Detak ke Dua Belas

337 37 4
                                    

Hai, hai!!! Hari jum'at yang cerah atau mendung nih?

Minvan sih, berharap cerah aja ya, biar nggak hujan-hujan kalau soljum nanti. *malah curhat.

Yok, ramaikan!

"Tak ada artinya detak yang bisa berhenti kapan saja itu tanpa adanya keyakinan, bahwa detak itu bisa bertahan jika Tuhan memberikan keajaibannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tak ada artinya detak yang bisa berhenti kapan saja itu tanpa adanya keyakinan, bahwa detak itu bisa bertahan jika Tuhan memberikan keajaibannya. Keyakinan menjadi kunci utama untuk membuka gerbang di dalam diri manusia."

Ketika Kazu telah berhasil melewati masa kritisnya, dia pun dipindahkan dari ruang steril ke ruang rawatnya yang biasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika Kazu telah berhasil melewati masa kritisnya, dia pun dipindahkan dari ruang steril ke ruang rawatnya yang biasa.

Mendapati Kazu akhirnya membuka mata, membuat Aiko tidak berhenti mengucapkan terima kasih pada Tuhan. "Mama senang akhirnya kamu buka mata lagi." Aiko mengusap wajah Kazu dengan mata berkaca-kaca. "Selene pasti juga senang kalau dengar kabar kamu sudah siuman."

Kazu hanya tersenyum menanggapi kata-kata Aiko. Pergerakan dia masih terbatas–bahkan untuk berbicara–karena kondisinya masih begitu lemah, juga efek ventilator yang terpasang cukup lama. 

Ketika Selene datang berkunjung keesokan harinya, seperti yang diperkirakan Aiko, dia begitu gembira mendapati Kazu sudah bangun dari tidur panjangnya. Dia juga senang ketika melihat perkembangan Kazu dari hari ke hari. Kini Kazu sudah bisa makan meski makanan yang bertekstur lembut dan halus.

"Good boy, pelan-pelan!" Selene menggosok bahu Kazu saat dia terbatuk setelah mencoba menelan bubur.

"Udah." Kazu mendorong sendok yang dipegang oleh Selene.

"Satu lagi, kan udah disendok, ya? Oke, Kazuto pinter?" Canda Selene kemudian  tersenyum ketika Kazu menyelesaikan satu suapan terakhirnya. "Nah, sip! Gue ambilin minum." 

Selesai membantu Kazu makan, Selene duduk di tepi ranjang Kazu dan terus memandanginya.

"Lo mending cabut deh, tadi dokter bilang mau lepas ini." Kazu menunjukkan chest tube yang dimasukkan ke dadanya. "Entar lo ngeri lagi?"

"Lho, siapa tahu gue mau nerusin job bokap, ya kan?" Balas Selene yang berbohong tentang ketertarikan di dunia kerja papanya. Sejujurnya, dia sama sekali tidak berminat dengan apa yang papanya kerjakan, meski tujuan dari karinya mulia, Selene lebih tertarik menjadi seorang musisi–sama seperti mamanya. "T-tapi, gue entar mau ketemuan si Metha juga sih. Entar kalau dokternya masuk, gue cabut deh!" 

Limit Beat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang