---
Mobil sport berwarna merah mulai memasuki pekarangan sekolah, memancarkan aura glamor yang tak terelakkan. Begitu mobil itu berhenti di parkiran yang telah disiapkan, pintunya perlahan terbuka. Dari sisi yang berbeda, dua gadis melangkah keluar dengan gaya yang percaya diri.
Arcia dan Vera, dua cewek yang masuk dalam jajaran tercantik di sekolah, menarik perhatian semua orang di sekitar. Bisik-bisik gossip mulai menyebar di antara para siswa, dan pandangan kagum tak henti-hentinya mengarah kepada mereka.
Apalagi Arcia, yang sekarang menjadi pusat perhatian. Dulu, wajahnya sering dianggap seperti Tante-tante, dan pakaiannya tak jarang dianggap terlalu mencolok. Namun hari ini, berkat sentuhan makeup natural dan baju yang pas di tubuhnya, Arcia tampil menawan dan memukau.
Arcia dan Vera berjalan santai menuju kelas, langkah mereka penuh percaya diri. Banyak pasang mata menatap, ada yang kagum, tetapi tak sedikit pula yang merasa iri. Rasanya, selama sebulan terakhir di sekolah ini, Arcia merasakan sensasi seperti seorang artis dadakan. Setiap kali ia melangkah masuk, semua orang seakan tak sabar menunggu apa yang akan terjadi. Bahkan di toilet sekalipun, namanya menjadi bahan pembicaraan. Uh, sungguh menyebalkan!
Berbicara tentang sekolah, pikiran Arcia melayang kepada kakak laki-lakinya. Siapa lagi kalau bukan Arsean Antonio. Kakak paling menyebalkan yang pernah ia miliki. Setiap hari, pertikaian antara mereka tak terhindarkan. Di mana ada Arcia dan Arsean, di situ pasti ada drama.
Sama seperti sekarang, tepatnya di lapangan basket, pertengkaran antara Arcia dan Arsean kembali meletus. Arcia yang tak sengaja menimpuk Aruna dengan bola basket menyebabkan Aruna jatuh. Drama pun dimulai. Saat Arsean meneriaki nama Aruna, gadis itu langsung menangis dan mengeluh pusing. Arsean, dengan wajah marah dan pandangan tajam, menghampiri Aruna dan menenangkan gadis itu.
"Arcia, kenapa lo lempar Aruna dengan bola? Lo sengaja ya?" teriak Arsean, masih jongkok di samping Aruna yang terisak. Huh, air mata buaya!
"Gue nggak sengaja, bro! Cewek lo aja yang ceroboh. Masa ditimpuk bola doang langsung jatuh? Dia sendiri yang ngapain masuk ke lapangan ini!" balas Arcia, berusaha membela diri. Mana mungkin ia mau disalahkan atas kejadian ini!
"Ak-aku cuma mau samperin ka-kamu, Sean. Aku nggak sadar kalau ada bola," ucap Aruna dengan suara bergetar, masih menahan tangis.
"Ya lo nggak harus lewat tengah juga, kali! Di tepi juga bisa!" geram Arcia, ingin rasanya ia mencakar wajah Aruna yang sok paling tersakiti itu.
"Ma-maaf," ucap Aruna sambil menundukkan kepala. Melihat Aruna yang terisak, kemarahan Arsean semakin membara.
"Lo ngapain gebukin Aruna? Dia udah minta maaf! Ini juga salah lo. Lo pasti tahu Aruna bakal lewat dan lo sengaja lempar bola ke arahnya, kan? Jawab!" tuduh Arsean. Ucapan Arsean itu berhasil memicu emosi Arcia.
"Apa? Lo nuduh gue seenak jidat lebar lo itu! Lo tuli atau gimana sih? Gue bilang, gue nggak sengaja!" Arcia mengeluarkan semua kemarahannya, menekankan setiap kata dengan penuh rasa frustrasi.
Kemarahan Arcia semakin memuncak. Kakaknya yang nakal ini malah membela Aruna! Sejak kapan Arsean jadi hero bagi gadis itu? Huh, sudahlah, pikirnya. Yang penting, kemarahannya sudah sampai ubun-ubun dan akan meledak.
"Sini lo! Gue gemas liat lo! Lo kayak orang tolol, jadi gue pengen jambak rambut lo!" Arcia mengancam sebelum langsung menjambak rambut Arsean dengan sekuat tenaga. Arsean yang terkejut langsung meringis kesakitan.
"WOY, SAKIT! Aww, lepasin rambut gue!" teriak Arsean, merasa seolah rambutnya akan copot semua.
"Nggak mau! Gue sebel sama lo! Lo itu kakak gue atau bukan sih? Kenapa lo lebih bela dia daripada gue, hah? Karena lo bela dia, rasain pembalasan dari gue!" Arcia semakin mengamuk, menjambak dan memukul Arsean dengan penuh emosi.
"Anjir, berhenti, woy! Sakit, anjir!" Arsean memohon, tak kuasa menahan rasa sakit.
"Lo mau buat mata gue buta, hah?" teriak Arsean dengan nada ketakutan. Meskipun Arcia tidak mencolok matanya dengan niat jahat, tetap saja rasa sakit itu menusuk.
Pertengkaran antara kakak beradik ini menarik perhatian banyak siswa di sekitar. Beberapa terlihat takut, sementara yang lain terhibur oleh drama yang terjadi. Aruna, merasa kesal dengan semua ini, hanya bisa mengepal tangannya. Dia tidak berani memisahkan mereka, jadi dia berpura-pura sedang sakit.
"Gue nggak peduli. Mau mata lo copot sekalian, gue nggak peduli!" Arcia masih melanjutkan aksinya, penuh semangat.
"Tapi, sakit, woy! Berhenti, nggak!" Arsean berusaha melawan, namun tak berdaya di hadapan Arcia.
"Gue nggak peduli! Rasa sakit yang lo rasakan belum sebanding dengan yang gue alami! Hiks, lo bukan hanya menyakiti fisik gue, tapi juga hati gue! Hiks, gue benci lo!" Ucapan Arcia membuatnya tak tertahan lagi, tangisnya mengalir deras.
Setelah beberapa menit, Arcia menyeka air matanya dengan kasar dan pergi dari lapangan, ingin menenangkan dirinya. Entah mengapa, hatinya terasa sakit dan butuh pelampiasan.
Vera, yang baru saja kembali dari toilet, bingung melihat Arcia yang menangis dan pergi. Ia pun mengikuti Arcia dari belakang, ingin memberikan teman terbaiknya waktu untuk menenangkan diri.
Semua orang di lapangan bubar ketika melihat Arcia pergi. Bel pun berbunyi, menandakan jam istirahat telah tiba.
Arsean masih menatap ke arah Arcia yang pergi, sementara Aruna memanggilnya, "Kak—kak Sean." Suara Aruna membuyarkan lamunan Arsean. Tanpa banyak bicara, Arsean menggendong Aruna dan membawanya ke UKS.
Kantin yang cukup ramai dipenuhi siswa yang baru keluar dari kelas. Perut mereka sudah meronta-ronta meminta diisi, setelah menahan lapar selama jam pelajaran.
Arcia kini duduk termenung, mengaduk bakso yang sudah mendingin di depannya. Selama lima belas menit, dia tidak menyentuh bakso itu, hanya mengaduknya dengan amarah.
Vera, yang setia menemani, menghela napas panjang. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada Arcia sehingga mood-nya seburuk ini.
"Loh, kenapa sih, Ar?" Vera akhirnya membuka suara, bertanya dengan nada peduli. Arcia hanya melirik sebentar sebelum kembali fokus pada mangkok bakso, mengaduknya dengan kesal.
"Ih, gue nanya malah lo acuhkan! Serasa ngomong sama patung, sumpah!" ucap Vera, sebal. Arcia tampak acuh tak acuh, membuat Vera semakin kesal.
"Sorry, jadi nanti lo pulang sekolah ikut gue, ya?" Arcia tiba-tiba menegakkan kepalanya, menatap Vera dengan tatapan ingin berbagi sesuatu.
"Emang lo mau ajak gue kemana sih?" tanya Vera, menatap Arcia dengan curiga.
"Gue mau ngajak lo habisin uang gue. Lo tahu kan, kalau uang gue banyak? Jadi gue mau traktir lo. Terserah deh mau apa, nanti gue beliin," ajak Arcia dengan antusias, senyumnya kembali merekah.
Vera yang tadinya kesal mendengar wajah sombong Arcia, kini merasakan kegembiraan. "Sebenernya gue kesal lihat wajah sombong lo, tapi siapa coba yang bisa nolak? Gratisan, ya gas ajalah!" balas Vera dengan senyuman lebar. Hahaha, rezeki Vera hari ini cukup menyenangkan!
Arcia dan Vera pun merencanakan hari yang penuh keceriaan. Dengan semua uang yang dimiliki Arcia, mereka berdua siap untuk bersenang-senang tanpa beban. Hari ini akan menjadi awal yang menyenangkan, dan Arcia bertekad untuk memanfaatkan hidup barunya sebaik mungkin.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
ARYANYARCIA ( Transmigrasi )
TienerfictieAsiya Aulia adalah gadis yang bertransmigrasi ke tubuh seorang gadis yang bernama Arcia Antonia, yang dimana Arcia sendiri adalah tokoh antagonis yang ada pada novel "Still with you" ia menjadi antagonis dalam novel tersebut. Arcia Antonia adalah se...