“Faira!”
Faira tidak jadi menanggapi pertanyaan yang diarahkan kepadanya lantaran seseorang menyerukan namanya dengan nada tinggi. Tentu saja hal itu menjadi pusat perhatian hingga riuh renyah yang tadinya mendominasi kini tergantikan dengan sunyi.
“Kak Danu? Ada apa?” Faira berjalan mendekat ke arah Danu yang masih mematung di ambang pintu. Mulutnya terkunci rapat namun matanya menatapnya lekat dengan sorot mata tajam.
Faira yang peka akan suasana yang tak lagi kondusif memilih menarik Danu meninggalkan kelas. Menyeretnya menjauh dari kerumunan agar lelaki itu bisa mengeluarkan amarah yang tertahan dengan bebas tanpa harus merusak image nya.
Nuga tadinya ingin membuntuti kepergian Faira. Terlihat jelas bahwa Danu sedang menahan emosi, dan sedikit banyak Nuga mengkhawatirkan Faira yang mungkin saja celaka akibat lelaki yang berstatus sebagai pacarnya. Namun niatnya urung Nuga lakukan, sebab Faira memberi kode kepadanya dan kedua sahabatnya yang lain untuk tidak mengikuti dan mereka memilih percaya dengan keputusan Faira.
“Itu kak Danu sama Faira lagi ada masalah, ya? Mukanya kayak orang marah gitu,” tanya Inggi yang tadinya berdiri dekat pintu kini beringsut mendekat ke meja Shasa dan Uci.
“Nggak. Faira bolos sekolah dua hari ini, mungkin masalah hubungan mereka. Nggak usah dipikirin,” elak Shasa mengalihkan perhatian.
Mereka kemudian mengangguk paham sebelum asyik melanjutkan pembahasan mengenai isu panas yang berhembus luas pagi ini.
“Faira akan baik–baik aja, kan?” lirih Uci di tengah–tengah Shasa dan Nuga. Kekepoannya mengenai cowok ganteng si ahli waris kini tak lagi menarik minat.
“Tentu saja.” Nuga menyakinkan Uci pun dirinya bahwa Faira akan baik–baik saja. Faira pintar membaca situasi.
“Ada apa, kak?” tanya Faira begitu mereka sampai di taman belakang yang sepi lantaran beberapa menit lagi mata pelajaran jam pertama akan berlangsung.
“Menghilang kemana aja lo, dua hari ini? Gue hubungi juga nggak nyambung–nyambung?” Danu langsung pada intinya tanpa harus repot berbasa–basi.
“Gue ada urusan keluarga mendadak. Maaf, nggak bisa ngasih kabar,” ucap Faira lembut mencoba menyelesaikan masalah dengan mengalah dan segera meminta maaf. Waktunya tidak banyak untuk memperkeruh masalah.
“Lo tahu kan, sekarang waktu yang sensitif menjelang pemilihan? Usaha mesti ditingkatkan sekarang, bukan malah pergi gitu aja!” bentak Danu.
“Hm. Gue bantu urus masalah itu nanti. Sekarang gue balik ke kelas dulu.” Faira segera melenggang pergi setelah melihat Danu mendengkus kasar dan membelakanginya.
Amarahnya mungkin belum sepenuhnya terbebas namun seperti itulah Danu yang Faira kenal. Image terlalu penting baginya, berbanding terbalik dengan Faira yang bar–bar. Itu sebabnya sering kali Faira mendapat peringatan dari Danu untuk menjaga sikap sebagai pacarnya.
“Kak Danu bilang apa?” tanya Shasa begitu Faira kembali memasuki kelas dengan senyum menyakinkan bahwa semuanya baik–baik saja.
“Hanya nanyain gue kemana dua hari ini,” jawab Faira santai.
“Itu doang?” Uci memicing, memastikan Faira benar baik–baik saja.
“Iya, Uci...” gemas Faira. “Please deh, gue udah gede’. Jangan khawatirin gue mulu. Kalian juga harus fokus pada hidup masing–masing,”
“Seenggaknya, kita masih punya orang tua yang bakal pusingin masa depan kita, kalo elo? Mana ada lo mikirin masa depan lo sendiri, Ra.” Shasa kembali menatap sendu Faira yang gadis itu balas dengan menggampar tangan Shasa yang di letakkan di atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Whats Wrong With Me?
Teen FictionFaira, terjebak dalam hutang budi dan empati tak manusiawi. Gadis muda yang perlahan mati rasa perihal takdir yang tak pernah memihak. Dia sekarat, namun malaikat maut tak kunjung menghampiri. Apa yang salah dengannya? Tak cukup terlahir sebagai an...