Happy Reading
🔥🔥🔥
Mual dan muntah setiap pagi Keira rasakan. Ia mulai menikmati meski suara-suara sumbang terdengar dari penghuni dormitori yang lain. Hati Keira sebenarnya sakit, namun demi kontrak kerja yang hanya tinggal beberapa minggu lagi, Keira tetap bertahan.
Defi semakin hari semakin curiga. Ia pun mendekati Keira yang masih berada di wastafel memuntahkan semua isi perutnya.
"Kei, kamu hamil?" tanya Defi.
Keira terkesiap, ia mendongak menatap Defi dengan kening mengerut. "Maksudnya?"
"Kei, jujur aja enggak papa. Aku tahu kamu perempuan baik, nggak keluyuran dan aku yakin ini semua hanya sebuah kesalahan. Kei, katakan siapa? Mas Bima nggak mungkin, kan? Karena dia udah punya istri. Mas Ken?"
Keira termangu di depan cermin ia menatap dirinya sendiri yang sudah sangat kotor.
"Enggak! Aku harus pergi, sebentar lagi aku dijemput mas Rafi, mau nginep di sana."
Keira bergerak pelan, tapi Defi mencekal lengan Keira. "Kamu nggak mau cerita? Nggak papa, semangat ya, Kei. Di Batam ini nggak cuma kamu yang punya kasus kayak gini, tapi banyak. Aku yakin kamu bisa melewati semua, tetap habiskan kontrak kerjamu dan pulanglah ke Jogja raih semua cita-citamu, bungkam mulut-mulut orang yang membicarakanmu dengan prestasi. Keira, banyak orang yang sayang kamu, jadi jangan menyerah, semua akan berlalu dengan indah. Ken pasti akan tanggung jawab."
"Kenapa kamu nuduh mas Ken?" tanya Keira, tatapan sayunya memandang sang sahabat.
"Karena mas Ken, lelaki normal, Kei. Ia tidak mungkin terus-terusan menahan hasratnya jika kamu sering nginep di rumahnya. Keira, dua orang dewasa berlainan jenis dalam satu rumah dan salah satunya memiliki rasa cinta dan sayang yang besar, tidak mungkin semuanya tak akan terjadi, kan?"
Keira tak mungkin berdebat terus menerus dengan Defi, sementara Rafi, ayah dan ibu sudah akan sampai ke dormitori.
"Terserah kamu, Def. Aku pergi dulu," ujar Keira. Antara malu, bingung dan gelisah Keira meninggalkan Defi yang masih berdiri di depan wastafel. Padahal Defi hanya ingin memberi semangat Keira bukan menuduhnya yang bukan-bukan, malah Keira salah paham.
***
Keira segera mendekati mobil Rafi yang sudah terparkir di pinggir jalan blok P. Ia hanya membawa tas ransel berisi beberapa baju untuk ganti selama tiga hari ini dan juga hasil periksa dari rumah sakit dan vitaminya, dua barang keramat yang Keira simpan dalam satu wadah. Rasa rindu terhadap ayah dan ibu sudah membuncah, meski kali ini Keira akan sedikit takut bertemu dengan ayah dan ibu.
Keira mengetuk jendela kaca mobil belakang, lalu ibu menurunkan kaca tersebut, senyum ibu membuat Keira semakin merasa bersalah.
"Masuk, Nak," ucap Ibu. Pintu jok penumpang belakang pun terbuka.
Keira langsung menghambur ke pelukan ibu dan meletakkan kepalanya di bahu sang ibu. "Keira kangen," ujarnya.
Ibu tersenyum dengan membelai rambut sang putri. "Kamu gendutan ya, Kei."
"Kebanyakan makan itu, Bu. Kerjaan Keira kalau di Batam hanya makan, tidur, dan kerja." Rafi ikut menjawab perkataan ibu yang ditujukan untuk Keira.
"Rafi ...," sahut Ibu. "Jangan gitu sama adikmu," lanjutnya.
Ayah yang duduk di depan pun tertawa kecil dan menoleh ke belakang. "Mana sih gadis, Ayah? Udah gede sekarang, cantik lagi. Hm, kira-kira yang di Surabaya sana masih nungguin enggak, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
THIS IS ME, KEIRA [TAMAT]
Ficção Adolescente[Follow dulu yuk! Sebelum membaca] *** Jatuh cinta dengan sahabat kakak sendiri itu sih sebenarnya sah-sah saja. Namun, apa jadinya jika sahabat kakak hanya menganggap sebagai adik? Apakah perlu tetap dikejar? Atau menyerah dan menerima saja? Sep...