42. Waiting for Karma

4.7K 586 76
                                    


Selamat Malam, Kalian. 🥰
Terimakasih, kalian masih di sini.

🍂


"Kak, ini Justin. Aku boleh ketemu sama kamu? Ada yang pengen aku omongin. Mungkin ini bakalan penting."

Carven mengangkat alis. Tanpa memiliki niat sedikitpun untuk membalasnya, pemuda itu menekan tombol delete.
Carven sudah pernah bilang, kan? Ia memang bukan orang yang ramah. Tapi specially kepada Justin, bahkan berpikir untuk mencoba ramah pun ia tidak sudi.
Never gonna happen!
Sampai dunia berakhir pun ia tidak akan menyanggupi permintaan itu.
Pemuda itu lantas beranjak ke kamar mandi, membawa langkah-langkah beratnya untuk bersiap ke kampus.
Penting untuk Justin, bukan berarti penting untuknya juga, kan?

Satu jam kemudian, ia sudah berada di kampus. Baru saja keluar dari ruangan dosen saat David menjajari langkahnya.

"Hai, Ven ... " Masih menyapa dengan senyum lebar. Padahal terakhir mereka ketemu, David babak belur dihajar Ryuu.

Carven menengok. Mencoba mencari jejak-jejak kekerasan yang mungkin pacarnya tinggalkan di wajah cowok itu. Tapi sepertinya sudah tidak ada.

"Apa gue ganteng?" David meringis kepedean. "Lo ngeliatin gitu banget. Gue jadi geer."

"Lo aja geeran."

"Tapi lo nggak pernah liatin gue gitu sebelumnya."

"Gue pengen tau, kira-kira wajah lo ada cacat nggak habis dihajar Ryuu sampe kek gitu kemaren."

"Lo khawatirin gue, Ven? Astaga, jantung gue." Tiga kata yang terakhir itu David ucapkan dengan lirih. Tapi yang benar sajalah, jarak mereka berdua kurang dari setengah meter. Jelas Carven bisa dengar.
Pemuda itu menghentikan langkah, kemudian memandang David baik-baik.

"Dav."

"What?"

"Jangan suka sama gue."

David terkesiap. Tidak menyangka jika pemuda cantik di hadapannya akan berkata demikian. Walau yah, kenyataannya memang seperti itu.

"Kata siapa gue suka sama lo, ih? Jangan ngawur deh, Ven."

"Gue serius, Dav. Gue nggak mau bikin lo jadi jauh sama Ryuu. Lo kenal dia jauh lebih lama daripada kenal sama gue." Carven mengucapkannya tanpa ragu-ragu, pun ekspresi yang tampak dalam raut wajahnya.

"Ven ... "

"Gue pengen kita tetep berteman baik."

David menghela napas akhirnya. Membalas tatapan datar Carven dengan sorot mata putus asa. "Ya gimana, dong? Gue nggak bisa cegah diri gue sendiri buat suka sama lo."

"Jangan gue." Carven bersikeras. "Masih banyak cewek cantik di luar sana."

"Lo lebih cantik."

"Lo sakit jiwa."

"Ketularan Ryuu."

"Dahlah, gue capek."

"Hehe ... " David terkekeh pelan. "Lo setia banget sih, Ven. Bangke banget emang si kampret satu itu. Bisa-bisanya punya pacar kek gini. Padahal dosanya jauh lebih banyak dari gue."

Promise  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang