Faira dan Danu kini berada di pinggiran sungai yang terletak tak jauh dari tempat perkemahan. Mereka hanya perlu melewati barisan pohon pinus sebelum suara gemericik air terdengar memasuki rungu.
“Mau ngomong apa, kak?” tanya Faira mengambil posisi duduk di gardu yang tersedia di pinggiran sungai.
“Katanya, kemarin lo ke tenda gue bawa makanan?”
Danu berdiri bersandar pada tiang gardu. Berhadapan dengan Faira yang duduk manis dengan latar kolaborasi pemandangan sungai dan hutan pinus. Cantik sekali.
“Hm.” Faira hanya merespon dengan gumaman. Kembali teringat pada posisi keduanya yang tampak nyaman berbagi pelukan, Faira sedikit kecewa.
“Gue sama Lila hanya tidur doang. Nggak ngapa–ngapain,” jelas Danu sambil memperhatikan ekspresi yang Faira tunjukkan.
“Gue liat kok,” ucap Faira sembari mengulas senyum tipis.
“Gue kira lo bakal ngamuk seperti Bibin,”
“Kak Bibin?” beo Faira dengan alis terangkat. Apa yang seniornya lakukan?
“Dia ngomel–ngomel seharian karena kejadian itu.” Danu terkekeh pelan mengingat mulus lemes sahabatnya.
“Oh...” Faira mengangguk pelan. Tidak tahu harus merespon seperti apa, karena selera humor Danu sepertinya terlalu buruk. Apa yang lucu dari mendapat omelan?
Keduanya lalu terdiam beberapa saat. Faira sibuk menikmati keindahan sungai, sementara Danu bergerak gelisah sambil sesekali melirik Faira yang tetap tenang.
“Ra...”
“Iya?” Faira kembali berbalik berhadapan dengan Danu karena cowok itu tampak ragu menyebut namanya. “Kenapa?”
“Sebenarnya...”
Faira dengan sabar menunggu Danu mengatakan apa yang ingin ia katakan. Faira sendiri tidak begitu yakin apa Danu memang ragu atau hanya mengulur waktu untuk mengatakan maksudnya.
“Kayaknya kita harus udahan, deh.”
Danu menatap intens Faira yang tidak menunjukkan perubahan apapun di wajahnya. Padahal, Danu mengharapkan Faira sedikit terkejut atau bahkan sampai menangis mendengar kalimatnya.
“Putus?” tanya Faira memastikan.
Danu mengangguk mengiyakan. “Seperti yang elo tahu, gue akan sibuk berjibaku dengan urusan OSIS. Gue nggak mau lo sampai terabaikan sama tugas gue.”
Faira terdiam sesaat meresapi alasan Danu. Harusnya Faira merasa terharu, karena Danu terdengar begitu peduli akan dirinya di masa mendatang. Sayangnya, dia hanya bisa tersenyum kecut diam–diam. Telinga Faira sudah terlanjur mendengar hal ini akan terjadi, meski awalnya Faira tidak peduli akan rumor yang ia dengar. Siapa yang tahu, tidak butuh waktu lama untuk membuktikan bahwa rumor itu memang benar adanya.
Memutuskan dirinya jika Danu terpilih menjadi wakil ketua osis, termasuk dalam salah satu visi misi cowok itu buat.
“Oke.” Faira menyetujui dengan cepat. Tak lupa menampilkan senyum manis, menegaskan dirinya tidak akan goyah pada siapapun yang ingin melihatnya rapuh.
“Lo...nggak apa–apa?” tanya Danu ragu karena Faira tampak baik–baik saja. Tidak ada raut sedih atau drama memohon agar tidak diputuskan.
“Hm.” Faira kembali bergumam sambil menganggukkan kepala dengan yakin. Mengulas senyum sebelum menarik lengan Danu meninggalkan area sungai.
“Ngomong itu doang, kan?” sambung Faira bertanya yang mendapat anggukan ragu oleh Danu. Masih tidak percaya pada respon Faira yang di luar dugaan. “Kalo gitu, ayo ke tempat kemah lagi. Nanti kita nggak kebagian daging,” gurau Faira sembari melangkah pelan di depan Danu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Whats Wrong With Me?
Teen FictionFaira, terjebak dalam hutang budi dan empati tak manusiawi. Gadis muda yang perlahan mati rasa perihal takdir yang tak pernah memihak. Dia sekarat, namun malaikat maut tak kunjung menghampiri. Apa yang salah dengannya? Tak cukup terlahir sebagai an...