22. This Feeling

4.7K 630 98
                                    


Selamat malam, Yeorobun. Maafkan keterlambatan up saya, ya. Kerjaan nggak bisa ditunda, jadi saya nggak sempat nulis.
Makasih masih mau nungguin 🥺

Enjoy reading




🌀




"Pergi aja, gue nggak masalah." Carven menatap Ryuu yang diam dengan bibir mencebik di seberang ranjang.

"Tapi nanti lo marah?"

"Emang kenapa kalo gue marah?"

"Serem, bego!"

Mendengus pelan, Carven alihkan pandang dari pacarnya yang kadang suka pura-pura menjadi gadis belasan tahun yang labil itu.
Sudah jam setengah sebelas malam sekarang. Beberapa jam selepas mereka berdua pulang dari kafe sore tadi.
Ryuu sudah minta izin pacarnya untuk pergi dengan Danish, dan Carven juga sudah izinkan. Tapi sampai jarum jam hampir menunjuk waktu tengah malam, pemuda itu ternyata masih bergeming.

"Gue nggak apa-apa, Ryuu."

Mata kelabu Ryuu yang sipit tampak melebar penuh harap ketika Carven bersuara dengan nada yang lebih lembut dan menyebut namanya. Buru-buru ia mendongak untuk memeriksa ekspresi bocah kesayangannya itu. Ternyata yang bersangkutan tengah memandangnya lagi dengan wajah datarnya yang biasa.

"Sumpah, gue nggak pergi sama Justin, Pacar. Lo boleh ikut kok kalo nggak percaya."

"Ngapain banget, mending turu. Lo mau pergi sama dia pun, apa urusan gue?"

"Kok gitu, sih? Lo bikin gue overthinking mulu dari tadi, Ven."

"Gue nggak ngerasa ngelakuin apapun yang bisa bikin lo overthinking."

"Ya tapi kan gue nggak suka lo cuekin."

"Mulai, kang drama. Lo jadi sub aja mending. Mana ada dom modelan kek lo gini?"

"Tuh, kan. Lo sebenernya masih sayang nggak sih sama gue? Dari tadi mulutnya jahat banget tau, nggak?"

Sumpah Carven geli melihat gelagat Ryuu saat ini. Ke mana perginya preman sekolah yang kejam tukang bully dulu itu? Perasaan Carven saja, atau sejak bersama dirinya Ryuu menjadi sangat melankolis?
Pemuda itu masih mencebik, cemberut kesal ketika Carven memutuskan mengalah saja agar urusan cepat selesai.

"Oke, lupain Justin. Gue perlu istirahat karena besok ada kuliah pagi. Lo pergi aja, kali si Danish udah nungguin. Jangan lupa kunci pintunya dari luar, gue males bangun-bangun."

"Peluk dulu sini ... "

Nah, kan? Sudah diberi hati, ternyata Ryuu masih minta lambung.

"Lo kenapa sih? Mellow bener kek ibu hamil? Eneg gue lama-lama."

"Bodo amet sama mulut lo, Pacar. Pokoknya gue mau peluk." Ryuu merangsek mendekat dan melemparkan tubuhnya untuk mendekap bocahnya erat-erat. Memejamkan mata di sana selama beberapa saat.

Sebenarnya, perasaan Ryuu ... tak bisa dijelaskan. Rasanya rindu, sedih dan sesak ketika ia menatap wajah pemuda yang sangat dicintainya ini. Rasanya seperti akan ada sesuatu yang terjadi. Sesuatu seperti kejadian bertahun-tahun silam, ketika almarhum Gavin berusaha memisahkan Carven darinya.
Ryuu ingin tetap berada di sini, tapi ia juga butuh sesuatu untuk membuat kepalanya terasa lebih ringan.

"Lo lagi ada masalah di rumah atau di kantor?" Karena pelukan itu terlalu lama, Carven jadi agak khawatir juga.

"Enggak kok, Pacar."

Promise  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang