21. Justin Lagi

5K 612 78
                                    




Annyeong ...
Maaf kalo part ini agak-agak garing, ya. Saya nggak bisa konsen nulis, entah kenapa 😓



🌱




Bagaimana mungkin?

Ryuu melamun dengan jemari tertaut di bawah dagu, di atas meja kerjanya. Benar kata pepatah, dunia ini tidak lebih lebar daripada daun kelor.

Frans Adrian.

Adalah co-founder sebuah perusahaan telekomunikasi yang cukup tersohor di negeri ini. Memang jarang sekali terekspos media karena lebih memilih berada di belakang layar dalam mengendalikan perusahaannya, jadi tidak terlalu dikenal publik. CEO perusahaan tersebut saat ini dipegang oleh salah satu anggota keluarga yang lain.

Bagaimana Ryuu bisa tahu?
Tentu saja tahu. Sebagai seorang young bussiness man, pengetahuan semacam itu adalah asupan yang kerap diterimanya sekarang. Siapa-siapa saja orang-orang yang memegang kendali roda perekonomian di dalam negeri dewasa ini.

Dan Alexis Carven, pacarnya yang paling cantik sedunia itu, adalah putranya?
Dongeng tak masuk akal macam apa lagi ini?

"Masa iya pacar gue anak crazy rich? anjir," gerutunya, "tapi dia nggak mau diakuin anak. Gimana dah konsep hidup lo, Ven? Lo nggak taukah manusia yang ngaku-ngaku bokap lo ini siapa? Minimal kepo, kek!"

Pemuda tampan itu melonggarkan simpul ikatan dasi di lehernya lantas menyandarkan kepala. Pandangannya kosong, tak habis pikir.

Lalu, bagaimana bisa kehidupan Carven bisa demikian menderitanya selama lebih kurang tujuh belas tahun? Kemana saja Frans Adrian selama itu?
Mengapa baru muncul saat ini? Ketika hidup Carven sudah lebih layak?

"Nggak tau gue, nggak tau." Ryuu menggeleng frustasi. "Anaknya aja masa bodo gitu, gue pengen bantuin tapi takut ntar diamuk. Bini gue satu itu kalo ngamuk mana serem banget."

Ryuu meraih ponsel di atas mejanya. Menghubungi satu nomor yang belakangan agak jarang ia hubungi. Hanya ketika butuh saja Ryuu menghubunginya. Ya begitulah, jangan protes, Ryuu memang bukan jenis manusia yang so sweet. Kecuali kepada bocahnya tersayang.

"Halo, Dan."

Ternyata itu Danish.

"Lo free? Tempat biasa, yuk, ntar malem. Ha? Apa? Oh gampang itu mah. Bini lo urusin dulu biar nggak rewel, ntar gue jemput."

Sudah, begitu saja. Tanpa salam penutup atau sesuatu, ia matikan sambungan teleponnya dan melemparkan benda pipih itu kembali ke atas meja.

"Gue perlu refresh dikit ini otak biar nggak terlalu berasep. Minta ijin dulu deh sama ibu negara, biar nggak salah paham, ege!" Ryuu meraih kembali ponsel yang tadi sempat ia sia-siakan. Kali ini, menekan satu dari dua nomor yang ia masukkan ke dalam daftar favorit. Nomor favorit satunya lagi adalah milik Mami Jessi.

Tapi yang terdengar hanya nada sambung membosankan selama beberapa saat. Carven tidak mengangkat teleponnya.

"Ngedengung mulu, lo hape apa tawon?" sungutnya sebal, sebelum kemudian kembali melempar ponsel mahal itu dengan seenaknya. Tak mengapa, jika rusak Ryuu bisa beli dengan store counter-nya sekalian.

Pemuda itu melirik jam besar yang tergantung di dinding, pukul setengah enam sore sekarang. Mungkin Carven sedang shift di kafe, bisa jadi. Sebaiknya ia datang langsung saja.

Pemuda itu tengah menata dan membereskan berkas-berkas yang berserakan di atas meja kerjanya ketika pintu di seberangnya menjeblak terbuka. Menampakkan sosok manis dengan senyum lebar di seberang ruangan.

Promise  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang