Cup
Arya langsung mencium Arcia lembut, namun perlahan ciuman itu menjadi lebih kasar. Dengan lembut, ia mengangkat Arcia dan membawanya menuju kamar. Ia ingin berbicara empat mata tentang kejadian di mall tadi siang dan menghabiskan waktu berdua dengan Arcia.
Di dalam hatinya, Arya merasa sesak saat Arcia mengungkapkan keinginannya untuk bercerai. Linglung, ia tak ingin semua itu menjadi kenyataan.
Arya berjalan menuju kamar yang ada di samping kamar Arcia. Arcia spontan memeluk leher Arya dengan erat, sementara Arya menenggelamkan kepalanya di leher Arcia sambil terus berjalan.
Ceklek.
Pintu kamar Arya terbuka, dan ia melangkahkan kakinya masuk sebelum menutup pintu dengan kasar.
Brukk!
Pintu tertutup dan memperlihatkan sebuah kamar yang—eh? ‘Berantakan’—namun belum disadari oleh pemiliknya. Arya berjalan ke arah kasur, tak sabar untuk melanjutkan rencananya. Pikiran mesum mulai menguasai pikirannya.
Sedikit lagi ia akan sampai di ranjang dan membaringkan Arcia di sana, lalu—
“Ehh, ehh!” Arya kehilangan keseimbangan dan—
Bruk!
“Auww!” rintih Arcia saat punggungnya terasa sakit.
“Sialan!” umpat Arya saat terjatuh.
Kini posisi mereka terjatuh sangat tidak estetik. Bagaimana tidak? Saat Arya berusaha melangkah ke kasur, tiba-tiba ia tersandung, mungkin karena kain-kain yang berserakan di lantai.
Alhasil, Arcia terjatuh ke ranjang, tetapi pinggangnya terbentur ujung kasur, dan kepalanya terkulai ke bawah di kaki kasur. Arya pun tak kalah menyedihkan. Setelah oleng dan terjatuh di atas Arcia, ia kemudian terjatuh lagi ke lantai dingin, seolah seperti cicak yang menempel di sana. Dan jangan lupakan, bibir Arya yang tadi mencium leher Arcia kini menyentuh lantai yang dingin.
Sungguh menyedihkan nasib mereka. Apalagi Arya; niatnya untuk bersenang-senang dengan istrinya malah terganggu oleh kejadian tak terduga ini. Inilah definisi "ingin bersenang-senang tetapi gagal karena hal yang tak terduga."
---
Kini, setelah kejadian tak terduga tadi, sepasang suami istri ini sibuk dengan kegiatan masing-masing. Arya kini fokus pada laptopnya, bekerja di sofa yang ada di kamarnya.
Tangan Arya mengetik di laptop dengan hati-hati, ditemani secangkir kopi di atas meja. Sesekali tatapannya mengarah ke Arcia yang sedang sibuk melipati pakaiannya.
Namun, Arcia yang merasa diperhatikan hanya bisa melipati pakaian Arya dengan rasa dongkol. Bagaimana tidak?! Setelah kejadian terjatuh yang tak estetik tadi, Arya justru marah padanya.
Padahal, mereka tadi ingin acara romantis. Namun, kini malah terjebak dalam suasana marah-marah dan bekerja.
Setelah Arya bangun dari jatuh yang memalukan dan berusaha mencari akar masalah gagalnya acara romantis mereka, ia tertegun. Bagaimana bisa? Kamarnya yang pagi tadi rapi kini menjadi seperti kapal pecah.
Pintu lemari pakaiannya terbuka lebar, dan kain-kain berserakan di lantai. Baju kerja, kaus, dan celana bertebaran di mana-mana.
Oh tidak! Seharusnya baju-baju yang harganya bisa membeli seribu harga diri pelacur tak tergeletak mengenaskan di atas lantai. Eh, tunggu, sepatu?
Arya gelisah saat mengingat sepatu favoritnya. Ia memutar badannya, berharap menemukan keberadaan sepatunya.
Nah, ketemu! Kini pandangannya beralih ke Arcia yang sedang duduk di tepi kasur, kaki menjuntai ke bawah, dan tangan mengelus punggungnya.
Dengan tatapan tajam, Arya mendekati Arcia, mengalihkan perhatian ke arah sepatu yang ia kenakan.
Perasaan Arcia mulai tidak enak. Pasti ada sesuatu yang akan terjadi padanya.
“Lepas sepatunya!” ucap Arya dengan nada datar, menuntut Arcia untuk melepas sepatu putih itu.
“Ya?” Arcia bingung. Kenapa Arya menyuruhnya melepas sepatu ini?
“Cepat, lepaskan sepatunya!!” Suara Arya kini meninggi, penuh amarah.
“Iya, iya, sabar dong!” sewot Arcia, berusaha membuka sepatunya.
Masih tak menyadari semua hal yang ia lakukan pagi itu yang membuat Arya marah, Arcia hanya bisa mengomel dalam hati.
Saat sepatu itu terlepas dari kakinya dan ia hendak menyerahkannya pada Arya, Arcia terkejut saat Arya mengambilnya secara kasar.
Arya berjalan ke tempat sepatu dan meletakkannya dengan hati-hati. Setelah itu, ia membalikkan badan dan memandang Arcia dengan tatapan penuh selidik.
Setelah beberapa menit berpikir, ia akhirnya menyimpulkan siapa pelaku dari semua kekacauan ini.
“Bersihkan kamar saya sekarang, dan kembalikan seperti semula!” ucap Arya datar. Ia harus memberikan hukuman kepada Arcia.
Sekarang, Arcia mulai sadar. Ia teringat kembali saat mengobrak-abrik kamar Arya dan lupa merapikannya karena terlalu bersemangat untuk pergi keluar dan bersenang-senang dengan uang Arya.
Menyesal kini menghampirinya. Memang, penyesalan datang belakangan saat semua sudah terjadi.
“Tapi ini sudah malam, loh!” Arcia menatap jam yang menunjukkan pukul 22.00. Ia merasa sangat capek dan belum mandi. Namun, Arya malah menyuruhnya merapikan semua ini sekarang.
“Saya nggak mau tahu. Kamu harus bersihkan ini sekarang juga. Berani berbuat, berani bertanggung jawab!” ucap Arya dan melangkah keluar kamar.
Brukk!
Pintu ditutup dengan sangat kasar, membuat Arcia terlonjak kaget.
“Ihh, dasar Arya!” Arcia mulai mengambil pakaian-pakaian yang tergeletak di lantai dan menumpuknya di atas kasur untuk dilipat lagi nanti.
Ia juga memungut beberapa sepatu dan meletakkannya kembali ke tempatnya. Setelah selesai, tatapan Arcia kini tertuju pada sepatu putih yang ia pakai tadi.
Kenapa Arya sangat marah saat ia mengenakan sepatu itu? Apa jangan-jangan itu sepatu dari orang spesial? Atau mungkin dari aura? Ah, bodo amat! Yang penting, ia harus cepat-cepat bereskan ini semua, baru kemudian tidur.
Arcia mulai merapikan sepatu-sepatu lain yang berserakan. Benar kata Arya, "Berani berbuat, berani bertanggung jawab." Ia yang memberantakkan semua ini, jadi ia yang harus merapikannya kembali. Seperti senjata memakan tuan.
Ceklek.
Pintu kamar terbuka, dan tampaklah Arya dengan baju rumahannya, satu cangkir kopi di tangan kanan, dan di tangan kiri ada sebuah laptop.
Arya masuk ke dalam dan duduk di sofa yang ada di kamarnya, mulai mengerjakan pekerjaannya.
“Saya akan mengawasi kamu dari sini. Jadi jangan berhenti bekerja sebelum kamar saya rapi seperti sedia kala,” ucap Arya, hanya dibalas dengan dengusan sebal dari Arcia.
Dasar Arya, tidak mengerti perasaan istrinya. Masa dia harus melipat semua baju ini sampai habis? Kan ini sudah malam! Arcia melanjutkan lipat melipatnya dengan perasaan dongkol. Sabar, Arcia. Lo harus sabar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARYANYARCIA ( Transmigrasi )
Teen FictionAsiya Aulia adalah gadis yang bertransmigrasi ke tubuh seorang gadis yang bernama Arcia Antonia, yang dimana Arcia sendiri adalah tokoh antagonis yang ada pada novel "Still with you" ia menjadi antagonis dalam novel tersebut. Arcia Antonia adalah se...