memalukan

2.5K 107 0
                                    

---

Percekcokan antara dua perempuan dengan usia yang berbeda berlangsung di sebuah toko, di mana salah satunya masih mengenakan seragam sekolah. Arcia dan Aurel terlibat dalam perdebatan yang tak kunjung berakhir, menjadi tontonan gratis bagi pengunjung lainnya. Vera, bersama mbak kasir, hanya bisa menyaksikan dengan perasaan tertekan. Mereka ingin melerai, namun kedua wanita itu tampak keras kepala. Harapan mereka tinggal harapan, menanti seseorang untuk memisahkan dan menghentikan pertikaian yang tak ada ujungnya ini.

"Gara-gara lo, Arya putusin dan tinggalin gue! Dasar cewek murahan!" Aurel melontarkan kata-kata tajam, dan tak ayal, Arcia semakin terbakar emosi. Ia tahu Aurel sangat benci padanya karena Arya, mantan pacar Aurel, memilih untuk kembali kepada Arcia demi mempertahankan rumah tangga mereka. Aurel melupakan satu hal penting: Arya mengakhiri hubungannya dengan Aurel setelah menangkapnya berselingkuh di apartemen.

"Apa lo bilang? Gue Arcia Antonio, lo bilang cewek murahan? Lo nggak punya kaca di rumah? Harusnya lo ngaca dan sadar siapa sih sebenarnya yang murahan! Udah tahu Arya udah punya istri, masih aja lo pelet! Kalau nggak murah namanya apalagi, coba, pelakor?" Arcia tersenyum mengejek ke arah Aurel, membuatnya semakin marah. Tatapan sinis dari orang-orang di sekitar juga semakin memperburuk suasana Aurel, yang tak berdaya menghadapi tuduhan itu.

"Gue nggak rebut Arya dari lo! Jelas-jelas lo yang rebut Arya dari gue! Arya udah punya gue saat lo belum datang dan merusak segalanya!" Aurel menuduh, menyalakan semua kesalahan kepada Arcia. Ia benci, sangat benci, pada Arcia. Hanya karena satu bulan lalu Arcia pingsan dan berubah, Arya pun kini acuh tak acuh padanya. Ketika Aurel sendiri di café, seorang pria tampan dan kaya datang menghampiri, dan dalam seminggu hubungan mereka berlangsung diam-diam sebelum terungkap di hadapan Arya.

"Ya berarti Arya bukan jodoh lo kali! Gue dan Arya juga nikah karena dijodohin orang tua kita, jadi lo nggak bisa nyalahin gue atas semua ini!" Arcia membalas dengan nada kesal, tak mau kalah dari Aurel. Rencananya untuk menjauhi Aurel hancur berantakan, karena Aurel terus-menerus membuat onar dan mengusik hidupnya.

Apakah Arcia akan mengalah ketika Aurel melancarkan serangan? Tentu tidak. Meskipun ia tahu konsekuensinya bisa fatal, Arcia tidak akan membiarkan Aurel menindasnya. Ia hanya memikirkan bagaimana cara menang dalam perdebatan ini. Senyumnya mengembang saat melihat sekeliling, merasakan kemenangan di ujungnya.

"Ini semua tetap salah lo!" Aurel berusaha menyudutkan Arcia, tetapi Arcia, yang lengah melihat sesuatu di belakangnya, tidak mengindahkannya. Aurel mengambil kesempatan, mendorong Arcia dengan kasar.

Arcia terjatuh, pantatnya mendarat keras di lantai. "Awww, anjirr, sakit sialan!" Arcia bangkit dengan wajah muram, namun segera menghampiri sosok yang sejak tadi berdiri di belakang Aurel.

"Sayang~~, akhirnya kamu datang. Lihat nih tangan aku merah dan pantat bohay aku sakit~," Arcia mengadu, mengadopsi nada manja saat berhadapan dengan Arya. Aurel terkejut mendengar Arcia memanggil Arya 'sayang'. Deg! Apa? Sosok itu adalah Arya, yang kini terlihat bingung, mematung mendengar panggilan Arcia.

Vera, yang mengamati, merasa kesal. Ia tidak menyangka Arcia berani mengucapkan kata-kata menjijikkan itu di tempat umum. Para pelanggan lain segera ingin menjauh, takut berurusan dengan Arya, yang dikenal dengan kekejaman dan kelicikannya.

Arya, masih terperangah, merasa pipinya memanas. Apakah ia salah dengar? Arcia memanggilnya sayang? Telinganya pun memerah, dan lamunannya buyar saat mendengar suara manja Arcia kembali.

"Ihh~ kok kamu bengong sih! Sayang, nanti marahin dia ya, karena bikin pantat aku sakit." Arcia menunjuk Aurel dengan ekspresi menggemaskan.

"I-Iya," Arya terdiam, merasakan gugup yang aneh. Kenapa Arcia bisa membuatnya merasa seperti ini?

"Eh, sebelum kamu marahin dia, aku pinjam kartu ATM-mu ya. Aku mau bayar belanjaan, soalnya lupa bawa kartu karena ulah nakal kamu tadi pagi, sayang," ujar Arcia dengan kedipan mata genit. Aurel dan Arya menatapnya, bingung dengan situasi yang tiba-tiba berubah menjadi lucu.

Arya akhirnya memberikan kartu ATM-nya kepada Arcia, yang dengan penuh semangat menerimanya. "Makasih, sayang! Kamu yang terbaik pokoknya!"

Sebuah kecupan singkat mendarat di pipi Arya, membuatnya tertegun. Aurel menahan amarah, sementara Vera hanya bisa geleng-geleng kepala melihat Arya yang membeku. Wajah Arya merah, sangat berbeda dari biasanya, dan mbak kasir tampak malu, tersenyum dengan tatapan baper.

Arcia segera berjalan menuju kasir untuk membayar, sementara Aurel masih terpaku. "Hai Ar," sapa Aurel, mencoba memecahkan keheningan.

"Kamu kok berubah sih?" Aurel bertanya dengan nada sedih.

"Seseorang pasti akan berubah seiring waktu, saat sudah dilukai dan kecewa oleh orang yang sangat dipercayainya. Semua perubahan ini adalah ulahmu sendiri. Kamu yang membuatku merasa jijik hanya dalam satu malam. Aku bersyukur bisa lepas dari wanita sepertimu. Semua cinta yang kumiliki padamu sudah sirna. Sekarang, pergi dari hadapanku. Jika kamu mengganggu hidupku lagi, bersiaplah menerima balasan." Arya berbicara datar, tatapannya tetap tertuju pada Arcia yang kini bersinar penuh kemenangan.

"Ma-maaf sudah membuat kamu kecewa," Aurel menjawab pelan.

"Tidak ada gunanya meminta maaf. Semua sudah berakhir, dan tak akan pernah seperti dulu lagi."

Setelah itu, Arcia menghampiri Arya, mengajaknya pergi sambil menunjukkan ekspresi kemenangan ke arah Aurel.

'Haha, rasakan itu! Lo kalah dan gue menang!' seru Arcia di dalam hati.

---

ARYANYARCIA ( Transmigrasi )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang