Hari ini adalah latihan terakhir tim badminton sekolah. Pertandingan propinsi akan dimulai besok. Latihan sore hari ini pun hanya berlangsung sebentar kemudian diisi dengan briefing singkat.
Sepulang latihan, Lia menyempatkan diri untuk berjalan-jalan di depan SD-nya dulu. Dilihatnya ada beberapa anak perempuan sedang bermain lompat tali di halaman sekolah.
Mereka seumuran dengan Lia dan Mega ketika masih kelas 5 SD. Lia berhenti di luar pagar dan memandangi anak-anak itu. Dia jadi teringat saat berlatih badminton berdua dengan Mega.
Tiba-tiba saja, anak-anak yang bermain lompat tali itu berubah menjadi dirinya dan Mega yang sedang berlatih badminton. Bayangan masa lalu itu terasa begitu nyata di benak Lia.
Cukup lama Lia berdiri memandangi masa lalu itu. Dan anak-anak yang sedang bermain lompat tali itu memandang balik ke arah Lia dengan keheranan.
Lia tersenyum kaget saat menyadari dia dipandangi oleh anak-anak itu. Bayangan masa lalu tiba-tiba lenyap. Lia pun segera beranjak pergi.
Tidak seberapa jauh melangkah, ia menjumpai seorang penjual salome. Beberapa anak dan ibu-ibu muda sedang membeli salome.
Dilihatnya, sang penjual salome masih sama dengan yang dulu. Penjual itu terlihat lebih tua, tapi senyum ramahnya tetap tidak berubah. Lia menghampiri sang penjual.
Dia membeli salome bersama beberapa anak-anak dan ibu-ibu muda. Saat tangan sang penjual menyerahkan salome, tiba-tiba saja Lia teringat dengan tangan Mega yang seringkali menyerahkan salome pesanannya.
Tangan sang penjual berubah seketika menjadi tangan Mega yang kecil dan imut. Dan tiba-tiba saja, wajah Mega yang sedang tersenyum juga hadir di situ sambil berkata, “Ini punyamu, Lia.”
Lia perlahan menerima salome itu. Namun saat tangannya menggenggam salome, bayangan Mega menghilang.
Tangan imut Mega berubah menjadi tangan sang penjual. Senyuman manis Mega pun seketika berubah menjadi senyuman ramah sang penjual.
Lia memakan salome yang dibelinya sambil berjalan pulang. Itu adalah jalan yang selalu dilewatinya bersama Mega, dan anehnya, salome itu tidak terasa enak lagi seperti dulu.
Sebenarnya, salome memang tidak pernah terasa enak bagi Lia. Dulu terasa enak karena ia memakannya bersama Mega.
Lia berhenti memakan salome itu. Ia berdiri menatap sawah-sawah di pinggir jalan dan membicarakan banyak hal.
Angin bertiup sedikit kencang. Suaranya yang lembut menyapu kepekaan gendang telinga dan menghasilkan melodi suara hembusan angin yang terasa nyaman.
Jauh di tengah sawah, terlihat pak tani sedang sibuk memeriksa sawahnya. Sementara Lia sibuk memeriksa kenangan-kenangan masa lalu yang mungkin masih tertinggal.
Dia mencari sisa-sisa kenangan bersama Mega. Mungkin sekedar mencari kekuatan untuk menghadapi pertandingan besok. Karena besok adalah untuk pertama kalinya ia bertanding tanpa Mega.
*
Mega pulang baru saja pulang dari berlari ke rumah Puput.
“Nenek sakit, tuh.” kata Nisa.
“Hah? Sakit apa?” Mega segera bergegas menuju ke kamar nenek.
Di kamar, ibu sedang membetulkan selimut nenek.“Kenapa Bu?” tanya Mega pelan mendekati tempat tidur nenek.
“Kecapekan aja sepertinya, masuk angin,” jawab ibu, “Biar nenek tidur dulu.”
Malam harinya, Mega menunggui nenek sambil bercengkerama. Nenek sudah bisa bercanda dan tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raket Memori
Teen FictionMega dan Lia adalah pelajar SMA sekaligus pemain bulutangkis yang harus menghadapi peliknya pertandingan, cinta dan kehidupan