I need some moodbooster, jadi saya up. Karena moodbooster saya, adalah kalian semua ☺️🌱
Dia emang nggak mau dateng. Oke, nggak apa-apa. Gue baik-baik aja.
Carven memasukkan barang-barangnya ke dalam koper kecil yang Frans bawakan. Setelah empat hari harus berada di rumah sakit, akhirnya hari ini ia pulang. Sekali lagi pandangan kosongnya menyapu ruangan itu. Menghembuskan napas lelah, lalu kembali duduk di atas ranjang yang sudah rapi.
Ryuu, kita selesai sampai di sini. Lo sendiri yang milih buat pergi. Empat hari gue tunggu lo di sini, tapi lo sama sekali nggak pernah dateng. Gue anggap itu adalah kepastian. Nggak ada lagi yang bisa dipertahankan, kita lepasin semua ini pelan-pelan.
Carven mengusap sebutir air mata yang luruh tanpa bisa dicegah. Teringat segala kenangan yang sudah ia dan Ryuu lewati selama lima tahun terakhir. Kenangan yang pada akhirnya, memang hanya menjadi sebuah kenangan.
"Son, ready yet?" Frans membuka pintu ruang rawat. Tersenyum kala menemukan sang putra sudah merapikan kamar dan barang-barangnya yang tidak seberapa. "Pulang ke rumah Papa dulu, biar kamu ada yang rawat, okay? Nanti kalo kamu udah bener-bener pulih, kamu boleh pulang ke apartemen lagi."
"Terserah Papa."
"Good. Ayo, pulang." Lelaki itu meraih handle koper kecil Carven dan menunggu hingga putranya turut beranjak.
Hening sepanjang perjalanan. Carven menatap kosong ke luar jendela. Matahari berkilauan di luar sana pagi ini. Tapi dalam pandangan Carven, semuanya tampak monokrom.
"Everything's okay, Son." Frans berkata seraya menepuk pelan punggung tangan putranya. "Kamu boleh pikirin dulu saran-saran yang udah Papa kasih kemarin. Seperti kata dokter, kamu harus mencintai diri kamu sendiri dulu, lebih dari apapun. Pikirkan dan lakukan hal-hal yang bikin kamu bahagia."
Hal yang bikin gue bahagia? Seharusnya adalah Ryuu. Tapi nggak tahu kenapa mikirin dia malah bikin gue jadi tambah sakit. Sesulit itukah buat lo temuin gue, Ryuu? Seenggaknya bilang kalo kita putus, biar gue nggak terus-terusan berharap.
Ah ... bukannya emang udah putus, ya?"Son?" Frans memanggil pelan, membuat Carven terpaksa meninggalkan lamunannya dan beralih kepada pria itu. "Papa kasih tahu David kalau kamu pulang ke rumah. Jadi kalo nanti semisal dia dateng buat jenguk, nggak apa-apa, ya? Dia bilang sama Papa harus ke kampus dulu buat ngejar beberapa mata kuliah."
"Oke."
"Son, Papa nggak mau lihat kamu drop lagi untuk alasan apapun. Lakuin apa aja yang bikin kamu nyaman dan bahagia selama itu hal yang positif. Pertimbangin saran-saran Papa, oke?"
Carven hanya mengangguk dan melewatkan sisa perjalanan pulang kembali dalam diam.
*
"Mau sampe kapan lo begini, ha?" Danish berkata dengan tajam. Manik birunya yang indah tampak menelisik kepada sang sahabat yang sungguh tidak tampak manusiawi.
"Ryuu, wake up! Lo udah begini selama hampir seminggu. Lo bisa mati konyol lama-lama!"
Pemuda bermata sipit itu menggeleng pelan. "Dan, gue nggak bisa ...."
"Ke mana Ryuu yang gue kenal kemaren-kemaren? Yang nggak takut apapun? Yang ngajarin gue nerabas peraturan, yang nunjukin sama gue gimana caranya menikmati hidup sebagai anak muda? Begini doang kah akhirnya mulut sesumbar lo itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise [END]
Teen Fiction🔞 Drama hidup Alexis Carven yang seperti labirin dan berlangsung selama tujuh belas tahun, akhirnya memang sudah usai. Dengan Ryuu, Carven berjanji akan terus bersama-sama untuk waktu yang sangat lama. Kepada Carven, Ryuu berjanji tidak akan pernah...