GEMEZz

4.1K 198 6
                                    

Di sebuah ruangan VVIP, seorang gadis terbaring lemas, bibirnya pucat dan tampak gelisah dalam tidurnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di sebuah ruangan VVIP, seorang gadis terbaring lemas, bibirnya pucat dan tampak gelisah dalam tidurnya. Dia adalah Arcia, yang masih belum membuka matanya, dan tangan kirinya terpasang infus. Ketika Arkan membawa Arcia dari tempat penculikan, ia langsung tancap gas menuju rumah sakit karena merasa tubuh Arcia panas.

Arya setia menemani Arcia, menunggu dengan cemas hingga gadis itu bangun. Sudah seharian Arcia tertidur, tetapi matanya tak kunjung terbuka. Raut khawatir terpampang jelas di wajah Arya, meski ia berusaha menutupi kegelisahannya.

" Kamu kapan bangunnya sih? Udah seharian tidur, apa kamu nggak capek tiduran terus?" tanya Arya, namun tidak ada jawaban. Waktu berlalu, dan Arya terus menunggu, mengabaikan panggilan kerja yang masuk dari sekretarisnya. Ia merasa ada yang janggal dalam hatinya saat melihat Arcia terbaring lemah seperti itu.

Jam menunjukkan pukul 20.00 malam. Di ruang VVIP yang tenang ini, sepasang suami istri terlelap dalam ketenangan. Arya tertidur di samping Arcia, tangannya menggenggam tangan Arcia yang dingin.

Jam 21.00, mata Arcia mulai terbuka perlahan, menyesuaikan diri dengan cahaya. Ia melirik ke kanan dan melihat Arya yang tertidur nyenyak di sampingnya. Wajah Arya tampak damai, dengan tampilan baby face saat tidur dan sosok tampan ketika terjaga.

Namun, saat Arcia menyadari keberadaannya, ia reflek menarik tangannya dari genggaman Arya. Ia langsung memegang kepalanya, berusaha mengusir semua pikiran tentang Arya. Kenangan pahit menghantuinya, tentang Arcia asli yang mengalami pengkhianatan. Rasa sakit itu kembali hadir, membuat air mata mengalir deras.

Arya terbangun melihat Arcia menangis, kebingungan melanda dirinya. "Kamu kenapa, nangis?" tanyanya lembut, berusaha mengerti apa yang terjadi. Namun, Arcia terjerembab dalam kesedihan dan berteriak, "Pergi! Jangan sentuh gue! Lo jahat! Gue nggak mau mati!"

Kekhawatiran Arya semakin memuncak. Ia berpikir Arcia masih trauma dari penculikan kemarin. Tanpa berpikir panjang, Arya memeluk Arcia, mengusap punggungnya dengan lembut. "Tenang, aku di sini. Kamu aman," bisiknya.

Setelah beberapa menit, Arcia mulai tenang dan, akhirnya, tertidur di pelukan Arya. Dengan lembut, Arya membaringkan Arcia di atas ranjang, menyelimuti tubuhnya, dan mendaratkan ciuman lembut di dahinya. "Tidur yang nyenyak," bisik Arya, lalu ia ikut tertidur di samping Arcia, tetap menggenggam tangan gadis itu.

---

Pagi menyapa, sepasang suami istri masih nyenyak tidur, enggan untuk bangun. Jam menunjukkan pukul 07.00 ketika seseorang mengetuk dan masuk ke ruang VVIP. "Assalamualaikum, waktunya sarapan, nyonya tuan," ucap Raka, asisten Arya.

Mendengar suara itu, Arya dan Arcia membuka mata, menyesuaikan diri dengan cahaya. Arya segera membantu Arcia untuk duduk, memandang Raka yang membawa kantong kresek berisi sarapan.

Raka meletakkan kantong itu di atas nakas, mengeluarkan semangkuk bubur ayam. "Silakan makan, tuan. Nyonya, saya permisi," ucap Raka sebelum meninggalkan mereka berdua yang masih terdiam.

"Ayo makan, biar saya suapkan. Dari kemarin perut kamu belum terisi, aaaaa..." ucap Arya sambil menyodorkan sendok berisi bubur ayam ke mulut Arcia. Gadis itu, yang merasa kelaparan, membuka mulutnya dan menerima suapan demi suapan.

Setelah satu mangkuk bubur ayam habis, Arcia masih merasa lapar. Melihat wajahnya yang menginginkan lebih, Arya, yang peka, membuka mangkuk kedua yang seharusnya untuknya.

Arcia menatap Arya dengan penuh harap, matanya berbinar. Tanpa sadar, ia mengangguk dan membuka mulutnya lagi saat Arya menyodorkan sendok berisi bubur ayam. Lima menit berlalu, dan mereka berdua menyantap bubur tersebut dengan sendok yang sama.

Di saat itu, mereka teringat bahwa tindakan mereka seolah-olah merupakan ciuman tidak langsung. Pipinya merona, begitu juga Arya, saat mereka saling memandang dengan canggung.

"Gue mau pulang," ucap Arcia, berusaha mengurangi ketegangan di antara mereka.

"Besok," jawab Arya tegas.

"Tapi gue mau pulang sekarang. Gue bosan!" ucap Arcia dengan nada kesal.

"Kondisi kamu masih lemah," sahut Arya.

"Ihh, nggak mau! Gue mau pulang~," pinta Arcia dengan suara yang menggemaskan.

Arya tidak bisa menahan senyumnya. Ia merasakan kehangatan di hatinya melihat Arcia yang tampak sangat berbeda. Sikap Arcia kini membuatnya merasa lebih dekat, meskipun bayangan masa lalu selalu menghantuinya.

Entahlah, apa ia bisa menerima Arcia yang baru atau harus menyingkirkan kenangan pahit yang selalu mengganggunya.

---

ARYANYARCIA ( Transmigrasi )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang