Apakah kalian menunggu lama, Yeorobun? Makasih ya, masih nungguin.
Maaf, saya ngetiknya lemot 😓And sorry too, part kali ini, harus saya kasih tanda,
🔞
.
.
.
.
.
."Lo yakin udah mau kerja?" Ryuu bertanya, menatap Carven dengan gamang.
"Hmm."
"Kalo ntar tiba-tiba pusing atau apa, langsung hubungin gue, ya?"
"Lo yakin nggak akan hilangin hape lagi?"
Ryuu jadi gelagapan sendiri ditodong pertanyaan seperti itu. Apakah gelagat bohongnya kemarin terlihat demikian jelas, sampai Carven bisa menyindir setajam itu?
Eh, memangnya Carven sedang menyindir?"Nggak, Sayang, gue bakalan hati-hati. Gue kapok banget nge-lost contact-in lo. Gue nggak akan begitu lagi." Ryuu menggusak pelan rambut cokelat yang lembut itu. Senyumnya mengembang melihat wajah si bocah kesayangan yang kini sudah segar lagi, tidak pucat seperti kemarin-kemarin.
Akhirnya, Carven mengangguk. Ia bergerak untuk melepas seatbelt yang masih terkunci, melintang di dadanya —mereka berdua masih berada di parkiran kafe, omong-omong— tapi Ryuu lebih dulu bertindak. Pemuda itu sudah melepaskan pengunci seatbelt Carven dengan mudah. Namun, tubuhnya malah berhenti bergerak sesudahnya. Tidak kembali kepada posisi semula, yaitu duduk di balik kemudi. Ia tetap bergeming dengan jarak sangat minimal di hadapan sang kekasih.
"Mau apa?" tanya Carven dingin.
"Mau lo."
Tatapan mata Ryuu menurun dan terlihat berkabut. Suara napasnya menderu halus. Menyapu poni di kening Carven. Duh, ini gelagat-gelagat jahanam. Carven berusaha menggeser posisi terancamnya, tapi lengan kokoh Ryuu sudah lebih dulu mengungkung. Pun saat jemari pemuda itu meraba ke arah pintu mobil dan mencoba membukanya paksa. Nihil, bedebah tampan ini ternyata sudah mengunci pintunya. Mampus lah.
"Ryuu."
"Please ... "
Ryuu mengelus pipi merona itu dengan jemarinya. Menarik dagunya dengan lembut supaya menengadah, kemudian mulai merapatkan diri. Carven terbuai dan tanpa sadar memejamkan mata. Ciumannya halus sekali, bukan tipikal Ryuu yang biasanya grusak-grusuk dan posesif seperti kucing garong takut direbut makanannya. Ryuu kali ini melakukannya dengan penuh cinta. Menyesap bibir Carven perlahan tapi pasti. Tangannya merayap ke balik hoodie oversize yang pacarnya kenakan, mulai berkelana ke seluruh alam semesta.
"Ryuu–" Carven mendesis, mendorong pelan untuk meminta berhenti, tapi di telinga Tuan Muda yang sudah in trouble, suara penolakan itu malah kedengaran seperti ajakan untuk berbuat lebih.
"Pindah ke belakang, oke?"
"Stop it! Ini jalan raya–"
"Sepuluh menit, Baby."
Percuma saja, otak sudah tidak kompatibel untuk memikirkan ini adalah jam delapan pagi, dan mereka tengah berada di parkiran sebuah kafe yang terletak persis di tepi jalan besar.
Jadi, Ryuu menyeret Carven sampai jatuh ke kursi belakang dan melanjutkan sisanya di sana.
Tak lama kemudian, sudah terengah-engah di antara waktu dan tuntutan yang harus dicapai bersamaan.
Nah, kaca gelap mobil Ryuu mungkin dijamin aman. Namun, tetap saja hentakan yang tercipta membuat bodi mobil SUV besar itu agak terguncang-guncang sedikit. Mengundang tanya siapapun yang kebetulan melihat, apakah ada gempa bumi lokal di sekitar situ?
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise [END]
Fiksi Remaja🔞 Drama hidup Alexis Carven yang seperti labirin dan berlangsung selama tujuh belas tahun, akhirnya memang sudah usai. Dengan Ryuu, Carven berjanji akan terus bersama-sama untuk waktu yang sangat lama. Kepada Carven, Ryuu berjanji tidak akan pernah...