30. Reason

4.2K 575 156
                                    

Selamat malam, Ayang Beb semua 🥰
Tarik napas dulu sebelum emosi 😆



🌿


Ryuu bersandar di pintu mobilnya, berdiri di depan bangunan modern minimalis dua lantai berpagar putih. Menarik napas panjang dan menghembuskannya pelan-pelan. Mengulanginya lagi selama beberapa kali.

"Brengsek. Gue kek lagi mau ngapain aja," gerutunya seorang diri, "padahal cuma mau nanyain hape gue. Sialan, berasa kek lagi diikutin malaikat maut  aja rasanya."

Iya, Ryuu bohong lagi. Ponselnya tidak hilang seperti yang dikatakannya kepada Carven, tapi disita Justin karena saat meeting membahas projek kemarin dulu, ia tidak konsen dan banyak melamun, padahal di depan klien.
Ryuu marah sekali, jadi langsung pergi begitu saja tanpa peduli pada ponselnya.
Nah, sekarang baru ia menyesal.
Sebenarnya, bukan masalah ponselnya, sih. Ryuu bisa kok beli lagi sekalian store-nya sekarang juga. Tapi draft dalam ponsel itu yang penting. File pekerjaan, nomor telepon rekan bisnis, dan videonya bersama Carven yang ... okay, forget it.

Paling penting yang terakhir.

Pemuda itu beringsut mendekati pintu pagar yang tertutup, lantas menekan bel yang menempel di sana. Menunggu selama beberapa menit sebelum seorang wanita yang sepertinya adalah asisten rumah tangga, keluar membukakan pintu.

"Mas Ryuu?"

Ryuu harus mendengus untuk menahan geli ketika mendengar sapaan yang dialamatkan padanya. 'Mas' katanya?

"Justin di rumah, Mbak?"

"Ada, Mas. Katanya lagi nggak enak badan, makanya libur," terang si Mbak seraya membuka pintu pagar lebar-lebar, mempersilahkan Ryuu masuk. "Langsung ke atas aja, Mas. Bapak sama Ibu nggak ada di rumah."

Menahan diri sekali lagi untuk tidak mengumpat kala mendengar kata 'Bapak sama Ibu nggak ada di rumah', pemuda itu bergegas menaiki tangga menuju lantai dua, di mana kamar Justin Al berada. Dalam hati Ryuu berjanji untuk sesegera mungkin menyingkir dari tempat ini begitu hajatnya sudah selesai.

Sampai di pintu pertama yang ditemukannya dengan tag lucu bertuliskan nama Justin menggantung di permukaannya, Ryuu mengetuk pelan tanpa memanggil. Jawaban 'masuk' yang bernada menggerutu terdengar dari sana sesudah itu.
Ryuu buka pintunya dan masuk selangkah.

"Kakak!" pekik parau terdengar dari arah gulungan selimut di atas ranjang. Kepala Justin menyembul dengan rambut awut-awutan serta wajah sedikit pucat. Anehnya, dia tetap manis. Oh, damn!

"Kakak di sini? Lagi jenguk aku, ya?" Senyumnya sumringah, mengirim lesung pipit yang manis sekali di satu sisi pipi. Pemuda itu menyibak bedcover yang menyelimuti tubuhnya untuk menyambut Ryuu yang masih berdiri kikuk di ambang pintu.

"Lo kenapa?"

"Nggak apa-apa, kok. Cuma demam dikit, mungkin kecapean. Anehnya langsung sembuh pas liat Kakak. Hehe ... "

Ryuu melangkah masuk, kemudian bahkan tanpa sadar mengulurkan tangan dan menyentuh kening bocah di hadapannya itu. Memang agak lebih hangat dari suhu normal, sih.

"Udah makan belum? Udah minum obat?"

"Belum semua."

"Nunggu apa? Nunggu mati dulu?"

"Heh, mulutnya!" Justin menatap Ryuu dengan bibir cemberut dan alis menukik. How fucking adorable! Tapi Ryuu sudah janji, tidak akan pernah melihat makhluk manapun selain Alexis Carven, kan? Ia belum lupa pelototan garang dari Frans kemarin.

Promise  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang