38. Di Bawah Rinai Hujan

4.3K 551 108
                                    

Maaf ya guys, saya tuh nulisnya kejar-kejaran mood sama waktu. Terimakasih loh, kalian masih setia banget nungguin. Big hug pokoknya buat kalian 🤗



❤️




"Astaga, Ryuu?"

"BUKA PINTUNYA, BANGSAT!"

Bohong sekali kalau David tidak ciut mendengar bentakan Ryuu seperti itu. Ia sama sekali belum lupa, meski kini self-development Ryuu sudah jauh lebih baik dan dewasa, namun sejak pertama berteman saat awal SMU dulu, Ryuu adalah tipe temperamen yang mengerikan sekali kalau sudah marah.

Sekarang, pemuda itu tengah menggedor kaca mobilnya dengan raut merah padam penuh emosi. Air hujan menetes dari rambut hitamnya yang basah kuyup. Memilih untuk tidak mengambil resiko terlalu banyak, David membuka kaca jendela mobilnya. Segera saja pintu di samping kemudi dibuka dengan kasar, lalu tubuh David diseret keluar.

"LO APAIN PACAR GUE, HAH?"

"Ryu–"

"KAPAN GUE BILANG LO BOLEH SENTUH PACAR GUE?"

BUGH!

Bogem mentah tanpa aba-aba itu melayang, menghujam wajah tampan David sampai si empunya terpelanting jatuh. 

"Ryuu, gu–"

BUGH!

Setetes darah pekat meluncur turun dari hidung David. Sementara Ryuu masih pula mengayunkan tinjunya sekali lagi, belum puas rupanya menghajar sahabatnya itu, sampai suara pelan yang mendesis marah menginterupsi gerakannya.

"Jangan playing victim, Ryuu."

Pemuda bermata sipit itu menoleh kepada Carven dengan alis berkerut.

"Jangan bertingkah seolah-olah lo nggak punya salah apapun. Seolah-olah lo adalah orang yang paling dirugikan di dunia."

Manik hazel Carven menyorot tajam selama beberapa detik. Pemuda itu membuka pintu mobil dan beranjak keluar dengan tegas, tak peduli pada derasnya curahan air langit yang segera saja membuat tubuh kurusnya basah kuyup.

"Kenapa lo mau-mau aja dijemput sama dia, ha?"

"Gue yang minta David jemput ke rumah. Kenapa? Ada yang salah?"

"Maksud lo apa sih, Ven?!" Ryuu berteriak mengimbangi suara hujan, "lo mau ngehina gue?"

"Oh, lo ada?" Carven menjawab teriakan itu dengan kata-kata pelan saja. Raut wajahnya datar tanpa sedikitpun tersirat emosi. "Sorry, gue nggak tau sih kalo lo ada. Gue pikir setelah lo ditemenin kerja lembur seharian, dibeliin minuman segala, lo udah nggak butuh lagi sama gue. Gue sampe nggak tau lo masih hidup apa enggak."

"Maksud lo apa?"

"Lo tau persis maksud gue apa. Lo nggak sebodoh itu buat nebak apa yang bikin gue seperti ini."

Ryuu kehilangan semua kalimatnya. Tidak sepatah pun kata berhasil ia ucapkan. Raut yang semula tampak membara penuh emosi itu perlahan mulai surut dan dingin. Walau kemudian pemuda itu masih menambahkan, "Jadi maksudnya lo mau ngebales gue dengan deket-deketan sama si bangsat itu? Iya?"

"Ryuu."

Diam sudah. Ryuu jelas paham apa artinya jika kekasihnya sudah menyebut nama dengan sangat jelas dan penuh penekanan seperti itu.

"Gue minta jemput David karena dia satu-satunya orang yang lo percaya. Gue nggak mungkin minta tolong sama Danish karena gue nggak cukup deket sama dia."

"Tapi dia hampir aja sentuh lo, Ven!"

"Dan gue tolak. Sementara lo? Apa lo nolak Justin kalo dia maksa deketin lo?"

Promise  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang