✨✨✨
"Nah, divisi desain. Kata anggota OSIS, urusan percetakan spanduk sama papan reklame udah beres sama mereka. Desain kalian buat semua perlengkapan acara launching juga udah di-acc sama Bu Rani barengan majalah kemarin. Kalian tinggal ngurusin mading sekolah bulan ini aja, ya. Desainnya enggak usah ribet-ribet. Sesuaiin aja sama tema yang ditentuin anak jurnalis kayak biasanya, oke?"
Ucapan Darel yang menggema di pagi itu langsung disambut anggukan paham oleh semua anggota ekskul jurnalistik yang berkumpul. Ira selaku koordinator divisi desain diam-diam menghela napas lega, memanjatkan syukur karena tugas yang diemban oleh divisinya mulai berkurang satu per satu. Setelah menyelesaikan majalah angkatan, mereka hanya perlu menyusun mading dan menunggu laporan berkala dari anggota OSIS yang bersangkutan.
Sekitar tiga menit kemudian, rapat dadakan yang dilaksanakan di jam istirahat pertama itu pun dibubarkan. Ira sedang sibuk meregangkan kedua tangannya, ketika Luna tiba-tiba mendekat ke arahnya. Menjatuhkan bokongnya ke sebuah kursi tepat di sebelah Ira.
"Kenapa, Lun? Ada masalah sama file yang aku kirim kemarin?" tanya Ira kebingungan, menegakkan punggungnya yang semula disandarkan.
Gadis dengan rambut pendek itu buru-buru menggeleng. Tersenyum tipis menatap rekan ekskulnya. "Enggak. Aku nyamperin kamu bukan karena soal file anggota baru yang kamu kirimin. Lagian, enggak ada masalah kok sama file-nya. Aku cuma mau ngomongin karya tulis buat mading bulan ini sama kamu."
"Oh, soal mading, ya?" Ira segera menajamkan pendengarannya. "Kalian udah nentuin mau ngangkat tema apa?"
Luna semakin melebarkan senyumannya. Perempuan itu lalu menyodorkan ponselnya ke arah Ira. "Kami udah nentuin tema buat mading kali ini, sih. Temanya Hari Peringatan Palang Merah Nasional. Ah, iya. Kami juga udah nyelesaiin semua segmennya, kok. Jadi divisi desain tinggal atur penyusunan mading sama desainnya aja."
Kedua mata Ira berbinar. Kepalanya terangguk cepat. "Makasih banyak buat infonya ya, Luna. Mungkin kamu nanti tinggal print aja semua teksnya, terus kasih ke aku. Aku bakalan kasih tahu anak-anak yang lain buat urusan sisanya."
"Oke, Ra. Paling lama, aku kasih print-annya ke kamu besok lusa, ya," Luna perlahan bangkit dari tempatnya, "ya udah, segitu dulu aja. Aku pergi dulu ya, Ra. Dah."
"Dah. Makasih sekali lagi buat infonya, Luna."
Gemilang yang sedari tadi diam menyaksikan interaksi kedua koordinator itu pun samar-samar meyunggingkan senyuman. Ia membawa beberapa lembaran kertas yang diberikan Ira sebelum rapat dimulai—menyuruh lelaki itu untuk mencatat hal-hal penting dari pertemuan mendadak tadi, ketimbang terus mengganggunya yang masih sibuk membicarakan tentang acara launching buku bersama Darel.
"Kamu mending nyatet daripada gangguin aku terus, Gemilang. Kamu juga udah janji, 'kan, enggak bakal ngegangguin lagi?"
Gemilang menyeringai kecil, mendengus geli ketika ingatan itu tiba-tiba melintas di otaknya. Lelaki itu kemudian berjalan mendekati Ira, hendak menyapa gadis itu sebentar sebelum kembali ke kesibukan sekolah yang luar biasa menyita waktunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kilau Sang Gemilang
Teen FictionKilau Gemilang Satria. Ya, dialah orangnya. Sesosok lelaki yang bisa menarik perhatianmu kapan saja--menyedotmu dalam pesonanya yang tak bercela. Ia seolah bersinar bermandikan cahaya, lagi misterius layaknya malam yang hampa. Sejujurnya, tak ada ha...