.
.
.
.
.Gemericik hujan masih setia menyelimuti bumi sejak semalam, membuat sepasang kekasih itu semakin enggan beranjak dari tempatnya bergelung di balik selimut putih tebal. Tubuh mereka saling melekat seolah ada perekat tak kasat mata, keduanya sudah terbangun sejak tadi, tapi rasa lelah karena kegiatan panas malam kemarin membuat mereka urung.
Semalam bukan hanya sekali mereka mencari kenikmatan bersama, setelah selesai di tepi pantai hingga hujan mereda, Zee mengajak Nunew bermalam di hotel terdekat mengingat malam semakin larut di tambah tenaga yang terkuras begitu banyak. Namun seolah tak pernah puas, bahkan sampai di kamar Zee kembali menyerang lelaki yang sekarang resmi menjadi kekasihnya itu hingga mendesah di bawah kuasanya.
Buncahan rasa bahagia melekat secara kentara lalu di eskpresikan melalui senyum simpul, sentuhan lembut menjalar bergesek di atas kulit putih Nunew seolah ia adalah benda paling berharga yang sangat takut Zee rusak. Tatapan penuh puja pada pemuda itu tidak malu-malu lagi ia tunjukkan, baginya kini Nunew adalah sesuatu yang amat berharga yang harus ia jaga. Sama sekali tidak ingin Nunew pergi untuk yang kedua kali.
"Hia berhenti menatapku begitu, aku malu"
Suara serak Nunew mengudara pertama kali di pagi ini, sudah sejak tadi ia bangun dan Zee tau itu, namun Nunew memilih tetap memejamkan mata sambil memeluk lelaki pertama yang ia cintai. Ada rasa malu mengingat seberapa rendah dirinya meminta agar Zee terus menumbuk masuk lebih dalam, seberapa liar ia bergerak atas kendali nafsu yang di picu oleh kata-kata kotor Zee. Bahkan Nunew baru mengetahui sisi lain dari dirinya itu semalam.
Zee mendengus tawa, hangat menyentuh dada bidang lelaki itu ketika Nunew beringsut berusaha menyembunyikan wajah padanya. Zee tau lelaki manis dalam rengkuhannya tengah merona. "Kau tidak mau sarapan Nu? Perutmu berbunyi sejak subuh tadi".
Wajah Nunew semakin memerah, bagaimana Zee tau? Apa Zee tidak tidur? Mereka selesai ketiga jarum jam menunjukkan angka empat pagi, Nunew sangat ingat karena sebelum jatuh tertidur hal terakhir yang ia lihat adalah jam dinding di belakang tubuh Zee.
"Atau biarkan aku yang memakan sarapanku dulu, baru kita turun untuk sarapan?"
Nunew mengerti apa maksud Zee dengan sarapan ketika ia merasa tangan Zee yang semula bertengger di lengannya menjalar turun hingga pinggang, memberi usapan lembut naik turun. Tidak, tidak lagi, area belakangnya teramat sakit hanya karena gerakan kecil. Ia tidak ingin Zee kembali menambah rasa sakit itu, meski Nunew menikmatinya namun tubuhnya baru pertama kali merasakan dan butuh penyesuaian.
"Tidak, cepatlah bangun dan pesankan sarapan", Nunew mendorong dada bidang di hadapannya, alih-alih tubuh Zee mundur justru tubuh Nunew sendiri yang tergerak seolah tubuh Zee adalah bongkahan batu besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Buddy [ZeeNunew] [End]
FanfictionCerita tentang dua sahabat bertetangga, meski selisih usia terpaut 3 tahun namun Zee selalu menjadi teman yang baik untuk Nunew, keduanya tumbuh bersama layaknya saudara. Namun benarkah tak akan ada kisah manis diantara mereka? #ZeeNunew #Zee #Nunew...