00. Epilogue

40 17 4
                                    

Di taman Kastil Camelot, seorang wanita berkacamata dengan rambut keunguan sedang menatap bulan purnama, ketika seorang pria dengan zirah baja raksasa mendekatinya dari belakang. Wanita itu menggunakan zirah seorang ksatria terbang, tapi zirah yang dikenakannya sedikit berbeda dari zirah ksatria terbang pada umumnya. Zirah yang dikenakan wanita itu lebih bagus dan juga lebih kuat, menandakan bahwa dia seorang yang berkelas tinggi di antara ksatria terbang. Dan pria bertubuh besar yang mendekatinya itu juga seorang ksatria berkelas tinggi.

“Apa pertemuan di dalam terlalu membosankan hingga kau memutuskan untuk keluar?” tanya Bors sang Jendral Ksatria Berat.

“Aku hanya ingin mencari udara segar,” jawab Martha sang Jendral Ksatria Terbang. “Jadi, bagaimana hasil pertemuannya?”

Setelah pertempuran dengan Gawain dan Morgan berakhir dengan kemenangan Altria Bersatu. Sebuah pertemuan terbesar di Altria, yang mempertemukan seluruh pemimpin kerajaan, kota besar, dan ketua desa yang memiliki pengaruh besar di Altria diadakan demi membahas keadaan Altria pasca perang. Pertemuan itu merupakan ide dari Putri Kerajaan Camelot dan bertujuan agar tidak hanya para ksatria yang akan memikirkan pertahanan dan kedamaian di Altria, melainkan semua penduduk Altria, melalui pemimpin di tempat mereka masing-masing sekarang diharap bisa mengeluarkan suara dan mengajukan pendapat mereka untuk Altria.

“Fokus utama pertemuan ini adalah mendiskusikan tentang pembangunan kembali Altria setelah kekacauan yang terjadi. Selain itu juga tentang calon pengganti para Lord Knight yang telah gugur akibat perseteruan dengan Gawain.”

“Apa kau mendengar beberapa nama?”

“Tristan, Dinadan, Elysia, dan juga pemimpin dari Saxon. Mereka adalah orang-orang yang berjasa besar terhadap kemenangan Altria Bersatu melawan pasukan Gawain. Tapi hanya Tristan dan Dinadan yang mau mengisi posisi itu.”

“Begitukah..”

“Kau tidak terlihat terkejut. Apa kau sudah menebak semua itu?”

“Dari apa yang telah terjadi, dan juga mengingat orang-orang yang berpengaruh besar dalam pertempuran melawan pasukan Gawain, maka ya, aku sudah hampir menebak hasil pertemuan ini.”

“Hah..” Bors menghela nafas. “Sejak dulu, aku tidak pernah bisa mengerti cara pikirmu. Mungkin karena itulah kau disebut si Jenius.”

“Hm, kau tidak perlu mengerti. Bukankah sejak dulu kau lebih suka mengasah ototmu dibandingkan kepalamu?”

“Sepertinya lidahmu itu jadi lebih tajam dibanding saat kita belum menjabat jadi Lord Knight.” Martha membalasnya dengan tersenyum. “Jika kau sudah menebak semua itu, apa kau tahu alasannya kenapa hanya Tristan dan Dinadan yang mau posisi idaman para ksatria itu?”

“Kalau soal pemimpin Saxon, kemungkinan besarnya itu karena dia tidak ingin dekat dengan kerajaan dan juga para ksatria. Dan mungkin karena mereka juga masih membenci kita karena perseteruan yang pernah terjadi antara Saxon dan Camelot dahulu. Kalau Elysia.. yah, kau sendiri pasti tahu bagaimana sifatnya. Dia bukanlah orang yang suka terikat dengan peraturan yang akan membatasi pergerakannya. Dia mencintai kebebasan.”

“Kau benar. Mungkin karena itu Raja Meliodas terlihat gusar dan lebih pendiam dalam pertemuan itu.”

“Lagipula, jika Elysia yang seperti itu menjadi seorang Lord Knight, mungkin dia akan membuat kekacauan yang lebih besar daripada Gawain.” Martha kemudian terlihat jika sedang menahan untuk tertawa. “Hmhm. Sebenarnya bukan hanya karena itu raja kami terlihat seperti itu.”

“Benarkah? Apa terjadi sesuatu?”

“Aku berencana untuk berhenti menjadi Lord Knight dan mulai fokus untuk mengajar di akademi.”

Bors nampak terkejut. “Kau serius ingin melepas jabatan itu?”

“Ya. Aku sudah memikirkannya. Aku tidak bisa menjalankan tugasku sepenuhnya sebagai Lord Knight jika aku juga harus mengurus akademi sebagai kepala sekolah, dan begitupun sebaliknya. Cepat atau lambat, aku harus memilih antara Lord Knight atau pengajar, dan melepas yang lainnya. Dan setelah memikirkannya, aku memilih untuk mengajar para generasi muda Ksatria Terbang.”

“Itu sebuah keputusan yang besar. Jadi kau juga akan meninggalkanku sebagai satu-satunya teman bicara yang mengabdi kepada raja yang egois.”

Martha tertawa. “Hahaha.. teruslah berjuang.”

“Benar juga. Sebenarnya ada satu lagi nama yang disebutkan selain berempat itu. Tapi aku lupa namanya.”

“Apa dia si pemanah yang menembak Monster Morgan?”

 “Ya. Aku masih tidak percaya dengan apa yang ia lakukan. Berhadapan muka dengan monster ular itu, dia benar-benar nekat. Jika Putri terlambat melindunginya dengan sihir, aku tidak tahu apa yang akan terjadi.”

“Tapi berkat dia kita berhasil mengalahkan makhluk itu sebelum lebih banyak lagi korban yang akan jatuh.”

“Kau benar. Aku tidak mendengar kabar apapun tentangnya setelah perang berakhir. Bagaimana denganmu?”

“Sayangnya aku juga tidak tahu apa-apa mengenai dirinya. Mungkin saat ini dia sedang hidup damai di dalam hutan, dan tidak ingin ada yang menggangunya.”

“Dengan kemampuan dan keberaniannya itu, dia akan menjadi ksatria yang hebat jika saja dia mau bergabung dengan kita. Dan dengan begitu, kita juga bisa mengetahui masa lalunya. Apakah benar jika dia adalah—“ Bors berhenti berucap. 

“Ada apa?”

“Tidak apa-apa.” Bors sadar jika dia tidak seharusnya membicarakan sesuatu yang harusnya menjadi rahasia hanya antara dirinya dan Raja Caerleon.

“Hei,, apa mereka juga membicarakan tentang sosok pengganti Paladin selanjutnya? Apa mereka menyebut nama bocah Serigala itu?”

“Ya. Tapi kudengar dia menolaknya.”

Martha nampak terkejut. “Benarkah?” Bors mengangguk.

“Itu sangat mengejutkan, Apa kau tahu alasannya?”

“Dia bilang jika dia ingin pergi ke Magi dan menyelesaikan masalah di sana.”

“Magi, ya? Sepertinya dia belum ingin berhenti. Hm, benar juga. Aku lupa kalau dia ingin menjadi seorang Pahlawan, bukan Paladin.”

“Dia sudah menjadi Pahlawan di sini. Apa kau tahu jika gadis itu juga ikut dengannya?”

“Gadis itu?” ulang Martha sedikit heran. “Apa maksudmu itu..”

Di sebuah padang rumput yang luas, terlihat dua pemuda sedang berbicara dengan seorang pria dengan perutnya yang agak besar di depan sebuah tenda bewarna putih.

“Maaf aku tidak bisa ikut kalian,” ucap pria itu. “Ada beberapa hal yang harus kuselesaikan dulu di Astolat.”

“Tidak apa paman,” ucap pemuda berambut hitam. “Aku akan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di sana. Kenapa ayah tidak membalas pesan kita, kenapa para Wyvern dan Naga, dua sekaligus bisa muncul di sini, dan alasan sebenarnya Morgan bisa bebas dari Menara Duri.”

“Ya. Tapi berhati-hatilah. Kita benar-benar tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi di sana. Jika sesuatu terjadi, aku ingin kau langsung mengirim pesan kepadaku.” Pemuda berambut hitam itu mengangguk. Lalu pria itu kepada pemuda berambut putih, “Terimakasih banyak kau bersedia membantu masalah kami. Tapi apa tidak apa? Setelah apa yang kau lakukan untuk negri ini, kau pasti mendapatkan banyak penghargaan dan juga kejayaan. Kau mungkin bisa menjadi Paladin berikutnya. Apa kau akan merelakan itu semua demi membantu kami?”

“Aku tidak melakukan itu semua demi penghargaan dan kejayaan,” jawab pemuda berambut putih. “Aku melakukan itu untuk menyelamatkan Altria dari kekacauan, dan sekarang Magi mendapat masalah. Aku pikir sudah seharusnya aku membantu ketika aku mampu. Selain itu..” pemuda itu menatap sebuah kuburan dengan bermacam-macam bunga di sekitarnya di dekat tenda, dan dia tersenyum kecil. “Aku sudah berjanji kepadanya untuk menjadi seorang Pahlawan yang hebat.”

“Kita benar-benar beruntung mendapat bantuan langung dari pahlawan Altria—dua pahlawan Altria sebenarnya.”

Ketiga laki-laki itu mengalihkan pandangan ke tenda putih, kepada sosok perempuan dengan rambutnya yang seketika bersinar ketika terkena cahaya matahari. Dan perempuan itu berucap, “Ayo kita ke Magi.”

Orion - The Kingdom Of Knights (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang