Raket Memori

51 5 2
                                    

Di Solo, Mega menghabiskan waktu bersama nenek dan Mbok Mar. Bapak Mega sudah mulai masuk kantor.

Sedangkan ibu membantu Nisa mempersiapkan rumah makan barunya. Nisa akan membuka rumah makan yang cukup jauh dari rumah Nenek.

Mega belum bisa masuk sekolah yang baru sebelum surat perpindahan dan rapor diberikan dari sekolah yang lama.

Bapak Mega sudah menelpon ke sekolah dan pihak sekolah menjawab agar mereka menunggu dikeluarkannya surat dan rapor itu. Padahal surat itu ditahan oleh kepala sekolah.

Kepala sekolah masih berharap Mega bersedia kembali untuk ikut kejuaraan propinsi. Tapi Mega benar-benar tidak mau kembali.

Mega tidak akan ambil pusing. Baginya, tidak masalah jika harus mengulang dari kelas satu lagi di tahun ajaran depan. Baginya tak mengapa tertinggal satu tahun, asalkan dia bisa keluar dari sekolah lamanya.

Kegiatan Mega di rumah dihabiskan dengan membantu pekerjaan Mbok Mar. Rumah nenek yang cukup besar itu membuat Mega merasa kasihan kepada Mbok Mar yang sendirian mengurusnya.

Dulu nenek punya satu lagi pembantu laki-laki yang bertugas bersih-bersih. Tapi nenek memberhentikannya karena sudah terlalu tua. Sampai sekarang nenek belum memperkerjakan orang lain lagi.

Mega pergi ke gudang setelah selesai membantu pekerjaan Mbok Mar. Dia penasaran dengan gudang yang terlihat jarang dimasuki itu. Mega membuka pintu yang ternyata tidak terkunci. Dia melangkah masuk.

Udara yang pengap pun segera terasa. Gudang itu dipenuhi barang-barang yang cukup kotor dan berdebu.

Mega berkeliling melihat-lihat barang-barang didalamnya. Dia tertarik dengan sebuah kotak yang rasanya tidak asing lagi baginya.

Dibukanya kotak itu. Dan memang benar dugaannya, itu adalah kotak tempat Mega dulu menyimpan mainan-mainannya.

Mega mengambil beberapa mainan dari dalam kotak.
Ada beberapa boneka, mainan dakon, ular tangga, kartu-kartu anak-anak, bola bekel dan balon pelampung yang terlihat sobek disana-sini.

Di bawah semua mainan itu, dia menemukan dua buah raket badminton. Mega mengambil keduanya. Senar-senarnya sudah kendor, bahkan salah satu raket terlihat sedikit bengkok.

Siapa yang menaruh raket ini di sini? Pikir Mega. Dia mengamat-amati kedua raket itu dan meniup debu-debu yang menyelimutinya.

Mega teringat kenangan bersama raket-raket itu. Dulu sewaktu kecil, dia merengek-rengek minta dibelikan raket. Bapak dan Ibu belum sempat membelikannya, tapi justru kakek yang membelikannya.

Mega senang sekali waktu itu dan setiap hari selalu mengajak semua orang di rumah bermain badminton. Paling sering, Mega bermain badminton dengan kakek.

Saat pindah ke Jogja, Mega meninggalkan raket-raket itu di rumah ini karena bapak membelikannya raket baru yang lebih bagus.

Setelah beberapa lama pindah ke Jogja, keluarga Mega jarang mengunjungi nenek dan kakek di Solo. Bapak jarang mendapatkan libur. Mungkin hanya saat libur panjang atau lebaran saja mereka berkunjung ke Solo.

Dan kakek pun meninggal dunia saat Mega kelas 4 SD. Dua tahun setelah keluarga Mega pindah ke Jogja.

Mega membawa keluar kedua raket itu dari gudang dan membersihkannya. Dia hendak memajangnya di ruang tengah.

Terdengar suara gaduh. Mega sedang memasang paku di dinding ruang tengah. Beberapa kali jarinya kena pukul, namun itu tidak menghentikan semangatnya. Setelah paku terpasang, dia segera memajang kedua raket itu.

Mendengar suara gaduh, nenek segera datang ke ruang tengah dengan tergopoh-gopoh, “Mega, sedang apa kamu?!” tanya nenek yang segera mendongak ke atas karena Mega naik ke atas kursi.

Raket MemoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang