25. Just Him

4.8K 608 66
                                    



Anyyeong, Yeorobun.
Kangen ya sama Aven?
Baca, yuk. Saya janji bakalan mainin perasaan kalian.
Hahahaha 🤣🤣


🌙





Hal pertama yang Carven ingat dan pikirkan setelah membuka mata adalah ponselnya.
Ia meraba-raba nakas di sampingnya. Terbiasa meletakkan benda pipih tersebut di sana. Hal itu sudah terekam dengan baik di alam bawah sadar, sehingga meski dalam keadaan setengah tidur sekalipun, ia bisa meraih ponsel kesayangan itu dengan tepat tanpa meleset.
Tapi kali ini, si bocah Carven sudah menjulurkan tangannya semaksimal mungkin, meraba-raba ke sana kemari. Namun tak sedikitpun ujung jarinya menyentuh permukaan nakas yang menempel dengan ranjang. Apakah ada yang sudah menggeser benda tersebut?
Bergerak sedikit untuk berpindah posisi, ia meraba-raba lagi.
Tunggu, sejak kapan ranjangnya menjadi seluas ini?

Carven paksakan membuka mata selebar-lebarnya, memastikan dirinya sudah benar-benar sadar. Pandangannya yang masih buram perlahan mulai fokus. Menemukan dirinya tengah duduk di atas sebuah ranjang empuk super king size dengan bedcover berwarna navy dan abu-abu yang berlapis-lapis. Rasa hangat yang nyaman menyelimuti separuh tubuhnya.

Di mana ini? Ruangan besar dengan perabotan bernuansa abu-abu elegan ini jelas-jelas bukan kamarnya. Lantai kayu cokelat mengkilap, juga jendela seluas dinding dengan lapisan tirai putih transparan membentang di sebelah kanannya, serta sebuah smart tv yang juga sebesar dinding terpasang dengan sempurna berhadapan dengan ranjang tempatnya duduk. Astaga, di mana ini?

Carven penasaran, berusaha bangun dari tempat tidur. Namun ketika ia menggeser tangannya, rasa sakit yang menyengat membuatnya urung. Ketika ia menoleh, tampak selang infus menancap di punggung tangan kiri, sementara kantongnya dipasang di tiang sebelah ranjang. Pantas saja sakit ketika tak sengaja tertarik tadi.
Batal beranjak dari tempat tidur, pemuda bersurai cokelat itu kembali duduk diam menikmati rasa penasarannya serta memutuskan untuk menunggu saja seseorang yang mungkin akan muncul setelah ini.

Apakah dia ...

"Hai, pagi ... "

Oh, benar sekali. Tentu saja, bagaimana Carven bisa lupa. Semalam —atau entah kapan, ia menelepon David, meminta bantuan karena sudah tidak kuat menahan sakit. Pagi ini, pemuda itu muncul bersama senyumnya yang kelewat manis. Bisa jadi, ini adalah kamar David.

"Udah bangun? Gimana perasaan lo? Masih sakit nggak?"

"Gue di mana?"

Pemuda jangkung itu perlahan mendudukkan diri di sisi ranjang. Kedua netra hitamnya memandang menelisik.

"Di apartemen."

Oh, masuk akal. Ruangan sebagus ini pastilah apartemen. Carven baru tahu jika David memiliki apartemen sendiri. Ah, semua anggota geng Ryuu kan bukan putra dari keluarga sembarangan. Seharusnya tidak perlu heran.

"Apartemen lo."

Oh– tunggu, apa?

"Iya, ini apartemen lo, Ven. Sama sekali nggak inget, ya?" David menatap mata hazel Carven lurus. "Jadi semalem gue dateng barengan sama bapak-bapak yang ngaku driver pribadi lo. Kita sempet berantem pas mutusin mau bawa lo ke mana. Gue maksa bawa lo ke rumah sakit punya keluarga Ryuu aja, tapi nggak jadi."

Entah mengapa, Carven justru bersyukur karena tidak jadi dibawa ke rumah sakit itu.

"Mana gue percaya, kan. Keajaiban dunia macem apa yang bikin lo punya driver segala. Tapi kemudian liat lo udah nggak sadar dan keadaan lo tambah buruk, gue sama sekali nggak bisa mikir apa-apa lagi. Terus, ya akhirnya berakhirlah lo di sini."

Promise  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang