Hai, Yeorobun, selamat malam. Saya tepatin janji buat up malam ini, ya.
Terimakasih udah nunggu.
Dan terimakasih udah ikhlas saya bikin sebel. 😄🌼
"Pacar!"
Ryuu berlari menghampiri. Netra sipitnya melebar dengan shock mendapati sang pacar pujaan hati sedang duduk diam di atas ranjang dengan selang infus menancap di punggung tangannya.
"Lo kenapa? Astaga, ini kenapa? Lo sakit?"
"Keliatannya gimana, bego!" David yang datang dari arah belakang memukul kepala pemuda itu dengan semena-mena. Lantas mendudukkan diri di atas sofa seberang ruangan. Tampak sedang berada dalam suasana hati paling buruk sepanjang hidup. Sesekali meringis menyeka bekas darah dan memar di beberapa bagian wajahnya.
"Pacar, kenapa nggak ngabarin gue?"
Carven menatap iris kelabu itu dengan tajam. Tanpa kata-kata, tapi jelas raut wajahnya meneriakkan ; 'Menurut lo kenapa, bangsat?'
Ekspresi kaget Ryuu berubah, bahunya merosot turun dengan sorot mata menyesal yang tak bisa dibohongi. Ia usap perlahan pipi pucat yang semakin tampak tirus itu.
"Maafin gue. Maafin gue ... gue salah ... hape gue ilang nggak tau kemana. Seharusnya gue langsung hubungin lo. Gue minta maaf, Pacar."
Carven muak. Sudah berapa kali ini terjadi? Berapa kali Ryuu menganggapnya enteng dan tidak perlu dipusingkan? Berapa kali Ryuu mengecewakannya hanya karena ia yang terlalu diam, seakan tidak punya rasa? Seakan tidak masalah bagaimanapun Ryuu bertingkah?
Carven muak sekali, ia ingin marah, ingin menendang manusia bernama Ryuu itu agar jauh-jauh dari hidupnya.Tapi tidak bisa.
"Udahlah."
Hanya itu yang ia bisa. Memaafkannya lagi dan lagi. Karena hanya dengan mendapati Ryuu berada di sini saat ini saja, semua amarah dan rasa sakit Carven rasanya lenyap tak tersisa.
"Gue nggak apa-apa."
"Maafin gue ... "
"Udah."
Ryuu bangkit, meraih tubuh kecil itu dan mendekapnya dengan lembut. Hela napasnya terdengar lelah. Lelah kepada dirinya sendiri yang —iya, Ryuu sangat sadar— semakin lama semakin sering membuat Carven kecewa. Ia tidak ingin melakukan ini, tapi entah mengapa selalu terjadi lagi. Berjanji tidak akan membuat Carven kecewa, tapi masih juga mengulanginya lagi.
Ryuu merasa dirinya semakin ke sini bukannya bertambah dewasa, tapi malah kian seperti remaja labil yang tidak bisa memutuskan arah hidupnya sendiri."Lo boleh marah sama gue, Pacar. Lo berhak marah dan benci sama gue. Gue emang kelewatan banget kali ini. Gue nggak habis pikir sama diri gue sendiri."
"Terus untungnya buat gue apa?"
Nah, Ryuu kembali terhenyak mendengar itu. Perlahan dilepasnya dekapan eratnya, ditatapnya iris hazel yang tampak sendu berkabut itu. "Seenggaknya perasaan lo lega, kan?"
"Gue udah cukup lega dengan liat lo ada di sini."
Di seberang ruangan, David mendengus dengan kesal pula. Bukan karena ia cemburu, —sebenarnya iya, tapi ya, poin utamanya bukan itu— tapi karena bagaimana Carven semudah itu memaafkan setelah berkali-kali dikecewakan. Cinta dan bodoh itu memang bedanya setipis bayang-bayang.
Rasanya, David ingin sekali mewakili Carven menghajar Ryuu satu kali lagi, sampai setidaknya ia koma dan masuk rumah sakit lah.
Tapi sepertinya Carven sendiri tak akan suka dengan hal itu. Maka ia biarkan saja rasa muak membakar hatinya sampai hangus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise [END]
Teen Fiction🔞 Drama hidup Alexis Carven yang seperti labirin dan berlangsung selama tujuh belas tahun, akhirnya memang sudah usai. Dengan Ryuu, Carven berjanji akan terus bersama-sama untuk waktu yang sangat lama. Kepada Carven, Ryuu berjanji tidak akan pernah...