37. Just a little bit ...

3.7K 513 51
                                    


Selamat Sore, Yeorobun.
Lagi ngapain kalian? 🥰





🌺




Sampai larut malam dan shift-nya hampir berakhir, Carven jadi dilanda badmood. Jika dalam suasana hati yang bagus saja pemuda itu sudah diamnya minta ampun, maka jangan tanyakan bagaimana ketika ia sedang badmood begitu. Seluruh pikirannya tersita penuh oleh omongan Justin tadi.
Apakah selama ini kekasihnya itu sebenarnya kurang suka dengan sikapnya namun memilih tidak pernah speak up karena takut Carven marah? Apakah karenanya Ryuu seperti lebih nyaman bersama Justin?
Carven sulit untuk tidak menyalahkan dirinya sendiri.

"Emang lo mau suruh kita kerja lembur, Kak?" tanya Aski, mengalihkan Carven dari lamunan panjangnya. "Lo baru tadi sore jadi bos, itu juga belum resmi, udah langsung suruh kita berdua lembur, ha?"

"Kata siapa?" Carven mengerutkan dahi.

"Ini udah nyaris jam sebelas malem. Harusnya gue udah guling-guling rebahan di rumah, dong. Ini kenapa kita masih stand by di sini? Lo nggak ada cita-cita ngerubah konsep kafe ini jadi kek warung Madura yang tutupnya cuma pas hari kiamat doang, kan?"

Carven mengerjap. Benarkah sudah hampir jam sebelas? Jadi apa saja yang sudah dilakukannya sesorean tadi? Berdiri sambil memelototi wastafel, begitu?

"Ya lo juga diem aja bukannya beres-beres," kilah Carven kemudian.

"Tolong dipindai sekali lagi ya, Tuan Muda. Bagian mananya yang belum beres, ha? Lo pikir dari tadi kita push rank gitu? Kita beresin kafe loh, Pak!" Aski nyolot, sementara pemuda bernama Aga yang belum sangat dekat dengan Carven itu, hanya angguk-angguk.

Carven mengedarkan pandangan ke sekeliling dan benar saja, kafe sudah bersih. Kursi-kursi sudah ditata rapi. Bahkan papan gantung kecil di pintu kaca sudah dibalik. Tulisan 'open'-nya berada di bagian dalam.

"Oh ... " gumam Carven pelan, "ya udah, sana pulang. Ngapain kalian masih di sini?"

"Lo nggak pulang? Mau nginep?" Aski memberi isyarat kepada rekan kerjanya agar pulang duluan. Ia masih menatap gamang kepada seniornya yang murung itu sekali lagi. "Mau gue anterin? Lo bawa motor nggak, sih?"

"Bawa."

"Ya udah gih sana pulang."

Menghela napas lelah. Carven melirik layar ponselnya yang padam sekali lagi. Ia ingin bilang mau menunggu Ryuu kepada Aski. Tapi gengsi iya, kan?

"Nungguin pacar lo?" Nah, tapi ternyata Aski bisa tebak dengan mudah. Dan karena Carven hanya diam, maka pemuda itu melanjutkan, "ini udah tengah malam, Kak. Lo mau nungguin sampe kapan? Lagian dia juga nggak ada kasih kabar sama sekali, kan? Eh, kalian bukannya udah terbiasa ya, sama keadaan yang kek gini? Dan kalo gue nggak salah, bukannya sebelumnya lo baik-baik aja biarpun nggak dikabarin seharian sama Ryuu?"

Carven terkesiap. Kok Aski benar, sih?

"Udah gue bilang, jangan kepancing omongan bocil sok cakep yang tadi. Ngerti nggak sih lo?"

"Bocal-bocil, lo juga bocil."

"Seenggaknya gue lebih jantan dari si jasjus itu. Udahlah ayo pulang aja. Lo perlu tidur, besok hari pertama lo menjabat sebagai bos tuh."

"Besok gue nggak mau kerja."

"Anjay! Baru jadi bos setengah hari udah nggak mau kerja lagi? Udah berasa konglomerat anda, ya?"

"Bawa aja kuncinya. Terserah mau lo apain kafenya besok."

Aski terkesima. Bos dengan spek seperti Carven begini sepertinya harus dilestarikan, sih.

Promise  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang