✨✨✨
"Ra, file yang lain jangan lupa kirimin ke aku, ya!"
Perkataan Luna pun langsung disambut Ira dengan sebuah anggukan. "Oke, Lun. Nanti aku kirimin, ya."
Luna yang sibuk membawa setumpuk kertas pun tersenyum tipis, lalu segera beranjak menuju lemari penyimpanan ekskul di sudut ruangan.
Di siang hari yang terik itu, pengurus ekskul jurnalistik pun kembali berkumpul. Siswa-siswi kelas XI yang tergabung dalam Cenderawasih'14 itu berpindah dari satu meja ke meja yang lain, mengecek beberapa berkas serta sampel majalah sekolah yang baru selesai dicetak dua hari yang lalu.
Tak hanya mengecek berkas dan majalah, mereka juga memeriksa daftar nama anggota baru serta tugas mereka yang akan diinformasikan sore hari ini.
Ira mengembuskan napas, mengempaskan tubuhnya ke salah satu kursi yang tersedia. Kini pandangan gadis itu terarah pada ponselnya, tersenyum getir saat sebuah nama terucap pelan di dalam hatinya. Prediksinya tentang potensial cowok itu yang tinggi terbukti benar; Gemilang hampir resmi menjadi anggota ekskul jurnalistik.
Kilau Gemilang Satria/XI MIPA 4. Lolos seleksi wawancara.
Jika diingat-ingat lagi, dua minggu sudah memelesat cepat sejak pertemuan terakhir mereka di depan aula sekolah. Gemilang yang biasanya tampil di depan banyak orang justru sibuk mendekam di ruang kelasnya, dan baru beranjak ketika jam istirahat tiba atau ada guru-guru yang memerlukan bantuannya.
Ira sendiri sempat beberapa kali melewati kelas cowok itu saat jam istirahat, dan seperti yang bisa diduga, yang tampak hanyalah sebuah bangku kosong dengan ransel hitam di kursi. Lelaki pemilik bangku depan dari ujung kiri itu sudah melenggang entah ke mana--meninggalkan banyak pertanyaan yang menumpuk di hati Ira sejak pertemuan mereka di sore itu.
"Ah, sorry. Gue udah ngomong sesuatu yang aneh ternyata."
"Karena urusan kita kayaknya udah selesai, gue pergi dulu, ya. Lupain aja yang barusan gue bilang. Bye, Ra."
Pelan, Ira berdecak. Kepalanya pun menggeleng kuat, berusaha mengenyahkan segala pikiran tentang cowok itu yang mulai mengerubungi otaknya.
Apa-apaan? Lelaki itu langsung ngacir setelah mengatakan sesuatu yang ambigu dan meminta Ira untuk melupakannya begitu saja.
Yah, sebenarnya, tanpa diminta pun Ira sangat ingin melaksanakan ucapan Gemilang-tentang melupakan perkataannya dan beberapa hal lain. Tetapi, masalahnya, bagaimana Ira bisa lupa kalau cowok itu mengatakannya dengan raut wajah yang minta dikasihani begitu? Tidak, Ira tidak bermaksud mengejek siswa pujaan satu sekolah itu. Hanya saja, raut wajah Gemilang kala itu benar-benar sulit untuk dideskripsikan. Ira sampai tidak bisa berkata-kata saat menyaksikannya.
"Iraaa! Lo mau nitip sesuatu dari kantin, enggak? Kita pada mau ke kantin, nih."
Tersadar dari lamunannya, Ira pun menoleh secepat kilat. Gadis itu sontak menegakkan punggung, mengangguk singkat, dan segera memberikan selembar uang lima ribu kepada seseorang yang memanggilnya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kilau Sang Gemilang
Teen FictionKilau Gemilang Satria. Ya, dialah orangnya. Sesosok lelaki yang bisa menarik perhatianmu kapan saja--menyedotmu dalam pesonanya yang tak bercela. Ia seolah bersinar bermandikan cahaya, lagi misterius layaknya malam yang hampa. Sejujurnya, tak ada ha...