46. That's Your Fault, Ryuu

5.1K 637 119
                                    

Hello, Dear. I'm here.
Maaf kalian harus lama menunggu, ya. Akhir-akhir ini saya harus kerjain banyak hal. Terimakasih, masih menunggu cerita ini berlanjut. Sampai DM saya tanya kapan up. Terharu banget rasanya. Hehe ...
Here they are. Selamat membaca.
Selamat malam ❤️❤️❤️



🥀


BUGH!

"Stop it! You motherfuck!"

Danish membalikkan bahu Ryuu, melayangkan bogem mentah hingga sahabatnya yang tengah mabuk berat itu melepaskan tautan bibirnya dengan Justin. Lantas jatuh tersungkur ke atas lantai.

"Dan lo, bangsat!" Pemuda bule itu kemudian menunjuk muka Justin penuh amarah. "Bisa-bisanya lo lakuin itu dengan sengaja di depan Carven? You stupid bastard, son of bitch!"

"Heh, ini bukan salahku, ya!"

"Masih bisa lo ngebacot, ha? Gue bilang, menyingkir lo dari depan gue sekarang, sebelum gue hancurin wajah kotor lo itu, bangsat!" Danish benar-benar murka. Lebih karena pemuda itu benci sekali kepada orang yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Justin seratus persen sadar dan melakukan ini hanya untuk kepuasan dirinya sendiri. Ia bahkan lebih buruk dari Gavin yang dulu. Setidaknya Justin waras dan tidak sakit jiwa seperti Gavin.

"Segitunya lo gatel pengen disentuh Ryuu, iya? Asal lo tau, sampe lo mampus pun nggak akan pernah Ryuu sudi bahkan liat wajah lo! Pergi lo sekarang!" Danish masih berteriak-teriak mengusir Justin. Entah bagaimana pemuda itu tadi bisa menyusup ke dalam kabin. Apakah ia menguntit pergerakan Ryuu sepanjang waktu?

"Aku nggak akan lepasin apa yang seharusnya aku miliki! Ryuu nggak pantes sama cowok yang nggak punya semangat hidup itu." Justin menimpali dengan dingin.

Tangan Danish sudah gatal sekali, ingin menghajar Justin juga. Tapi ia ingat, pemuda ini siapa. Danish tidak mau berurusan dengan hukum, karena Justin jelas memiliki kuasa untuk berbuat demikian. Maka dari itu, ia hanya meraih bagian belakang hoodie Justin dan melemparkannya keluar ruangan. Tak peduli walau mungkin pemuda itu akan memanggil bodyguard untuk membalasnya nanti.

"Bangun nggak lo, anjing!" Danish lalu beralih kepada sosok Ryuu yang tidak bangun lagi sejak jatuh tersungkur karena kena hantam bogem mentahnya tadi. Pemuda itu menendang pelan tubuh Ryuu untuk memastikan apakah sahabatnya itu bisa bangun atau tidak. "Kenapa lo nggak mati aja sekalian sih? Ngerepotin hidup gue aja! Pokoknya gue nggak mau ikut campur, ya. Lo urus aja sendiri urusan rumah tangga lo! Awas aja kalo sampe lo depresi ngadu sama gue gara-gara ditinggal Carven."

"Carven ... " dengung lirih itu terdengar dari sekitar Ryuu yang masih tergeletak di atas lantai. "Ven, jangan tinggalin gue ... gue cuma punya lo sekarang ..."

"Goblok lo emang! Kalo lo bukan sahabat gue, kali udah gue lempar lo ke laut Cina Selatan. Bodo amet lo mampus ditelen Megalodon." Danish melirik sebal. Sedang berpikir keras, bagaimana caranya menyeret si bungsu Narada itu untuk pulang ke rumah. Iya, terpaksa ke rumahnya saja. "Sumpah, gue beneran pengen cekik leher lo sampe mampus mumpung lo lagi teler gini."

Nah, namun bagaimanapun pemuda bule itu berlagak tak peduli, tapi ia tetap yang paling peduli. Terdiam sejenak, teringat bagaimana tadi wajah Carven saat memilih pergi. Danish rasa, ini benar-benar tidak bagus.

"I can't handle everything just by myself. Gue butuh bantuan."

*

BRAKKK!

Terengah-engah, meringis menahan rasa nyeri yang seperti akan mencabut paksa napasnya. Carven biarkan mobilnya menabrak trotoar sepi dan berhenti di sana. Sudah berapa lama ini tidak terjadi? Carven pikir dirinya sudah benar-benar sembuh.

Promise  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang