32. Mengunjungi Tempat Perkara

43 15 5
                                    

Proses perpindahan aku bersama Siera tidak ada kendala. Teman-teman apartemennya Siera lebih memilih untuk menumpang di apartemen masisir lainnya. Dengan pertimbangan, mereka lebih leluasa ketimbang harus di hotel Wisma Nusantara. Meskipun fasilitas di sana lebih bagus dan nyaman.

Malah awalnya mereka bersikeras untuk tetap tinggal di apartemen. Namun berkali-kali Siera menyarankan untuk pindah.

"Ini saran dari pihak KBRI, juga PPMI dan DKKM. Soalnya takut penjahatnya ke sini lagi tanpa pengawasan," ujar Siera.

Pak Edwin tidak ingin ada korban kembali. Apalagi setelah aku menceritakan dengan runut dari kejadian setelah Ningsih bunuh diri sampai kejadian teror siang kemarin. Pastinya aku ditemani Siera dan Ghibran. Mereka meyakinkanku untuk mempercayakan hal ini kepada Pak Edwin.

Buktinya kasus Ningsih tidak terlalu merebak ke seantero masisir. Hanya saja embusan berita perihal Ningsih bunuh diri, tersebar dari mulut ke mulut. Cuma mereka tidak tahu apa saja fakta di balik meninggalnya Ningsih.

Akhirnya Pak Edwin menyetujui bahwa aku dan Siera saja yang diungsikan ke hotel Wisma Nusantara. Berhubung teman-teman satu apartemennya Siera tidak terpantau oleh Baba Sheriff, karena saat kejadian, mereka tidak berada di apartemen. Hanya saja aku tidak yakin bahwa Baba Sheriff tidak hafal wajah-wajah mereka. Terlebih saat aku mengetahui fakta bahwasannya Siera telah diikuti. Bisa saja Baba Sheriff telah menguntit kami dari sebelum-sebelumnya, bukan?

Proses perpindahan ke hotel Wisma Nusantara kami lakukan di malam hari. Supaya tidak menarik perhatian masisir yang berlalu lalang di sekitar wisma.

"Tenang aja, Mikail sama Tomi bilang ke pengurus hotel wisma kalau kalian apartemennya kemalingan. Terus mereka kan tahunya berita aku yang dibacok sama Awan dan Dedet dikeroyok. Jadi mereka ngira kalau ini kejahatan motifnya pencurian dan kekerasan," terang Ghibran sebelum aku dan Siera masuk ke dalam gerbang wisma.

Ghibran membawa koper berisikan baju dan buku-buku milik Siera. Sedangkan baju-baju milikku yang masih tertinggal di apartemen sudah diambil oleh Ghibran. Tentu saja Ghibran mendatangi apartemenku ditemani Pak Edwin dan Mikail. Tomi sendiri sedang masa pemulihan.

"Pengurus wisma juga udah paham kok tanpa kalian jelasin. Mereka udah dikasih tahu sama Pak Edwin. Pertimbangannya bentar lagi ujian. Jadi biar kalian enggak keganggu selama ujian," jelas Ghibran lagi.

Benar apa yang dikatakan Ghibran. Salah satu pengurus hotel memberikan kunci kepada kami tanpa wawancara terlebih dahulu.

"Ya udah, aku pulang dulu ya," pamit Ghibran.

"Hati-hati ya, Bran. Makasih banget udah bantuin terus," ucapku tulus.

"Santai. Udah cepetan istirahat. Katanya besok pada mau ke kampus, kan? Pokoknya hati-hati ya. Jangan pernah jalan sendirian," pesan Ghibran sebelum membalikkan tubuhnya menuruni tangga.

Aku paham kenapa Pak Edwin lebih merekomendasikan hotel Wisma Nusantara. Soalnya ketika memasuki lantai dua, di sayap sebelah kiri adalah kantor sekaligus tempat tinggal para pengurus Wisma Nusantara. Sedangkan hotelnya berada di sayap kanan.

Lalu di lantai tiga, di sayap kiri terdapat kamar pengurus PPMI dan biasanya DKKM juga tinggal di sana. Jadi lebih maksimal penjagaannya. Apalagi kasusnya kali ini kami sudah dikuntit walaupun telah berupaya pindah apartemen.

Aku melihat Siera menikmati sofa empuk di ruang televisi hotel. "Kita di suruh pake double room. Dan yang single room jangan dipake katanya," ujar Siera.

"Eh, Ra, kita di sini bayar enggak sih?" tanyaku.

"Enggaklah, Han. Namanya kena musibah," sahut Siera.

Apartemen Sebelas (Proses Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang