✨✨✨
Dengan langkah gontai, Ira pun berjalan menyusuri ruang tamu di rumahnya. Ia lalu meletakkan tas kecilnya ke sembarang tempat, duduk di sofa sembari menyandarkan punggungnya. Ira tahu betul bahwa kegiatannya hari ini hanya pergi ke pameran kesenian bersama Gemilang. Tetapi, entah mengapa, dirinya justru merasa sangat lelah. Apalagi setelah mendengar jawaban cowok itu yang sukses membuat dirinya terbelalak.
"Asal lo tahu, Ra, enggak ada lagi orang yang suka ngeliat gue gambar selain adik gue, lo, dan kakek-nenek penjaga stan tadi. Mereka dulu tetangga gue, Ra. Dan mungkin, mereka udah lupa sama gue ... "
Setelah mengatakan hal itu, Gemilang cuma menyunggingkan senyum tipis dan kembali sibuk dengan secangkir kopinya. Mereka berdua pun tak bicara lagi hingga minuman mereka tandas, lalu segera berpisah saat waktu pulang telah tiba. Ira sendiri sudah tak berani menanyakan soal tenda menggambar kepada Gemilang karena ekspresi cowok itu sudah menjelaskan segalanya.
"Ira, kamu mau makan siang dulu, enggak?"
Panggilan Rianti yang berasal dari ruang makan membuat Ira refleks menoleh. Gadis itu langsung berdiri dari sofa, menghampiri sang ibunda yang tampak berhati-hati menuangkan tumis kangkung yang masih panas ke sebuah piring besar.
"Iya, Bun. Aku mau makan siang sekarang. Aku ambil sekalian piring-piringnya, ya."
Sembari melangkah pelan menuju rak piring di ujung ruangan, Ira pun bergumam pelan. Memenjatkan sebuah doa yang mungkin tak akan pernah diketahui oleh orang yang didoakan.
Apapun itu, semoga Gemilang enggak apa-apa ...
✨✨✨
"Ira, menurutmu model bajunya gimana? Lebih bagusan yang ini, atau yang ini?"
Di jam istirahat pertama yang cukup singkat, Anaya pun mengajak Ira untuk bersantai di kantin sebentar. Gadis itu tampak ceria seperti biasa, asyik memainkan ponselnya sembari meminta pendapat Ira mengenai baju baru yang akan dibelinya. Hal ini sudah menjadi kebiasaan Anaya.
Namun, dari semua kebiasaan itu, ada beberapa hal yang tak biasa. Entah mengapa, hari ini Ira merasa seperti diikuti oleh sesuatu. Apakah ada yang salah dengan dirinya sehingga orang-orang terlihat menatapnya ingin tahu begitu? Ira pun menggeleng cepat, meletakkan air minumnya. Ia memilih untuk melihat ke arah ponsel Anaya yang sudah berada di depan wajahnya. Ikut menilai.
"Bagus, sih, An. Tapi motifnya ke-ramai-an kalau kamu pake buat hari-hari biasa," ujar Ira pelan, lalu mengusap layar ponsel untuk melihat model baju yang lain. "Nah, ini kayaknya pas buat kamu, An."
Anaya memiringkan kepalanya, menatap lamat-lamat model baju yang ditunjuk Ira. "Ah, yang warna baby blue, ya ... oke, deh, kalau gitu. Makasih, Ira!"
Ira tersenyum tipis dan mengangguk pelan. Tak masalah. Lagi pula, Ira sudah melakukan hal semacam ini berkali-kali selama berteman dengan gadis bersurai panjang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kilau Sang Gemilang
Novela JuvenilKilau Gemilang Satria. Ya, dialah orangnya. Sesosok lelaki yang bisa menarik perhatianmu kapan saja--menyedotmu dalam pesonanya yang tak bercela. Ia seolah bersinar bermandikan cahaya, lagi misterius layaknya malam yang hampa. Sejujurnya, tak ada ha...