Lima tahun yang lalu, Mega dan aku masih kelas 5 SD. Meski aku dan Mega satu sekolah dan rumah kami tidak terlalu jauh, tapi kami menjadi akrab gara-gara les badminton di salah satu klub yang tidak jauh dari sini. Pelatih sudah melihat kemampuan kami sejak awal dan menjadikan kami sebagai pasangan ganda. Kata pelatih, kami bermain kompak dan bagus.
Di keluarganya, hanya Mega yang berbakat bermain badminton. Sejak kecil dia sudah tertarik dengan badminton dan merengek-rengek minta dibelikan raket. Jadi ketika ada klub badminton yang berdiri tidak begitu jauh dari sini, keluarga Mega segera memasukkannya.
Kak Nisa-lah yang bertugas mengantar-jemput kami setiap kali les badminton di klub. Jarak klub dari sini sekitar dua kilometer. Sering kali Mega merengek ingin naik bus untuk berangkat les, tapi orangtuanya selalu melarang.
Sejak kecil Mega memang seorang pemberani, namun selalu dikekang oleh kedua orangtuanya. Tidak boleh ini dan itu.
Pada suatu ketika, gara-gara kegiatan kampung 17 Agustusan, Kak Nisa jadi dekat dengan seorang pemuda bernama Kak Ari.
Kak Ari adalah sarjana yang baru saja lulus tapi belum bekerja. Saat itu Kak Ari menjadi ketua panitia 17 Agustusan. Mega juga sering ikut kegiatan itu bersama Kak Nisa.
Mega selalu mengikuti lomba anak-anak yang disukainya. Ia pun jadi akrab dengan Kak Ari.
Sifat Kak Ari yang ramah dan lucu membuat Mega menyukainya. Mega kadang merengek-rengek kepada kakaknya untuk menemui Kak Ari.
Waktu itu Mega tidak diizinkan untuk bermain keluar rumah sendirian. Jadi dia harus ditemani Kak Nisa jika pergi kemana-mana.
Mega semakin akrab dan menyukai Kak Ari. Kadang dia cemburu kepada kakak Nisa, karena dia tahu, Kak Ari sedang berusaha mendekati Kak Nisa.
Pada suatu hari, Kak Ari dengan bercanda menantang Mega untuk bermain badminton. Dengan syarat, kalau Kak Ari menang, Mega harus menyerahkan Kak Nisa untuk menjadi pacar Kak Ari.
Mega merasa panas dan cemburu dengan tantangan itu. Padahal Kak Ari cuma bercanda saja.
Mega menanggapi serius tantangan Kak Ari dan dia mengajukan syarat, kalau Mega menang, Kak Ari harus berhenti menyukai dan mendekati Kak Nisa.
Kak Ari hanya tertawa saja mendengarnya. Ia berkata kepada Mega bahwa dia hanya bercanda. Namun Mega bersikeras untuk tetap bertanding. Sejak kecil Mega sudah percaya diri. Dia yakin sekali bisa mengalahkan Kak Ari.
Pikiran anak-anak yang sedang cemburu memang aneh. Akhirnya mereka berdua pun bertanding di lapangan kampung. Aku ikut menonton.
Kak Ari bersedia bertanding karena Mega terus memaksa. Dia ngambek berat saat Kak Ari tidak mau bertanding. Akhirnya Kak Ari mau bertanding hanya sekedar untuk menenangkan Mega.
Kak Nisa dan beberapa anak-anak ikut menyaksikan pertandingan aneh itu. Kak Nisa tak tahu sama sekali perihal pertandingan ini.
Dia pikir hanyalah permainan biasa saja. Kak Nisa pikir, Mega mungkin sedang terbawa semangat 17 Agustusan saja.
Selama ini, Mega selalu menantang bertanding orang dewasa siapa saja yang ada di rumahnya – termasuk Kak Nisa ataupun saudara-saudara yang datang ke rumah. Jadi Kak Nisa menganggap pertandingan Mega melawan Kak Ari adalah hal yang sudah lumrah.
Mega kalah dalam pertandingan itu. Padahal tadinya Kak Ari segaja ingin mengalah. Mega marah dan pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Kak Ari jadi kebingungan dengan sikap Mega. Dia berusaha membujuk dan menenangkannya, tapi Mega tetap tidak mau bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raket Memori
Teen FictionMega dan Lia adalah pelajar SMA sekaligus pemain bulutangkis yang harus menghadapi peliknya pertandingan, cinta dan kehidupan