39. Bertamu

4K 571 74
                                    

Soorriiiiiii ... tadi kepencet publish padahal belum selese edit.
Maaf-maaf-maaf ya Beb 😆

🍀



Carven menghentikan motornya di depan pintu gerbang tinggi yang tertutup rapat. Di baliknya, berdiri dengan megah sebuah rumah bergaya minimalis dan sangat manly. Ini kali kedua Carven berkunjung kemari.
Kediaman Frans Adrian.
Selama beberapa saat, pemuda itu masih diam di atas motornya. Kemudian saat detik-detik terakhir ia menyadari bahwa dirinya agak kurang kerjaan dengan melakukan ini dan akan tancap gas putar balik, gerbang tinggi berwarna hitam itu didorong hingga terbuka lebar.
Seorang sekuriti tergopoh-gopoh berlari menghampiri.

"Mas Carven!" serunya dengan napas memburu, "kenapa nggak manggil? Saya tadi masuk sebentar. Maaf ya, Mas. Ayo silakan masuk ... "

Orang-orang di rumah ini seperti sudah begitu mengenal Carven. Padahal ia baru satu kali berkunjung kemari. Frans pastilah sudah menjelaskan dengan detail bahwa pemuda cantik ini adalah Tuan Muda mereka, membuat Carven agak jengah. Seumur hidup, baru kali ini ia diperlakukan dengan begitu terhormat seperti putra bangsawan yang baru pulang merantau.
Nah, setidaknya, mereka tidak memanggil dirinya Tuan Muda seperti dalam keluarga Ryuu. Karena jujur saja, Carven agak sesak napas kalau dipanggil begitu.

"Bapak masih keluar sebentar. Nggak lama, kok. Setelah ini sudah pulang," jelas si sekuriti sementara memarkirkan motor besar itu dengan rapi. "Mas Carven masuk aja. Jangan rikuh begitu, dong. Ini kan rumah Mas Carven juga. Langsung tunggu aja di atas."

Tak ada yang bisa dilakukan Carven selain mengangguk seraya mengingat-ingat kembali rute jalan masuk terakhir kali ia datang ke sini. Rumah ini estetik sekali, sih. Ruangan-ruangan di dalamnya menghampar bebas tanpa sekat. Ada taman dan air mancur kecil di dalam ruangan pula. Ia harus berputar-putar sampai menemukan tangga marmer hitam yang menuju ke lantai atas. Tidak bohong, rumah ini sempurna untuk seorang super introvert seperti Carven. Sangat tenang, anti tetangga.

Pemuda itu melangkah memasuki lantai dua, di mana sofa yang menghadap ke balkon masih ada di sana. Pun bingkai kecil berisi foto dirinya ketika bayi, Sarah, dan Frans —Carven agak kurang yakin jika harus menyebutnya foto keluarga—dan wow, ada bingkai baru berisi foto dirinya yang sepertinya diambil secara candid di kafe namun angle-nya bagus sekali. Woah, Carven harus mengakui kalau dirinya agak manis dalam foto itu.

Entah berapa lama ia melamun di pinggiran balkon, hingga kemudian terdengar langkah-langkah datang dari arah bawah. Bisa ditebak siapa yang datang.

"Aven?" Frans menyapa dengan gembira, "udah lama, Boy? Maaf, Papa ada meeting tadi di kafe dekat sini."

Ah, lama-lama Carven tidak lagi merasa muak ketika pria ini menyebut dirinya 'Papa'. Ia menggeleng kecil sebelum beralih dari pinggir balkon dan duduk di sofa.

"Tumben mampir?"

"Emm ... " Carven berusaha menata kata-kata yang hendak diucapkannya. Entah bagaimana, ia tak lagi ingin nada suaranya terdengar terlalu sarkatis sekarang. "Tentang kafenya."

"Ah ... "

"Bang Tria udah bilang."

"Seperti itu? Bagus lah. Karena Tria bilang udah di Makassar dari kemarin. Surat-surat pengalihan nama masih diurus sama pengacara Papa."

"Kenapa ... kenapa harus atas nama saya?"

Frans memandang teduh. "Biar kamu nggak perlu tinggalin kafenya meskipun kuliah udah lulus. Papa tau kamu udah sayang sama kafenya. Bentar lagi kuliahmu selesai, kan?"

Promise  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang