mau cerai

3.5K 187 2
                                    

Sebelum melanjutkan rencananya untuk bersenang-senang, Arcia memutuskan untuk mengisi perut di restoran Jepang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sebelum melanjutkan rencananya untuk bersenang-senang, Arcia memutuskan untuk mengisi perut di restoran Jepang. Walaupun pagi tadi sudah sarapan dengan Arya, rasa lapar tiba-tiba menyerangnya setelah seharian berjuang mencari pakaian di kamar suaminya.

Begitu memasuki restoran, Arcia langsung merasakan suasana seolah-olah ia benar-benar ada di Jepang. Dekorasi alami dan elegan membuatnya merasa nyaman. Dia memilih duduk di sudut dekat jendela dan memesan beberapa menu untuk mengganjal perutnya.

Saat semua pesanan tersaji, Arcia terpesona. Ini adalah makanan termahal yang pernah ia cicipi. Dalam hidupnya yang dulu, makanan mewah sepert ini adalah mimpi. Dulu, dia bersyukur bahkan hanya untuk sepiring nasi.

Setiap harinya, Arcia membagi waktu antara sekolah dan kerja. Dari pagi sampai jam 2, dia belajar, lalu sore harinya bekerja sebagai pelayan di sebuah kafe. Gaji yang didapat terkadang cukup untuk memenuhi kebutuhan sekolah dan hidup. Namun, kadang kala, saat tagihan kontrakan datang, semua terasa lebih berat. Dia harus bekerja lebih keras untuk mendapatkan lebih banyak uang.

Kini, semuanya berbeda. Sekarang, dia hanya perlu menggesek salah satu kartu di dompetnya dan—tara!—semua yang diinginkan bisa didapat. Seperti saat ini, dia sedang berbelanja di toko pakaian terkenal dan menghabiskan beberapa angka dari kartu itu.

Rencananya, Arcia ingin mengisi lemari barunya dengan pakaian kekinian, sederhana, dan elegan. Ia bertekad untuk membuang semua baju norak dan warna mencolok yang ada di lemari. Meski dulunya hidup dalam kecukupan, ia tetap bisa membedakan mana yang bagus dan mana yang terlalu berlebihan.

Melihat isi lemari dan foto-foto dirinya yang dulu, ia merasakan keinginan untuk pingsan. Kemarin, saat iseng membuka handphone, dia menemukan foto-foto yang diunggah ke media sosial—semua mengenakan busana norak dan makeup berlebihan. Ia tak menyangka pengikutnya sebanyak itu. Banyak yang menyukai foto-foto tersebut, tapi juga tak sedikit komentar pedas dari netizen. Saat itu, Arcia merasa malu yang teramat sangat.

Dengan cepat, Arcia menghapus semua foto tersebut. Bagaimanapun, wajahnya yang cantik ini tidak seharusnya tertutup oleh makeup tebal yang membuatnya terlihat seperti orang lain. Entah dari mana ia belajar makeup seperti itu, tetapi jelas itu adalah ajaran sesat dari pelakor-pelakor yang mengajarkan cara menarik perhatian pria di YouTube. Jika itu yang terjadi, sudah pasti Arya akan kabur lebih dulu saat melihat wajahnya.

Sekarang, Arcia bertekad untuk mengubah segalanya—dari makeup, penampilan, pakaian, hingga perilaku. Ia ingin semua orang yang mengenalnya dulu terkejut dengan transformasinya. Setelah puas berbelanja, Arcia melanjutkan langkahnya ke toko sepatu. Rindu dengan suasana sekolah, ia tidak sabar untuk kembali bersekolah esok hari setelah seminggu terkurung di rumah.

Namun, saat hendak membayar semua belanjaannya, tiba-tiba seseorang menabraknya. Arcia tahu itu disengaja. Dengan santai, ia tetap berdiri tegak, sementara orang yang menabrak terjatuh dan pura-pura kesakitan.

"Auww," keluh wanita itu, mencoba meraih perhatian.

Arcia hanya bisa menatap heran. Kenapa orang ini bisa terlihat begitu ketakutan?

"Ma-maaf, maafkan a-aku," ucap wanita itu terbata-bata.

"O M G, wajahmu kok semenakutkan itu?" pikir Arcia.

Tiba-tiba, suara berat yang tak asing memanggil namanya, "ARCIA!! Apa yang kamu lakukan pada Aurel!"

Arya, suaminya—ehm, maksudnya suami Arcia—berdiri di sana dengan ekspresi marah. Arcia pun terkejut. Kenapa Arya meneriaki dan menatapnya dengan tajam? Apakah ia mengenal wanita di depannya itu?

"Aku pikir kamu udah berubah dan nggak berulah lagi selama seminggu ini. Tapi, itu semua salah. Kamu malah menyakitkan Aurel lagi!" Arya mengulurkan tangan membantu Aurel, yang terlihat lebih baik dari yang seharusnya.

Arcia memicingkan mata, menyadari bahwa Aurel berdiri dengan cara yang mencurigakan, seolah-olah kakinya cedera.

"Eh, tunggu. Ini pasti ada yang aneh," Arcia berpikir keras.

"Ahhhh, gue baru ingat!" gumamnya, nyaring dan tanpa sadar didengar oleh Arya dan Aurel. "Lo, lo kan si pelakor, kan?!" pekiknya, menciptakan perhatian dari para pengunjung lainnya.

Aurel yang terkejut hanya bisa mengepalkan tangan, sementara Arya memandang Arcia dengan tatapan membunuh.

"Ar-arcia, kamu kok ngomong kayak gitu sih?" Aurel berusaha menahan tangis dengan suara yang dibuat semenyedihkan mungkin.

"Apa Lo! Kan yang gue omongin kenyataan!" Arcia menjawab penuh semangat.

Mendengar bahwa Aurel adalah kekasih Arya, kebencian Arcia semakin membara. Ia harus membalasnya.

Aurel Qalista, model terkenal, selalu berperan sebagai sosok yang baik dan lemah. Ternyata di balik semua itu, ia bermuka dua. Arcia merasa beruntung sudah mengetahui kebenaran tentang Aurel, berusaha setenang mungkin untuk tidak menghancurkan wajah Aurel dengan tangan.

'Sabar, Lo harus sabar, Arcia. Mari kita nikmati drama "ku menangis" ini,' pikir Arcia sambil menenangkan diri.

"Ta-tapi kan aku nggak re-rebut Arya dari ka-kamu. Ka-kamu yang re-rebut Arya dari aku," Aurel meneteskan air mata, berusaha terlihat lemah.

"Oh, sungguh menyedihkan! Cocok nih jadi bintang film 'ku menangis membayangkan'!" Arcia terkekeh pelan, berusaha menahan tawa di balik wajahnya yang netral.

Arya kini menatap Arcia dengan tatapan yang tidak bisa dimengerti—ada kesedihan, kemarahan, dan sedikit rasa cemas. Arcia berusaha untuk tetap tenang, mengetahui bahwa dia tidak boleh terjebak dalam permainan Aurel.

"Mana ada gue rebut Arya dari Lo. Gue terpaksa nikah sama dia! Kalau Lo mau, ambil aja sana. Gue ikhlas lahir batin!" Arcia berkata sambil tersenyum sinis. "Kalau mau, ikat dia di kursi biar nggak kabur. Gue pamit, ya!"

Tanpa menunggu balasan, Arcia berbalik dan melangkah pergi. Namun, langkahnya terhenti saat Arya menariknya kembali dengan kasar, membuatnya menabrak dada bidangnya.

"Ehh, Ar-arya, ada apa?" tanyanya gugup, merasakan jarak antara mereka terlalu dekat.

"Kamu pikir saya barang? Gak bisa seenaknya ngomong tentang saya!" Arya berkata tegas.

"Apasih! Yang gue omongin benar," balas Arcia dengan berani, menghempaskan tangan Arya.

"Lo sama kekasih tercinta Lo ini pengen selalu bersama, kan? Nah, sekarang kalian bebas. Mau pacaran, nikah, atau jungkir balik, ITU BUKAN URUSAN GUE!" ucapnya dengan lantang. "Yang gue mau sekarang adalah GUE MAU CERAI SAMA SI ARYA!"

Dengan itu, Arcia mengambil barang belanjaan yang terjatuh dan berjalan pergi, tak peduli tatapan penuh rasa ingin tahu dari Arya dan Aurel.

Arya menatap Arcia dengan ekspresi campur aduk—senang, sedih, dan gelisah. Arcia tidak mau ambil pusing. Untuk saat ini, ia merasa aman. Mungkin tidak untuk hari-hari ke depan, tetapi ia berharap bisa hidup tenang dan damai.

Dan di sinilah drama mereka dimulai…

ARYANYARCIA ( Transmigrasi )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang