Asiya Aulia adalah gadis yang bertransmigrasi ke tubuh seorang gadis yang bernama Arcia Antonia, yang dimana Arcia sendiri adalah tokoh antagonis yang ada pada novel "Still with you" ia menjadi antagonis dalam novel tersebut.
Arcia Antonia adalah se...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
---
“Berisik.”
Satu kata yang keluar dari mulut cowok itu mampu membuat sang gadis kecut dan mematung. Suara yang dingin dan datar itu membuatnya merasa terintimidasi. Jangan lupakan tatapan datar nan tajamnya; suara sedingin es itu membuat bulu kuduknya seketika berdiri, seolah ia sedang dikuliti hidup-hidup.
"Serem banget nih cowok, bulu kuduk gue aja jadi berdiri," gumam sang gadis dalam hati, menatap pria itu dengan rasa takut.
"Apa lo liat-liat? Singkirin wajah lo yang serem dan jelek itu," jawab sang gadis, berusaha menghilangkan rasa takutnya dan memintanya untuk tidak lagi melihat ke arahnya. Tak ada respon dari pria itu, yang justru semakin membuatnya kesal.
"Ngapain lo masih mandangin gue? Ahh, gue tau, lo pasti sedang terpesona dengan kecantikan gue," sang gadis mulai bertingkah ngebelin, menggerai rambutnya ke belakang dan menatap genit ke arah cowok yang berada tak jauh darinya. Kepedeannya yang melambung tinggi seolah menghapus wajah ketakutannya.
Cowok itu hanya memandangnya dengan sedikit rasa sebal. "Jangan kepedean, deh. Muka jelek gitu nggak perlu kamu banggakan ke saya."
Kata-kata dingin itu membuat gadis yang tadinya pede mendadak dijatuhkan oleh kenyataan. Ia duduk di atas ranjang dengan wajah cemberut, sesekali memanyunkan bibirnya.
"Ish, lo nyebelin banget sih. Udah ah, males debat sama lo. Gue tanya sekali lagi, lo siapa? Dan gue di mana ini? Kenapa lo culik gue?"
Gadis ini adalah tipe orang yang ceplas-ceplos, tak mau kalah, dan kadang terlalu polos, dengan tingkat kepedean yang kadang berlebihan.
"Kamu amnesia atau gimana? Saya Arya, dan kamu sekarang ada di rumah kita. Ngapain juga saya nyulik orang modelan kayak kamu?" balasnya datar. Ia heran kenapa gadis di depannya ini tak mengenalnya, padahal setiap hari mereka pasti bertemu, meski tak banyak interaksi.
"Lo jangan becanda, dong. Gak lucu tau!" Gadis itu mengira pernyataan Arya adalah lelucon belaka.
"Gue gak kenal lo, dan ini juga bukan rumah gue. Apalagi kita, jadi gak usah bohongin gue, ya! Apa ini trik baru penculik yang ngaku-ngaku kenal?"
Gadis ini berbicara lancang, nada suaranya sedikit meninggi.
"Kamu nggak usah ngomong yang aneh-aneh. Saya tanya sekali lagi, kamu beneran gak ingat saya? Kamu tiba-tiba amnesia atau gimana?"
"Gue gak kenal lo, ya! Dan gue juga gak amnesia kali." Sang gadis membalas Arya dengan wajah tak suka. Pertanyaan yang diucapkan Arya membuatnya merasa tertekan.
"Gue masih ingat nama gue, jadi gak mungkin gue amnesia." Ia menegaskan, tak mau kalah.
"Yakin? Coba katakan nama kamu siapa? Kalau memang nggak di sini, lalu rumah kamu di mana?" Arya bertanya, melipatkan kedua tangannya di dada, memandang gadis itu dengan tatapan datar, menunggu jawabannya.
"Nama gue Asiya Aulia. Gue tinggal di Jalan Merpati, Gang Janda Kembang. Kontrakan gue paling ujung, yang ada banyak bunga mawar dan catnya ungu. Nama tetangga gue Bu Solima, dan nama crush gue itu ABG ganteng yang jual pecel lele. Sahabat durjana gue juga, sifatnya nauzubillah, sebelas dua belas sama setan, tapi gue tetap sayang sama dia. Nah, gue masih ingat dengan jelas, kok!"
Sang gadis berbicara tanpa henti, membuat Arya terperangah dengan penjelasannya yang terperinci dan aneh.
"Kamu jangan ngaco. Nama kamu Arcia Antonia, bukan Asiya Aulia, dan kamu tinggal di kediaman Arianto, Jalan Mawar, bukan di kontrakan Jalan Merpati, Gang Janda Kembang. Sudahlah, kayaknya otak kamu udah geser sedikit. Masa cuma gara-gara keserempet sepeda dan kepala kamu kepentok tiang listrik, kamu jadi ngaco dan seketika amnesia kayak gini sih? Dan juga, sifat kamu aneh."
Arya sebenarnya malas berurusan dengan gadis di depannya. Ia terpaksa datang karena telepon dari orang tuanya yang mengatakan bahwa Arcia pingsan karena keserempet sepeda anak kecil yang baru belajar, dan kepalanya terbentur tiang listrik. Tapi saat ia masuk ke kamarnya, ia justru menemukan Arcia yang mengoceh dan terkadang marah-marah sendiri seperti orang gila.
"Lo gak usah ngadi-ngadi, deh. Gue bukan pingsan kepentok tiang listrik, ya. Gue itu ketabrak truk, dan kepala gue ngeluarin banyak darah! Gue kira gue udah mau mati, tapi untung sekarang masih bernapas dan hidup. Kayaknya Tuhan lagi berbaik hati sama gue, dan ngasih gue nafas lagi. Tuhan emang yang paling baik deh, pokoknya." Ia mengelus dadanya, merasa lega karena masih hidup dan tidak jadi 'istirahat' selamanya.
Apa yang dilakukannya tak luput dari pandangan Arya. Arya merasa aneh dengan sikap dan jawaban yang dilontarkan gadis ini. Ia berbicara tidak seperti biasanya. Biasanya, saat berbicara dengan Arya, Arcia akan berbicara halus, menggunakan kata ‘aku-kamu’, dan selalu mendekat ke arahnya, memandangnya dengan penuh cinta. Tapi sekarang, Arya merasa seperti melihat orang yang berbeda. Biasanya, saat di dekatnya, Arcia akan menjaga citranya, dan tidak seperti sekarang, ya gimana, ya cara jelasinnya?
"Udahlah, kamu pingsan gara-gara kepentok tiang listrik, bukan karena ketabrak truk. Kalau emang kamu ketabrak truk, kenapa tubuh kamu nggak ada yang lecet dan berdarah? Tubuh kamu juga masih lengkap, kan? Kening kamu cuma benjol sedikit. Jadi, nggak usah banyak ngomong. Saya mau balik ke kantor, dan kamu istirahat di rumah. Jangan keluyuran lagi." Arya keluar dari kamar gadis tersebut, meninggalkan sang gadis yang kini sedang kebingungan.
"Ih, kok dia malah pergi sih? Gue kan mau jelesin kalau gue bukan Arcia yang dia maksud. Ehh, tunggu dulu. Kok dia nganggep gue Arcia, ya? Emangnya wajah kita sama atau gimana?" Ia berdiri dan menuju ke cermin besar yang ada di meja rias.
"Gue harus lihat wajah gue nih dan mastiin kenapa dia anggap gue Arcia." Saat sampai di meja rias, ia memandang pantulan bayangannya di cermin dan terkejut bukan main.
"Akkh!!" Teriakannya menggema di dalam kediaman Aryanto.
"Ehh, ini kok wajah gue kayak gini? Ini bukan wajah gue! Ini wajah cakep amat, beda sama wajah dekil gue! Kok bisa sih?! Apa jangan-jangan saat gue kecelakaan, wajah gue hancur dan dioperasi?" Ia terus merutu, berkomentar tentang wajahnya yang sekarang. Beberapa menit kemudian, kepalanya mulai berdenyut dan sakit, pandangannya menggelap, dan ia mulai tak sadarkan diri, tergeletak menyedihkan di lantai.
Pintu kamar yang tadinya hanya terbuka sedikit kini telah terbuka sepenuhnya, menampakkan Arya yang berdiri tegak, melihat ke arah gadis yang tergeletak di lantai.
Saat ingin menuruni tangga, Arya tiba-tiba berhenti, mendengar teriakan keras yang menggema di penjuru kediaman, berasal dari kamarnya. Tanpa berpikir panjang, ia memutar badannya dan berjalan menuju kamar Arcia. Ia penasaran apa yang membuat gadis itu berteriak.
Saat sampai di kamarnya, ia terkejut melihat Arcia tergeletak tak sadarkan diri. Ia kemudian melangkah maju, menghampiri Arcia. Setelah memeriksa keadaannya, Arya mengangkat dan menggendong Arcia, membawanya kembali ke atas ranjang.
Sesampainya di ranjang, Arya membaringkan tubuh Arcia dengan pelan dan hati-hati, seolah-olah ia membawa sebuah benda yang mudah lecet dan rapuh.
"Kamu sebenarnya kenapa, sih?" pikir Arya, menghela napas panjang.