1: An interview that changes everything

46 6 0
                                    

✨✨✨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✨✨✨

"Ira! Syaira! Syaira Khanzania Putri!"

Panggilan yang menggema di kelas XI MIPA 1 itu sukses menyita seluruh perhatian penghuninya. Anak-anak yang tadinya sedang sibuk berkelana di alam mimpi, kini harus menahan rasa kesal akibat terganggunya waktu tidur mereka. Sang pemilik nama yang menyadari hal itu, hanya bisa meringis karena merasa bersalah. Ia tahu betul bahwa jam istirahat merupakan waktu yang berharga untuk tidur di sela-sela sibuknya kegiatan sekolah. Dengan raut wajah masam, gadis itu pun menghampiri sang pemanggil nama. Menegurnya.

"Kalau mau manggil aku, jangan teriak-teriak gitu, dong, Anaya. Kasihan tahu, anak-anak yang suntuk tidurnya," ujar Ira pelan, seraya mendorong teman dekatnya sejak SMP itu menuju koridor depan.

Anaya pun menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tampaknya gadis itu juga merasa bersalah. "Ya, maaf, Ra. Aku enggak tahu sumpah, kalau temen-temenmu hampir semuanya lagi tidur tadi. Lain kali, aku pasti lihat sikon, deh. Janji."

Mendengar jawaban temannya itu, Ira lantas tersenyum tipis. Anaya memang gadis yang lucu dan terkadang agak ceroboh. Namun, cewek itu beruntung karena mempunyai Gibran di sisinya. Gibran yang notabene adalah anak OSIS yang teratur dan disiplin, dapat mengimbangi sikap cewek itu yang cenderung impulsif. Di mata Ira, mereka adalah pasangan serasi yang menggemaskan.

"Diingat, loh, ya, kata-katanya, An. Terus, kamu tadi manggil aku buat apa? Ada sesuatu yang penting, kah?"

Anaya langsung mengerjap dan mengangguk cepat. "Iya. Tadi aku papasan sama Darel di ruang OSIS pas lagi mau ketemu Gibran. Terus, dia minta aku panggilin kamu. Katanya ada urusan penting yang harus diomongin."

Ira mengerutkan dahinya kebingungan. Untuk apa ketua ekskul jurnalistik yang baru itu mencarinya tiba-tiba begini? Ira pun kemudian tersenyum tipis ke arah Anaya. Daripada terus merasa penasaran seperti ini, lebih baik ia mendatangi Darel dengan segera.

"Oh, gitu, ya. Kalau gitu aku cepet-cepet samperin Darel, deh. Makasih, ya, buat infonya."

Tak memerlukan waktu lama, Ira pun segera melangkahkan kakinya menuju ruang OSIS seperti yang diberitahukan oleh Anaya. Semoga, bukan apa-apa, deh, batin Ira dalam hati, sembari memantapkan pijakan kakinya.

✨✨✨

Wawancara dengan beberapa siswa berprestasi; Arya, Siska, Melodi, dan Gemilang.

Deg!

Ira pun langsung terdiam saat membaca rancangan majalah edisi terbaru sekolahnya. Jantungnya yang semula baik-baik saja, kini sudah berdentum lebih kencang.

Gemilang, ya ... ?

"Kita baru sebagian yang selesai, sih, majalahnya. Segmen resensi buku udah, kegiatan pariwisata guru udah, bahkan kunjungan wali kota pas Agustus-an kemarin juga udah. Tinggal wawancara sama si Gemilang dan beberapa segmen aja, sih, yang belum. Soalnya belakangan ini Gemilang susah banget buat dihubungin."

Tentang Kilau Sang GemilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang