topeng ini?”
Bapak Puput tersenyum, “Bagus nggak?”
“Ini topeng yang bapak buang ke tempat sampah, kan?”
Bapak Puput mengangguk.
“Kenapa Bapak menyelesaikannya? Bukannya Bapak tidak bisa membuat topeng selain berwajah ibu?”
Bapak Puput menghela nafas, “Aku rasa, ini saatnya memulai lembaran baru!”
Puput tersenyum senang mendengarnya.
“Eh, Mega. Apa kabar?” sapa bapak Puput, “Kamu dengan siapa?”
Kulihat sinar mata bapak Puput berbinar saat melihat Bu Sri. Mereka pun berkenalan dan saling berbincang.
Bu Sri sangat mengagumi karya bapak Puput. Ia pun diajak berkeliling untuk melihat-lihat topeng-topeng yang begitu banyak di rumah ini.
Aku berbincang di teras rumah bersama Puput.“Kamu akan punya ibu baru. Seorang guru Bahasa Inggris!”
“Apa? Jadi itu yang kamu rencanakan Mega?” tanya Puput tak percaya.
Mega hanya tertawa geli.
Puput ikut tertawa, “Terimakasih Mega.”
“Tidak, aku yang terimakasih, Put.”
Aku tak tahu bagaimana cara untuk berterimakasih kepada Puput. Ia telah memberiku banyak pelajaran. Begitu juga dengan nenek.
Aku akan sering-sering ke Solo untuk menemaninya, dan sekaligus belajar banyak darinya.
Raket dari kakek selalu kubawa dalam setiap pertandingan. Tidak selalu kupakai, tapi akan selalu kubawa.
Dengan begitu, seolah aku merasa kakek selalu mengikuti dan mendukungku. Aku pun melanjutkan sekolah di Jogja tanpa rasa takut lagi.
Puput mengajakku berjalan-jalan di pinggir sungai sore itu. Benar-benar hari yang sangat indah.
Seiring kita tumbuh, kita belajar banyak hal. Sama seperti dalam pertandingan, kadang itu mengharuskan kamu kalah dan jatuh. Takut dan menyerah. Tapi jangan khawatir. Karena kehidupan juga akan mengajarkanmu bagaimana caranya untuk menang.
Dan siapa yang akan menghalangi kemenangan datang pada orang yang sungguh-sungguh menginginkannya dengan cara yang bijaksana?
Mega
****
(Selesai)
![](https://img.wattpad.com/cover/318839597-288-k15303.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Raket Memori
Dla nastolatkówMega dan Lia adalah pelajar SMA sekaligus pemain bulutangkis yang harus menghadapi peliknya pertandingan, cinta dan kehidupan